Malam yang gelap pun tiba, aku menyempatkan solat menyempatkan menunaikan solatkan solat magrib di masjid 99 kubah, yang berhampiran dengan pantai losari. Suasana yang indah dan islami, aku melihat banyak sekali Jemaah yang solat disana, yang tidak hanya masyarakat lokal saja melainka juga pendatang dari luar Makassar. Keindahan masjid 99 kubah ini menjadi salah satu ikon dari Kota Makassar. Dengan berlatar sejarah yang panjang dengan pribumi islam yang telah mendominasi Kota Makassar sebagai pusat wisata peziarah dan pariwisata religi. Tepat pukul delapan malam, aku akhirnya pulang ke rumah dan beristirahat.
"Samalona; Hawaii-Nya Makassar"
Esok pagi, tepat dihari ketiga aku di Makassar, perjalananku berlanjut ke Pulau Samalona, sebuah surga tersembunyi di tengah perairan yang jernih. Seiring matahari pagi yang bersinar cerah, perahu tradisional melintasi perairan biru yang memukau menuju pulau kecil itu. Ke Pulau Samalona menghabiskan waktu 30 sampai 40 menit dari Pelabuhan Paotere yang berada di Kota Makassar. Setibanya di Pulau Samalona, aku disambut oleh warga setempat yang ramah. Mereka menjelaskan keindahan pulau, tempat-tempat menarik, dan cerita-cerita lokal yang melekat pada pulau mereka. Suasana hangat dan keakraban mewarnai pertemuan tersebut, dan aku segera merasa seperti bagian dari komunitas pulau ini.
Aku diajak untuk menikmati hidangan khas pulau, yaitu ikan bakar. Bersama-sama dengan warga sekitar, mereka menyiapkan ikan segar yang baru saja ditangkap, dilumuri bumbu khas, dan kemudian dipanggang di atas bara api. Aroma harum ikan bakar mulai menguar, menciptakan keinginan yang tak terbendung untuk segera menyantap hidangan tersebut. Sambil menikmati makanan, aku berinteraksi dengan warga setempat, mendengarkan cerita mereka tentang kehidupan sehari-hari di pulau. Mereka berbagi tawa, pengalaman, dan kehangatan, menciptakan ikatan kebersamaan yang erat di antara mereka. Tepat di siang hari, tiba-tiba, seorang teman dari Nusa Tenggara Timur (NTT) tiba si Pulau Samalona. Aku pun saling sapa dengan sukacita, membawa nuansa keakraban dari tanah yang berbeda.Â
Pertemuan ini memberikan warna baru dalam perjalanan, karena pertukaran budaya dan cerita antar teman-teman dari daerah yang berbeda menggambarkan kekayaan keberagaman Indonesia. Sebelumnya, kami memang telah lama saling kenal dari zaman sekolah dasar dulu. Saat matahari mulai condong ke ufuk barat, aku dan pengunjung lain, menyaksikan pemandangan matahari terbenam yang spektakuler di Pulau Samalona. Suasana hangat, makanan yang lezat, pertemuan dengan warga lokal, dan persahabatan lintas daerah menjadikan hari itu sebagai pengalaman yang tak terlupakan di Pulau Samalona.
Keesokan harinya, aku bergegas meninggalkan pulau Samalona dengan berpamitan dengan warga setempat. Lalu menaiki speedboat menuju ke Kota Makassar. Sesampainya di Kota Makassar, aku berjalan-jalan melintasi kota dan tak sengaja bertemu rombongan wisatawan dari Papua. Kami pun terlibat diskusi menarik tentang budaya masing-masing. Ternyata selain orang Papua, banyak juga pemuda dari NTT yang merantau ke Makassar. Persahabatan pun terjalin di antara kami.
Pagi berikutnya, aku bangun dengan semangat baru untuk menjalani hari terakhir di Makassar. Setelah bersiap-siap, aku berangkat menuju Bandara Sultan Hasanuddin. Perjalanan menuju bandara di pagi hari memberikan pemandangan yang berbeda, dengan kota yang mulai sibuk dan matahari yang menyinari jalan-jalan yang aku lewati. Sampai di bandara, proses check-in dan keamanan berlangsung dengan lancar. Pesawat yang akan membawa ku ke Yogyakarta lepas landas tepat pada pukul 9:15 waktu Indonesia bagian tengah. Dari ketinggian, mereka bisa melihat pemandangan indah Pulau Sulawesi yang terhampar di bawah cakrawala. Perjalanan udara yang nyaman dan pemandangan alam yang menakjubkan membuat waktu terasa cepat berlalu.Â
Namun, aku sempat mengabadikan momen dengan memotret deretan gunung di pulau Jawa yang begitu menakjudkan dari atas. Diantaranya ada gunung Merapi, Sindoro, Sumbing, Lawu dan Andong. Sekitar pukul 6 sore, pesawat mendarat di Bandara Internasional Kulon Progo, Yogyakarta. Udara di Yogyakarta. Aku melangkah keluar dari bandara dengan senyuman, siap menjelajahi keindahan dan kekayaan budaya Yogyakarta seperti hari-hari biasnaya. Perjalanan ini telah memberikan pengalaman tak terlupakan dan memori indah yang akan selalu terkenang.