Atau kalau memang mau sedikit berhati-hati, ia bisa saja membuang satu kaleng dimana ditemukan bangkai tikus dan lalu menjual 39 kaleng lainnya. Toh, yang tahu keberadaan bangkai tikus hanya dia dan pelayannya. Dan toh belum tentu minyak zaitun di 39 kaleng lainnya sudah tercemari bangkai tikus. Dia bisa saja berspekulasi bahwa najis dari bangkai tikus tersebut hanya mencemari satu kaleng tepat dimana bangkai itu ditemukan.
Namun inilah Muhammad ibn Sirin yang bersifat wara’ demi menjaga diri dari syubhat. Dia lebih memilih merugi daripada harus mendustai konsumen dengan embel-embel “Minyak ini minyak terbaik” atau “Minyak ini kualitasnya lebih baik dibanding minyak yang ada di tangan si fulan”. Semua itu juga karena kecintaannya kepada Rasulullah Saw.
dimana guru tercintanya merupakan salah satu sahabat dari sang Nabi mulia tersebut. Sabda Nabi “Katakan yang benar meskipun pahit” ia amalkan tanpa perduli harus berakibat dirinya merasakan kepahitan berupa dijebloskan ke sel penjara. Atau mungkin baginya justru dijebloskan ke sel penjara bukanlah suatu kepahitan, tetapi sebaliknya merupakan sebuah kenikmatan karena dengan itu ia telah memilih menaati Allah dan Rasul-Nya. Lantas hari ini, berapa banyak usahawan yang memegang teguh prinsip kejujuran dalam menjalankan usahanya?
Saat kita berwirausaha, umumnya kita memiliki kecenderungan untuk selalu menyampaikan keunggulan dari produk yang kita jual. Bahkan tidak jarang, keunggulan-keunggulan yang disampaikan dengan berlebihan tersebut sebetulnya tidak sesuai dengan kenyataan. Sebagai contoh, seorang pedagang menyatakan bahwa tomat yang sedang dijajakannya masih segar karena baru dipetik dari kebun sehari sebelumnya.
Padahal pada kenyataannya tomat tersebut sudah dipetik pada 3 hari sebelumnya. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk lebih memikat para konsumen. Dan para konsumen tentunya sedikit banyaknya (apalagi bila tidak jeli) akan lebih tertarik bila tomat yang hendak dibelinya dinyatakan masih segar karena baru dipetik satu hari sebelumnya.
Begitulah, saat orientasi kita dalam berwirausaha hanya semata-mata untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya, maka yang terjadi adalah kita akan melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak peduli cara yang ditempuh adalah cara yang kotor seperti menipu para konsumennya. Padahal sebetulnya, ketakutan tidak sukses dalam berniaga bila berbuat jujur tidaklah beralasan. Selama kejujuran dalam berniaga itu disertai dengan semangat kerja keras, kreatif, manajemen yang baik, serta menjalin hubungan yang baik dengan mitra bisnis dan konsumen, insyaAllah kesuksesan dalam berwirausaha akan diraih.
Lagi-lagi, kita harus meneladani Nabi Muhammad Saw. Saat Nabi masih bujang beliau berhasil menjual semua barang dagangan yang dibawa dari majikannya Siti Khadijah (yang kelak jadi istrinya) dengan cepat dan dengan keuntungan yang berlipat. Hal itu dikarenakan Nabi sangat menjunjung nilai kejujuran serta piawai memikat para konsumen dengan tutur halus bahasanya. Memang tidak mudah bagi kita untuk menedalani keluhuran akhlak beliau dalam berwirausaha. Susah, tapi bisa J
Wallahu’alam bish shawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H