“terus kamu didepan kelas bentak-bentak temanmu, maksudnya apa?” Tanya pak Bakri keheranan.
“a…a…anu pak guru, eemm…. Ini tadi kami sedang belajar akting pak, saya memerankan tokoh antagonis, truss nanti gantian teman-teman maju setelah giliran saya.” Begitulah jawaban Wano layaknya seorang diplomatik tingkat RT, dengan memandang temannya satu persatu sambil dikerlingkan matanya sesekali melotot, dimaksud agar temannya mengamini.
“trus itu matamu kenapa?”
“nggak apa-apa pak, mataku ini tadi sepertinya kemasukan debu.”
“memangnya kalau kemasukan debu harus melotot?” aneh-aneh kamu, sudah duduk sana ke tempatmu, kita mulai pelajaran Matematika.”
Begitulah keseharian Wano sang preman kelas 4 yang selalu saja usil, sehari saja tidak usil seakan akan kehilangan duit ratusan ribu. Dasar Wanoreh (nama lengkap Wano) preman jadi - jadian dari SD Damparkarangan, hehe..
Mungkin kejadian ini pernah juga ada ditempat lain, memang tingkah polah anak ada banyak sekali factor yang mempengaruhinya, factor lingkungan di rumah disinyalir paling besar menyumbang terbentuknya pribadi anak, sehingga lingkungan sekolah yang baik sangat membantu untuk bisa menekan laju pertumbuhan akhlak buruk anak-anak kita.
“Yang saya ceritakan ini kemungkinan besar pernah anda dengar, di suatu desa minuman keras bukanlah hal yang asing dijumpai apalagi di daerah pantura yang dekat dengan laut, minuman keras seperti minuman biasa sehingga tempatnyapun tidak di botol lagi, namun di teko atau poci.
Tak ayal lagi anak-anak usia sekolah sudah banyak yang mencicipi minuman beralkohol tersebut, kalau sudah demikian lantas bagaimana? Mampukah sekolah menetralisir atau bahkan menghentikan kebiasaan orangtua murid untuk tidak minum minuman yang memabokkan tersebut?
Ini adalah PR terberat bagi guru dengan lingkungan semacam ini. Yang jelas selagi para pejuang pendidikan berangkat dengan niat tulus, bukan bekerja tapi berdakwah, suatu ketika pasti akan berubah.
Terkadang kita pesimis dengan guru-guru sekarang, mereka mengajar tetapi motivasinya hanya kerja, he he.. saya juga guru loh.. tetapi tidak semua guru begitu, banyak kok guru-guru yang baik, bahkan tidak kalah dengan Umar Bakri, tetapi saya juga tidak menyalahkan sepenuhnya kepada guru yang motivasinya hanya kerja, bagaimana tidak?! Pemerintah membuat aturan yang “memaksa” guru seperti itu. Tuntutannya guru harus professional yang diiringi dengan beraneka ragan produk undang-undang yang bernada “ancaman” jauh dari tauladan.