Mohon tunggu...
Mohamad Irfan
Mohamad Irfan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Studi Islam

Mahasiswa S2 Studi Islam Pascasarjana UIN SATU Tulungagung. Strata satu (2019-2023) mengambil prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir di kampus yang sama. Tertarik pada kajian-kajian Islam seperti sejarah, pemikiran, dan peradaban Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akar Permasalahan Dunia Islam Kontemporer

30 Mei 2024   23:28 Diperbarui: 30 Mei 2024   23:28 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang Dunia Islam kontemporer tidak bisa terlepas dari isu-isu tentang pelbagai ketertinggalan umat Islam di segala bidang. Konflik dan kekerasan yang berkepanjangan, ketertinggalan ekonomi dan inovasi, dan perkembangan pengetahuan ilmiah yang lambat menjadi contoh dari sekian banyak permasalahan yang dialami Dunia Islam era sekarang.

Jatuhnya dinasti Abbasiyah pada abad ke-13 yang dilakukan oleh tentara Salib dan tentara Mongol menjadi alarm peringatan untuk umat Islam sebagai tanda dimulainya keruntuhan kejayaan Islam yang berlangsung sejak abad ke-8.

Kedigdayaan Dunia Islam dengan pengaruhnya yang begitu besar di kancah internasional selama berabad-abad yang kemudian meredup mulai terlihat kembali dengan berdirinya tiga imperium besar yang dimulai pada abad ke-14, yaitu Kesultanan Utsmaniyah, Dinasti Syafawi di Persia, dan Kekaisaran Mughal di India.

Tercatat Dinasti Syafawiyah dengan corak Syiah yang dimiliknya bertahan hingga abad ke-18. Sedangkan Kekaisaran Mughal yang menguasai sebagian besar India dan Asia Selatan mampu bertahan hingga abad ke-19 seiring dengan dominasi Inggris di India. Namun, ketiga imperium besar ini berbeda dengan Abbasiyah yang memberikan penekanan pada pengembangan pengetahuan ilmiah, mereka lebih fokus pada membangun kekuatan militer demi memperluas wilayah kekuasaan.

Dari tiga imperium Islam tersebut Kesultanan Utsmaniyah adalah imperium Islam yang paling lama bertahan hingga abad ke-20. Ia mampu menyebarkan pengaruhnya tidak hanya di benua Asia tetapi juga Eropa. Bahkan sempat berpartisipasi dalam Perang Dunia I berkoalisi dengan Jerman yang berakhir dengan kekalahan telak akibat keterlambatan dalam modernisasi senjata yang berakibat pada lepasnya wilayah-wilayah kekuasaan Utsmani.

Kalah di panggung Perang Dunia I tersebut menjadi salah satu penyebab melemahnya Turki Utsmani pada awal abad ke-20 di samping faktor lain seperti tuntutan dari kelompok Turki Muda yang menginginkan sebuah negara sekuler yang tidak anti terhadap produk dan budaya Barat. Jika runtuhnya dinasti Abbasiyah menjadi alarm bagi kemunduran Islam pada masa itu (klasik), maka runtuhnya Turki Utsmani pada paruh pertama abad ke-20 menjadi alarm jatuhnya peradaban Dunia Islam di jaman modern.

Pada dasarnya, jauh sebelum runtuhnya Turki Utsmani pada tahun 1924, Dunia Islam telah mengalami ketertinggalan di pelbagai bidang dan tertinggal jauh dari peradaban Barat yang sebelumnya pada masa abad pertengahan mengalami keterpurukan. Orang-orang Barat banyak belajar dari umat Islam dan tidak sedikit mengambil manfaat dari produk-produk peradaban Islam masa silam yang kemudian dikembangkan kembali dengan cara meraka misalnya dengan melakukan sekularisasi khususnya sekularisasi ilmu.

Upaya-upaya untuk mengambalikan kejayaan dan menjauhkan umat Islam dari kejumudan telah dilakukan. Gerakan-gerakan pemabaruan Islam bermunculan tercatat sejak paruh pertama abad ke-19. Mereka gelisah dengan sikap umat Islam yang tertutup dan tidak memiliki semangat dalam berinovasi. Tokoh pembaru Islam seperti Muhammad Abduh misalnya menginginkan modernisasi pendidikan Islam sehingga di sekolah-sekolah Islam (madrasah) sudah seharusnya tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama tetapi juga ilmu-ilmu umum yang bersumber dari peradaban Barat.

Pupulernya ideologi islamisme membuat umat Islam pada masa itu anti terhadap Barat di pelbagai sisi yang membuat umat Islam enggan mengambil produk yang diciptakan Barat. Sentimen negatif umat Islam terhadap Barat erat kaitanya dengan kolonialisme dan imperialisme Barat di pelbagai kawasan Dunia Islam.

Gagasan islamisme tersebut segera ditekan oleh Muhammad Abduh, Jamal al-Din al-Afghani, dan al-Thantawi dengan mempopulerkan gagasan pan-Islamisme yang secara umum lebih terbukan dan menerima produk dan budaya Barat tentunya dengan pelbagai batasan. Sederhananya "ambil yang baik, buang yang buruk".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun