Mohon tunggu...
Muhammed Gazi
Muhammed Gazi Mohon Tunggu... Jurnalis - Manusia Biasa

Diciptakan dengan kebaikan dan kembali dengan kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ayasofya: Antara Harta Rampasan dan Warisan

16 September 2020   12:25 Diperbarui: 16 September 2020   12:43 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 Juni 1453 adalah salat Jumat pertama di Ayasofya. Sultan Mehmet II sang bapak penaklukkan langsung memimpin sendiri salat Jumat paling sakral di Konstantinopel. Begitulah ia diberi julukan atas pencapaiannya membuka dan menaklukkan banyak tempat dengan cahaya Islam. Setelah itu ia membangun sebuah wakaf Ayasofya yang bekerja untuk melayani umat Islam dalam permasalahan ibadah dan keagamaan menggunakan uangnya sendiri. Kemudian ia juga menambahkan sebuah menara kecil di salah satu pojok atap Ayasofya. Tak lupa ia juga menambahkan mihrab dan mimbar sebagai bukti keabsahan Ayasofya selaku masjid. Juga beberapa perpustakaan dan madrasah di sekitarnya.                     

Pada masa anaknya, Sultan Bayazid II  melapisi mihrab dengan marmer putih dan menambahkan sebuah menara putih dari marmer di bagian barat daya Ayasofya. Juga pada masa Sultan Suleyman Agung setelah penaklukkan Hongaria olehnya, ia membawa dua lilin besar yang dihadiahkan raja Hongaria ke Ayasofya yang digunakan sebagai penerangan bagi imam ketika malam hari. Dilanjutkan anaknya Selim II, ia memerintahkan Mimar Sinan yang merupakan arsitek paling berpengaruh Utsmaniyah untuk membuat sebuah tembok penahan di bagian luar Ayasofya sebagai penguat bangunan.        

Pada masa Sultan Murat III ditambahkan dua buah batu berbentuk kubus yang berasal dari masa Helenistik Yunani (abad keempat sebelum Masehi) di ruang utama Ayasofya. Sultan Ahmet I pun ikut berpartisipasi dengan merenovasi kubah besar Ayasofya dan menambahkan kalimat basmalah pada mihrabnya. Ayasofya mulai dihiasi dengan berbagai kaligrafi pada masa Sultan Murat IV.

Untuk mempermudah para sultan beribadah di Ayasofya, diperbaruilah ruangan Hnkar Mahfili oleh Sultan Ahmet III, yaitu sebuah ruangan di lantai dua yang digunakan khusus para sultan untuk beribadah. Oleh Sultan Mahmut I ditambahkan sebuah perpustakaan lagi di samping sekolah, dapur umum dan juga tempat wudu di bagian luarnya. Untuk menjaga kenyamanan jamaah, Sultan Selim III memperbarui seluruh karpet di Ayasofya.                                                

Setelah adanya reformasi Utsmaniyah di tahun 1839, Sultan yang berkuasa saat itu Mahmut II merenovasi Ayasofya mulai dari kubah besarnya hingga perawatan luar dalamnya. Sultan selanjutnya pula Abdlmecit I juga melakukan renovasi yang menjadi renovasi paling besar dan terkenal Ayasofya sepanjang kekuasaan kekhilafahan Utsmaniyah. Pada tahun-tahun itu pula seorang kaligrafer terkenal Utsmaniyah Mustafa Izzet Efedi menghiasi Ayasofya dengan menggantung delapan buah kaligrafi terbesar di dunia dan juga menambahkan kaligrafi bertuliskan surat An Nur di kubahnya.                          

Setelah memasuki masa revolusi menuju Republik Turki, Ayasofya kembali kepada masa kelamnya. Semenjak tahun 1930 Ayasofya ditutup dari khalayak umum setelah penggunaan terakhirnya sebagai masjid. Ini juga berhubungan dengan terbentuknya undang-undang baru sekularisme Turki yang membatasi kegiatan beragama.

Hingga akhirnya Ayasofya dibuka kembali setelah restorasi panjang selama lima tahun dengan status baru sebagai museum. Pada saat itulah Ayasofya netral tanpa status kepemilikan agama mana pun. Pemerintah menginginkan dengan hal tersebut semua agama merasa memiliki Ayasofya dan tak ada lagi agama yang merasa memiliki atau merasa tersakiti karena kehilangan peninggalan maha hebat tersebut. Ayasofya dihinakan dengan segala kebebasan hal yang dilakukan di dalamnya. Karena corak sejarah yang maha penting yang dimiliki Ayasofya, tahun 1985 ia dinobatkan sebagai situs warisan dunia.                                                                                                                          

Tapi kegelapan di Ayasofya tak berlangsung begitu lama. 10 Juli 2020 tepatnya 83 tahun kemudian seorang yang dikenal sebagai bapak perubahan Turki telah menaikkan kembali martabat Ayasofya. Dengan berfungsinya kembali Ayasofya menjadi masjid, orang-orang terutama umat Islam akan sangat menghormatinya dan senantiasa menjaganya. Orang itu adalah presiden Recep tayyip Erdogan yang telah membatalkan keputusan dewan negara pada tanggal 24 November 1934 yang telah menetapkan Ayasofya sebagai museum. Otomatis status Ayasofya akan dikembalikan lagi menuju masjid yang digunakan secara resmi pada 24 Juli 2020. Dengan hal itu Ayasofya kembali terhormat tanpa ada turis yang berpakaian minim ataupun berbuat tak senonoh di dalamnya. Semoga kehormatan Ayasofya tetap terjaga hingga hari akhir.                                                                                                             

Satu rahasia yang membuat Ayasofya bisa bertahan lebih dari sepuluh abad. Tanpa adana Utsmaniyah ataupun umat muslim yang mengubahnya menjadi masjid mungkin ia akan hancur kembali seperti nasib dua Ayasofya sebelumnya ataupun gereja-gereja ataupun tempat bersejarah lainnya. Terbukti beberapa tempat bersejarah di Istanbul yang tak dijadikan masjid ataupun tempat penting bagi umat Islam hanya tersisa reruntuhannya. Beberapa bekas gereja romawi yang masih bertahan hingga kini semuanya telah beralih fungsi menjadi masjid.

Betapa umat muslim sangat menghargai keagungannya, sehingga Sultan Mehmet II pun langsung berinisiatif mengubahnya menjadi masjid untuk menghormatinya. Begitulah sejarah panjang Ayasofya sehingga menyebabkan betapa berharganya warisan sejarah tersebut. Tak lepas dari semua orang yang telah menjaganya baik secara fisik ataupun menjaga agar sejarahnya tak pernah hilang. Sampai ada pepatah kata yang mengatakan siapa pun yang memiliki dan menjaga Ayasofya ia akan menjadi suatu negara yang besar. Intinya marilah kita senantiasa berdoa semoga Ayasofya adalah pertanda bagi kebangkitan umat Islam yang sebentar lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun