Mohon tunggu...
Moh Fikli Olola
Moh Fikli Olola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berdikari Merah

Selanjutnya

Tutup

Sosok

"Habitus dan Cara Pandang Hidup Bersama"

11 Januari 2025   04:15 Diperbarui: 11 Januari 2025   10:47 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Imam Besar Padepokan Puisi Amato Assagaf)

Di tengah riuh-rendahnya habitus dan kebiasaan cara pandang pemimpin yang kurang baik inilah. Di salah satu perkampungan tua di Kota Manado, tepatnya di kampung Arab. Melalui gang jalan yang sempit, hadir satu seniman, pemikir, yang menjadi tempat bagi banyak orang untuk menghabitasi berbagai macam kebiasaan, cara pandang, dan kecurigaan, terhadap berbagai macam kehidupan publik yang kian hari kian melucuti kehidupan bersama kita.

Rumah itu kami sebut markas besar (Mabes) Padepokan Puisi Amato Assagaf. Tepatnya, di kediaman dari imam besar Padepokan Amato Assagaf. Markas yang dulunya menjadi tempat pulang bagi beberapa regenerasi yang pernah datang dan pergi untuk belajar padanya. Baik yang bersentuhan dengannya melalui Seni (Akademi Tubuh), Pengajian Filsafat, Politik (Publika), ataupun ketiga-tiganya.

Dengan resiko penyederhanaan yang berlebihan, saya mau bilang bahwa sesungguhnya banyak kemacetan di negri ini, utamanya yang terjadi di Sulawesi Utara. Baik yang terhadang dengan habitus dan cara pandang: perilaku kerumunan, perilaku individu, bahkan perilaku setiap Pemimpin publik, yang telah di anggap mapan di masyarakat--selalu bisa didobrak, dibongkar, atau diinterupsi lagi, melalui orang-orang ataupun kelompok yang tumbuh dengan habitus dan proses pembentukan cara pandang yang lebih bijaksana, di Padepokan ini.

Daya paksa kebiasaan untuk setia pada hal-hal kecil dan membentuk habitus baru, di rumah inilah. Tak khayal melahirkan mujahid-mujahid, yang mampu melakoni perubahan-perubahan besar di ruang publik.

Senin, 6 Januari 2025. Seminggu setelah tahun yang baru. Kabar duka menghampiri kami lebih awal. Sosok Imam besar, yang telah banyak menghabitasi cara pandang bagi ruang publik yang pesakitan akhirnya pergi terlalu cepat.

***

Pengetahuan ini pun terasa begitu sunyi sedangkan jalan telah lama ditinggalkan. Dan doa-doa, satu dari seribu dusta yang selalu kita haturkan, dengan atau tanpa pesona, merangkum cerita dari sejarah melupakan segala. Lalu semua akan kembali seperti mula adanya.


Seseorang terdengar menarik napas. Aku meniada.--Amato

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun