Demonstrasi occupy Wall Street marak di Negara Amerika, Eropa dan penjuru dunia lainnya. Protes atas Corporate Greed, nama yang diberikan untuk gerakan ini, terjadi di mana-mana; Amerika, Eropa, Asia dan Australia. Tema pokoknya adalah kesenjangan antara kaya dan miskin yang semakin lebar dan tidak sustainable akibat sistem kapitalisme yang tidak terkontrol. Pemerintah dan lembaga-lembaga internasional seperti IMF, World bank, ADB, UN, EURO semua cenderung berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari kepentingan kepentingan pemilik modal ketimbang kesejahtaraan umum umat manusia (http://www.businessinsider.com).Akankah ini pertanda runtuhnya system kapitalisme atau Kapitalisme akan tetap bertahan dengan mengevolusi dirinya agar tampak manis?
Secara etimologi, capital berasal dari kata latin, yakni caput yang berarti kepala. Dan capital memiliki arti modal karena konon kekayaan penduuk Romawi kuno diukur oleh berapa kepala hewan ternak yang ia miliki. Semakin banyak caput-nya, semakin sejahtera. Tidak mengherankan, jika kemudian mereka “mengumpulkan” sebanyak-banyaknya caput. Sehingga jelas sudah, kita menerjemahkan capital sebagai “modal” (www.pk-sejahtera.us/kastra/pdfs/kapitalisme.pdf). Dengan demikian definisi Kapitalisme adalah adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untung kepentingan-kepentingan pribadi (id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme).
Dari definisi kapitalisme di atas, sesungguhnya kita memahami bahwa kesenjangan antara kaya dan miskin akan selalu terjadi bila system kapitalisme digunakan sebagai sebuah system dalam suatu Negara. Maka tak heran pernah muncul system sosialisme/komunisme sebagai reaksi atas keganasan system kapitalisme di Negara-negara Eropa Timur dengan dipelopori Negara Uni Soviet. Akan tetapi, Sosialisme runtuh terlebih dahulu karena tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sedangkan Kapitalisme tetap bertahan dengan menambal kekurangan dirinya di sana sini. Misalnya, dengan kapitalisme berbaju Negara kesejahteraan yang dipelopori oleh J.M. Keynes dimana Negara diberi peran besar dalam penyelenggaran system jaminan social. Sebenarnya, negara kesejahteraan ini merupakan tambal sulam kapitalisme dengan sosialisme.
Walaupun Kapitalisme memakai baju Negara kesejahteraan, tetap saja hakikat Kapitalisme berjalan sesuai kredo kelahirannya, yakni para pemilik pemodal bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Keuntungan para pemilik modal, dapat dilihat bagaimana pemilik modal berperan besar dalam pemilihan umum Presiden dananggota legislative. Di mana mereka menjadi penyumbang terbesar untuk para calon Presiden dan anggota legislative.
Tidak ada makan siang yang gratis. Begitu juga sumbangan yang mereka berikan kepada para calon Presiden dan legislative. Begitu calon Presiden dan legislative terpilih, maka para pemilik modal akan diberi kemudahan-kemudahan oleh Presiden dan anggota legislative yang terpilih melalui kebijakan-kebijakan yang dibuatnya.
Jadi, wajarlah kesenjangan antara kaya dan miskin akan selalu terjadi dalam system Kapitalisme karena kebijakan-kebijakan yang ada akan selalu berpihak kepada pemilik modal.
Andaikan ada perubahan, hal itu hanya tambal sulam seperti yang dilakukan pada masa lampau. Misalnya, salah satu caranya adalah kebijakan pemimpin yang akan meregulasi beberapa kebijakan yang seolah-olah pemimpin berpihak kepada rakyatnya, tetapi pada hakikatnya Kapitalisme tetap berjalan dan kesenjangan antara kaya dan miskin tetap terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H