Mohon tunggu...
Mohamad Rian Ari Sandi
Mohamad Rian Ari Sandi Mohon Tunggu... -

Alumni PKn-FPIPS UPI. Peserta Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T) di Pulau Telaga Besar Kab.Kepulauan Anambas. -Berhenti meratap masa lalu, mulailah menatap masa depan-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Simpan Sejenak Kamera

10 April 2018   17:00 Diperbarui: 10 April 2018   17:14 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh lain yang mungkin pernah kita alami yaitu dalam acara seminar atau kuliah umum. Acara yang seharusnya menjadi sarana memperluas khazanah ilmu pengetahuan tidak luput juga menjadi tempat untuk berfoto ria. Tidak cukup sekedar difoto saja, foto hasil jepretan kamera kemudian diunggah ke media sosial disertai captionjudul, tema, dan pembicara seminar. 

Alhasil, sepanjang seminar, waktu kita menyimak pembicara banyak diganggu oleh aktivitas berfoto, mengunggah ke akun media sosial, melihat like, dan mungkin juga membalas komentar yang masuk. Kalau sudah begitu, berapa persen materi seminar yang bisa kita dapatkan?

Eksistensi Diri

Foto diri disertai membagikannya di media sosial saat ini sedang menjadi candu. Candu tersebut tak hanya melanda anak muda, tapi juga kalangan orang dewasa dan anak-anak. Pun tak terbatas pada golongan atas saja, golongan menengah ke bawah juga tak mau ketinggalan mencandui bernarsis ria di media sosial dengan beragam fotonya.

Dikutip dari detik.com, setidaknya ada tiga alasan mengapa seseorang hobi mengunggah fotonya ke media sosial. Pertama, menurut Rosdiana Setyaningrum, M.Psi, MHPEd, seseorang memiliki pandangan bahwa kesuksesan itu ialah dengan menunjukkan ia ada dimana-mana. Itu dibuktikan dengan check-in di media sosial dia sedang  di mana agar orang tahu posisinya saat itu. 

Kedua, masih menurut Diana, pencapaian seseorang adalah dengan terlihat cantik. Maka dari itu Ia melakukan selfie dan mengunggah fotonya ke media sosial agar orang melihat kecantikannya. Ketiga, menurut dr Azimatul Karimah SpKJ, alasan seseorang mengunggah foto di media sosial karena butuh pengakuan. Sehingga, Ia menampilkan eksistensinya dengan mengunggah foto di media sosial.

Demi mengejar eksistensi di media sosial, banyak orang bahkan  rela melakukan hal gila yang mengancam keselamatan jiwanya demi mendapatkan hasil foto yang bisa membuat orang kagum. Sudah banyak contoh peristiwa selfie yang berujung hilangnya nyawa seseorang. Kejadian di Pura Uluwatu, Gunung Merapi, dan Sungai di Banyumas adalah sedikit dari banyaknya kejadian selfie berujung maut.

Sah-sah saja kita gemar berfoto dengan tujuan mengabadikan sebuah momen atau peristiwa. Namun tentu tidak berlebihan. Kita harus menyadari sepenuhnya tujuan kita berkunjung ke sebuah tempat atau mendatangi sebuah acara. Jika kita sedang berwisata ke sebuah tempat wisata alam misalnya, maka tujuan kita di sana adalah untuk menikmati tempat wisata tersebut, menikmati segar udaranya, menikmati jernih airnya, menikmati hijau rimbun pohonnya, menikmati biru lautnya, dan atau menikmati kemerduan suara ombaknya.  Detik demi detik.

Sungguh sayang jika kita sudah berkunjung ke sebuah tempat wisata alam tapi kita tak sepenuhnya menikmatinya karena terlalu terobsesi dengan kegiatan foto diri. Apalagi jika kita sampai luput menafakuri keindahan alam tersebut dengan meningat dan mengagungkan kebesaran Allah Swt. sebagai Pencipta alam dan segala isi-Nya.

Sah-sah juga bila kita berbagi foto di media sosial dengan keluarga, sahabat, dan rekan-rekan kita lainnya. Namun sekali lagi, tidak perlu berlebihan. Tak perlu setiap waktu update. Sebisa mungkin, foto yang kita unggah selalu memperhatikan nilai dan etika di media sosial. Bahkan sebisa mungkin, foto yang kita unggah bisa memberi pesan positif kepada khalayak dunia maya.

Kita harus menempatkan kembali kamera pada fungsi asalnya. Dia ada hanya untuk mengabadikan sebuah momen atau peristiwa agar kelak bisa kita kenang dan petik hikmahnya. Dan keberadaan media sosial seperti instagram anggap saja hanya sebagai album foto digital yang mesti dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun