Mohon tunggu...
Mohamad Ramadhan Argakoesoemah
Mohamad Ramadhan Argakoesoemah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen STIE Indonesia Banking School

Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen STIE Indonesia Banking School

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Etika Bisnis dan Perlindungan Konsumen

24 Juni 2023   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2023   15:32 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Proses berbisnis dan perlindungan terhadap hak-hak atas konsumen banyak tergantung dari faktor-faktor seperti lintas generasi dan usia, tingkat pendidikan dan lokasi atau negaranya. Karakteristik tiap konsumen dan pebisnis pasti berbeda di tiap negara atau suatu wilayah. Sedangkan, keaktifan konsumen mempengaruhi seberapa banyak feedback positif atau pengaduan yang didapatkan pebisnis atas produknya. Loyalitas atau kepuasan konsumen juga menjadi faktornya. Hal ini juga dipengaruhi dari interaksi berbisnisnya yang dilakukan secara online atau offline.

Menciptakan kebutuhan konsumen adalah salah satu tujuan dari berbisnis. Suatu bisnis pasti muncul karena adanya kebutuhan atas barang dan jasa. Jika tidak ada kebutuhan, maka tidak aka nada pembelinya. Namun, kebutuhan yang awalnya tidak diperlukan bisa menjadi sangat diperlukan. Ini adalah hasil dari keberhasilan pendekatan pemasaran yang dilakukan oleh pebisnis kepada para konsumennya.

Contohnya yaitu masker pada saat pandemi Covid-19 ini. Awalnya masker hanya dibeli oleh orang-orang yang sedang sakit atau yang beraktivitas sehari-hari dengan kendaraan umum. Masker juga biasanya hanya dibeli bagi para pemotor yang menepuh perjalanan jarak jauh. Namun akibat pandemi ini, untuk menghindari penyebaran dan tertularnya virus Corona maka masyarakat menjadi melakukan pembelian masker secara besar-besaran. Kini, masker dan hand sanitizer adalah hal yang sangat penting untuk menjalani kehidupan sehari-hari hingga harga barang-barang tersebut melonjak sangat tinggi dari harga pada awal.

Hubungan bisnis secara interaksi berarti tidak perlu adanya perjanjian secara tertulis. Hal terpenting dari hubungan interkasi ini adalah saling mengetahui hak dan kewajiban masing-masing baik dari pihak konsumen maupun pebisnis. Ini biasanya dilakukan pada saat transaksi jual beli dengan nominal yang tidak besar.

Sedangkan, hubungan bisnis secara kontraktual membutuhkan perjanjian secara tetulis. Ini biasanya terkait dengan transaksi bisnis dengan nominal harga yang besar sehingga membutuhkan kejelasan dan kepastian akan hak dan kewajiban konsumen dan pebisnis. Contohnya pada saat jual beli kendaraan bermotor, properti atau persetujuan tender proyek tertentu dengan nominal harga dari ratusan juta hingga triliunan rupiah. Ini tentu saja transaksi beresiko tinggi yang perlu kejelasan.

Perlindungan konsumen meliputi penjaminan atas hak-hak konsumen. Disini merupakan peran dari Lembaga perlindungan konsumen yang menengahi perihal masalah antara pebisnis dengan konsumen. Hal-hal yang menjadi kewajiban untuk para pebisnis yaitu diantaranya penyampaian informasi produk yang jelas, menghadirkan produk yang aman dan berkualitas serta sifat terbuka atas komplain.

Dibalik konsumen yang pasti dilindungi pemerintah, konsumen juga harus memiliki kesadaran untuk mandiri dalam melindungi atas hak-haknya. Konsumen harus mampu untuk jeli dan hati-hati dalam membeli suatu produk. Jual beli yang rawan contohnya pada kegiatan belanja online. Kita harus jeli melihat deskripsi produk dengan gambar produk yang tersedia. Kita juga harus memperhatikan ulasan atau komentar dari pembeli karena dari hal tersebut kita bisa terhindar dari pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh para penjual atau pebisnis itu sendiri.

Perlindungan konsumen di Indonesia masih sangat minim dan kurang kejelasannya. Masih banyak ditemui kasus-kasus pelanggaran etika bisnis yang merugikan konsumen. Contoh kecilnya pada waktu lalu dengan persoalan "Susu Kental Manis", kenyataannya susu kental manis yang disematkan pada label salah satu produk itu ternyata kandungan susunya kurang dari 5%. Hal ini membohongi konsumen dan baru terungkap dan proses tidak lama ini. Hal ni membuktikan masih lemahnya sistem perlindungan konsumen kita meskipun sudah dibentuk Undang-Undangnya sejak lama, Undang-Undang itu hanyalah menjadi suatu formalitas karena penegakannya menurut saya masih lemah untuk melindungi masyarakat.

Menanggapi fenomena konsumen pada saat pandemik Covid-19 ini, menurut saya penyebab naiknya harga kebutuhan itu justru disebabkan karena Panic Buying tersebut. Awalnya harga barang di pasar normal saja, namun setelah Covid-19 masuk Indonesia maka masyarakat yang terpancing provokasi di internet melakukan Panic Buying. Pada saat pertama kali Covid-19 masuk ke Indonesia, secara tiba-tiba dunia maya Indonesia heboh dengan pemberitaan lockdown di beberapa negara yang membuat masyarakat menjadi ketakutan dan melakukan pemborongan barang secara besar-besaran. Karena Panic Buying ini maka persediaan barang di pasar menjadi menurun drastis dan menyebabkan kelangkaan yang otomatis menaikkan harga barang yang stoknya menipis tersebut. Stok pasar tidak mampu menyediakan kebutuhan masyarakat yang secara tiba-tiba melakukan pembelian secara besar-besaran dan tidak biasa.

Mengenai kebijakan pemerintah saya rasa sangat lambat di awal. Pemerintah terbilang sangat santai di awal dan menyepelekan masalah ini sehingga sekarang masalah ini menjadi masalah besar dan menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia. Faktor lain kenapa harga kebutuhan sempat melonjak tinggi yaitu karena kurs mata uang Rupiah sempat terganggu dan juga kegiatan logistik barang pada saat itu sudah mulai kesulitan karena virus semakin menyebar kemana-mana. Mengenai etika bisnis, hal ini menurut saya tidak melanggar etika bisnis karena masyarakat juga yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga kebutuhan tersebut. Tetapi yang jelas melanggar etika bisnis yaitu kenaikan harga masker yang ternyata terdapat mafia penimbun masker, karena penyebab harga masker naik drastis ini salh satunya diperparah dengan adanya sekelompok penimbun yang sudah ditangkap oleh kepolisian dan dipenjarakan.

Kebijakan pemerintah pada saat ini menurut saya sudah bisa mengontrol kekacauan dan kepanikan yang sempat terjadi. Kebijakan PSBB menurut saya turut menstabilkan tren pembelian barang kebutuhan. Pembelanjaan secara online oleh ojek daring jarang dilakukan dengan nominal sampai jutaan rupiah karena akan jarang pihak ojek daring yang mengambil orderan dengan nominal yang besar.

PD Pasar Jaya juga sekarang ikut mengontrol harga di pasar dengan meluncurkan layanan belanja resminya secara online untuk ibu rumah tangga yang ingin membeli keperluan untuk memasak. Layanan belanja oleh PD Pasar Jaya ini menggunakan harga resmi dari pemerintah dan tidak dinaikkan. Berbeda dengan layanan belanja online di luar dari PD Pasar Jaya yang pasti harganya dinaikkan sedikit dengan alasan biaya jasa dan lainnya. Diperbolehkannya layanan belanja online oleh pemerintah saya nilai bagus karena bisa mengurangi masyarakat yang keluar rumah dan juga mengontrol kegiatan jual beli pada saat pandemic seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun