Terlepas dari musibah tenggelamnya KRI Nanggala 402 di perairan Bali, ternyata TNI AL dengan alut sista berupa kapal selamnya menyimpan sejumlah kisah menarik. Salah satunya adalah yang pernah dialami KRI Cakra 401, saudara kembar KRI Nanggala. Sang Cakra pernah mengelabuhi puluhan armada kapal Nato yang sedang latihan di Laut Mediterania, tiba-tiba secara senyap, tanpa diketahui dan dideteksi, hadir di tengah-tengah mereka.....
Kapal Selam Republik Indonesia KRI Nanggala dengan nomor lambung 402 merupakan jenis kapal selam serang bermotor diesel-listrik dimana dari negara pembuatnya yakni Jerman diberi kode U-209. Â
Meskipun saat ini, tipe U-209 tidak lagi digunakan Jerman, tapi kapal selam tetap diproduksi. Lebih 60 kapal selam tipe ini telah dijual ke berbagai negara, termasuk Yunani, India dan Turki. Argentina pernah mengerahkan U-209 miliknya ketika melawan Inggris dalam Perang Falklands atau lebih beken dengan nama perang Malvinas.
Tipe terbaru U209 berbobot 1400 ton sekarang masih dibangun di galangan kapal Thyssenkrupp di Jerman atas pesanan Mesir. Thyssenkrupp pada situs webnya mengatakan bahwa model U-209 terinspirasi kapal selam angkatan laut Jerman, tetapi diperbesar untuk dapat beroperasi di perairan yang lebih dalam dan bisa membawa lebih banyak peralatan. Inilah model "kapal selam non-nuklir terlaris di Dunia Barat".
TNI AL saat ini memiliki dua unit kapal selam yang beroperasi. Kapal selam tersebut adalah tipe 209/1300 yang dibuat oleh galangan kapal Howaldtswerke di Kiel, Kawasan Jerman Barat. Tipe ini mulai dipesan Indonesia pada 1977. Sejak 1981, tipe ini memiliki pangkalan di Lanal Dermaga Ujung, Surabaya.
Dua kapal selam bertipe U-209/1300 tersebut diberi nama KRI Cakra (401) dan KRI Nanggala (402). Angka empat menunjukkan identifikasi divisi kapal selam. Untuk kemudahan, kedua kapal selam dinamakan kapal selam kelas Cakra.
KRI Cakra digerakkan oleh motor listrik Siemens jenis low speed yang disalurkan langsung (tanpa gear pengurang putaran) melalui sebuah shaft ke baling-baling kapal. Total daya yang dikirim adalah 5000 shp (shaft horse power).
Tenaga motor listrik datang dari baterai-baterai besar yang beratnya sekitar 25 persen dari berat kapal. Baterai dibuat oleh Varta untuk low power dan Hagen untuk high power. Untuk mengisi baterai, ada generator yang diputar oleh empat buah mesin diesel MTU jenis supercharged.
KRI Cakra menggunakan tenaga listrik saat menyelam sehingga menjadikannya bebas bising. Tenaga listrik pun membuatnya senyap sehingga tak mudah terdeteksi sonar dari kapal musuh. Saat kapal selam berada di permukaan baru diaktifkan mesin diesel, sekaligus tahap untuk proses recharging baterai.
Persenjataan KRI Cakra terdiri dari 14 buah torpedo SUT (surface and underwater torpedo) 21 inci buatan AEG dengan delapan tabung. Torpedo jenis ini dapat dikendalikan secara jarak jauh (remote). KRI Cakra dan Nanggala juga kerap digunakan untuk menunjang misi intelijen dan observasi.
Dalam beberapa kesempatan, kapal selam ini juga digunakan sebagai wahana transportasi bagi pasukan katak. Seorang pasukan katak dapat dilontarkan dari lubang tabung torpedo, sangat pas untuk misi infiltrasi.
Keberadaan kapal selam tak bisa dilepaskan dari fungsi periskop. KRI Cakra mengandalkan periskop dengan lensa buatan Carl Zeiss dan sonar jenis CSU-3-2 Suite. Snorkel dibuat oleh Maschinenbau Gabler, yang merupakan pabrikan asal Jerman. Secara teknis, KRI Cakra memiliki berat selam 1,395 ton dan dimensi 59,5 meter x 6,3 meter x 5,5 meter. Awak KRI Cakra yang berjumlah 34 pelaut mampu membawa kapal melaju hingga 21,5 knot dan menyelam hingga kedalaman 500 meter.
Ada cerita menarik saat kapal selam KRI Cakra baru dibeli oleh pemerintah RI. Waktu itu, kapal selam ini dibawa dari Kiel, Jerman Barat menuju Surabaya. Kebetulan, para negara yang tergabung dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO) sedang melakukan latihan perang anti kapal selam di laut Mediterania yang merupakan jalur KRI Cakra menuju Surabaya.
KRI Cakra mendeteksi adanya banyak pancaran sonar dari kapal di permukaan sehingga memutuskan untuk melakukan mode muncul di permukaan. Pada saat muncul di permukaan, KRI Cakra pun muncul di tengah-tengah konvoi kapal perang angkatan laut para negara NATO.
Kedua pihak sama-sama terkejut dan KRI Cakra memberikan kode identifikasi dan komunikasi kepada pimpinan armada bahwa mereka adalah kapal selam milik angkatan laut Indonesia yang hendak pulang menuju tanah air serta tak ada niatan bermusuhan atas armada gabungan NATO tersebut.
Kode identifikasi dan komunikasi akhirnya bisa diterima dengan baik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Â Selanjutnya KRI Cakra kembali menyelam ke bawah air menjauhi kumpulan armada NATO dan melanjutkan perjalanan hingga tiba di Surabaya dengan selamat.
Rupanya armada gabungan NATO di laut Mediterania itu sedang melaksanakan latihan peperangan anti kapal selam yang jadwal pelaksanaannya tidak diketahui oleh awak KRI Cakra kita.
Namun konyolnya sonar dan segala peralatan canggih milik armada NATO itu sama sekali tidak bisa mendeteksi keberadaan U 209 milik angkatan laut Indonesia yang menyelam dibawah mereka. Hingga akhirnya armada gabungan NATO baru mengetahui ada kapal selam asing setelah U 209 menyembul ke permukaan laut.
Kejadian ini menghadirkan fakta jika tidak ada satu pun kapal negara NATO yang mendeteksi kehadiran kapal selam milik TNI AL. Hal tersebut juga membuktikan kapal selam jenis U-209 itu didesain benar-benar senyap dan tidak bisa dideteksi sonar kapal milik negara NATO yang modern dan maju. (Sumber : 50 Tahun Pengabdian Hiu Kencana 1959-2009) (Tertarik dengan cerita lain silahkan mampir di bang-jangkau)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H