Mohon tunggu...
Moh Fikli Olola
Moh Fikli Olola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berdikari Merah

Selanjutnya

Tutup

Sosok

"Habitus dan Cara Pandang Hidup Bersama"

11 Januari 2025   04:15 Diperbarui: 11 Januari 2025   10:47 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa kira-kira nama bagi tahun 2025? Rasanya seperti lautan-waktu yang baru akan kita selami, tetapi arus gelombangnya belum kita kenali. Tepat seminggu di tahun yang baru kemarin--sejenak kita terdiam di tengah gelombang arus lautan yang dalam.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, orang-orang mestinya beranggapan bahwa semua tahun pada akhirnya bisa di lalui, meski tetap saja ada rasa menyesakan berada di ruang-waktu negeri ini. Inilah negeri yang berulang kali ingin memperbaiki diri, tapi setiap kali kita dapati sedang menghancurkan dirinya.

Para pengepul kebijakan publik bahkan sudah mencoba berbagai macam cara. Umumnya, ada cara Hukum, Ekonomi, dan atau cara Politik. Namun seperti raksasa yang sedang pingsan--bahkan di hadapan kepemimpinan nasional dan daerah yang baru saja lahir, rasanya begitu sulit untuk membayangkan bahwa negeri ini bisa secepatnya siuman.

"Bahkan saat mengawali tahun ini, terdengar satu kebijakan--seperti dongeng--yang sedang membangunkan raksasa untuk memberi makan siang gratis. Lalu setelahnya yang diberi makan mau tidak mau akan menjadi santapan makan malam raksasa ini".


Begitulah kira-kira bayangan dari kebanyakan produk kebijakan yang telah lahir di negeri ini, namun tetap saja tidak menemui perubahan. Begitu juga dengan banyaknya program ekonomi yang dilakukan, akan tetapi, tetap saja mendorong semakin banyak orang ke jurang kemiskinan. Dan, pada akhirnya rutinitas pergantian kepemimpinan kembali dilakukan, hasilnya sama: melahirkan pemimpin pesakitan dan syarat akan relasi kuasa padat modal.

Adapun setiap keputusan dan kebijakan yang dianggap telah melalui standar peraturan--sesungguhnya selalu dijalankan di atas endapan kebiasaan politik demokrasi prosedural yang akhirnya membentuk kehidupan berbangsa yang jauh dari kebaikan bersama "Common Will", seperti yang sedang dan akan kita jalani di tahun yang baru ini. Dan, kebiasaan seperti itu, rupanya akan jauh lebih keras, apalagi lagi ditangan kepemimpinan yang punya cara pandang "politik integratif"--mau menyamaratakan seluruh kekuatan sosial-politik dan anti oposisi.

"Kebiasaan itulah yang sesungguhnya selalu kita rasakan setiap tahunya, atau setiap kali pergantian pemimpin. Meski dengan varian yang berbeda, namun, telah membentuk apa yang kita sebut habitus dan cara pandang masyarakat kita".

Habitus, sesungguhnya merupakan istilah yang umumnya bisa berarti kebiasaan, bisa pula kecenderungan, bawaan, atau bentukan cara pandang kehidupan. Habitus, memang erat kaitannya dengan worldview atau dalam bahasa Jerman weltanschauung yakni, satu cara pandangan hidup atau cara pandang dunia. 

Habitus dan cara pandang ini umumnya bisa digunakan secara netral--baik untuk setiap kebiasaan yang baik ataupun yang buruk. Kita misalnya, bisa menunjuk kebanyakan dari kebiasaan buruk para politisi kita yang memiliki cara pandang bahwa urusan politik di negri ini--sampai kapanpun--semata-mata hanyalah urusan perebutan dan pembagian kekuasaan dan uang. Perilaku demikian, sadar maupun tidak, selalu hadir setiap tahunya dengan berbagai macam jelmaan watak kekuasaan. 

Itulah kenapa kebanyakan pemimpin di negeri ini, tidak pernah sadar akan habitus dan cara pandang mereka terhadap politik yang sangat bermasalah. Sebagaimana ketidaksadaran mereka--bahwa dari kebiasaan itulah; kemiskinan, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan, selalu mungkin menghampiri kehidupan di negeri ini. 

Namun dengan kebiasaan-kebiasaan cara pandang pemimpin seperti inilah, yang membuat mereka kukuh dengan sikap megalomania dan anggapan bahwa kita adalah kerumunan yang bisa dibentuk menjadi apa saja sesuai dengan arah program kebijakan. Adapun, perilaku atau habitus hidup bersama kita seolah-olah bisa menyesuaikan dengan jelmaan dari corak kebijakan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun