Mohon tunggu...
Moh Fikli Olola
Moh Fikli Olola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berdikari Merah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Refleksi Milad IMM ke-59

14 Maret 2023   12:42 Diperbarui: 14 Maret 2023   12:45 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum menulis ini, saya sesungguhnya termangu sejenak; apa yang harus ditulis dari perayaan milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ke-59 kali ini? Ketermanguan saya, karena belum bisa memberi catatan besar, tepatnya berkenan dengan pengalaman dan ingatan akan harapan pada Milad Ke-59. Khususnya, pengalaman bersama satu tahun terakhir, bersama PC IMM Manado (Sulawesi Utara). Ketermanguan itu akan coba saya baluti dengan refleksi, pikiran-pikiran kecil, dan harapan akan cara kita "bergerak bersama". Senafas dengan tema besar Milad kali ini: "BERGERAK BERSAMA MEMBANGUN PERADABAN".

---
Selamat ulang tahun dan selamat membaca

Meski terhitung tidak muda lagi dalam usia, perjalanan IMM telah menapaki setiap denyut eksistensi kehidupan Bangsa, Muhammadiyah, dan Mahasiswa selama 59 tahun. Merupakan tugas bersama yang tak lagi mudah untuk merawatnya, bahkan sekedar untuk coba memahami pergeseran setapak demi setapak dinamika IMM itu sendiri. Apalagi terkait perubahan.

Dalam sejarah besar perubahan dunia, realitas kehidupan umat manusia--turut berubah dan berkembang bersamaan dengan keberadaan sekelompok orang yang melakoni perubahan-perubahan tersebut. Revolusi kerakyatan, reformasi, People Power, revolusi Industri dkk, tidak hadir dari ruang hampa sejarah, jika tanpa syarat perubahan: pikiran, sikap, problem sosial, dan hal-hal yang mengarah pada prinsip dan 'terma' nilai kebenaran, yang diperjuangkan secara kelompok.

Meski dalam kadar yang berbeda, namun sama dalam mengambil posisi kenyataan, untuk menyikapi perubahan-perubahan yang akan datang. Harusnya kita semua mau bertanya: Kenapa Djazman Al-Kindi dkk, bisa mengambil posisi tersebut, namun kita masih tertatih? Bahkan, sekedar untuk merefleksikan kenyataan IMM besok--sebagian bingung, malas-malasan, mulai berjarak dengan kenyataan hidup, tidak mau berpihak dst. Apakah hal begitu masih mungkin sebagai syarat perubahan?

 
"Harusnya setelah dikader, mulai sadar akan perubahan-perubahan kecil itu," kata senior huhu.

Posisi perubahan-perubahan itu sejatinya hanyalah imbas dari patokan belajar dan belajar tentang apa itu perubahan. Entah belajar dari spirit perubahan para  founding thinker IMM, founding fathers, Bangsa, atau pada nilai dan spirit perubahan apa pun di manapun.

Dalam catatan ketermanguan kali ini, saya mungkin hanya akan berbicara kekecewaan-kekecewaan pada setiap langkah perubahan bersama yang diambil atau yang belum diambil setiap kader IMM. Utamanya kader IMM Manado (Sulawesi Utara). Terserah mau dibilang apa, yang pasti pikiran saya ini berangkat dari refleksi dan harapan yang masih sama seperti kalian. Tapi mungkin sedikit mau mempreteli refleksi dan harapan yang semu, apalagi minus akan syarat perubahan.

Apa yang Perlu Dipreteli?

Pertama, Kaderisasi Formal dan Informal tanpa perubahan

Meski bisa menjadi salah satu alasan, kenapa IMM terus ada. sebab jalanya proses kaderisasi formal dan informal hari ini menjadi penentu keberadaan IMM di masa yang akan datang. Namun hal itu tidaklah mengalir sedemikian fleksibel -- tanpa syarat dinamika dan kemandekan. Sebab, bagi penulis bahakan jalannya kaderisasi formal dasar, Darul Arqam Dasar (DAD), masih menjadi desain agenda rutinitas tanpa penopang kaderisasi informal yang konsisten. Padahal berbicara desain kaderisasi yang rapi dan ditopang oleh korps pengelolaan perkaderan tersendiri, IMM masih lebih unggul dari yang lain. Harusnya antara yang formal dan informal lebih mudah berubah bukan?

Problemnya: Pertama, Di antara kepemimpinan dan keinstrukturan--tidak pernah terpisah secara struktural, juga minim untuk saling mengkondisikan roda kaderisasi IMM. Baik saat perkaderan, atau pasca-perkaderan (follow up, kelas belajar, dsj). Kedua, minus keberlanjutan kaderisasi formal sebagai syarat bagi perkembangan epistemik dan pemetaan problem IMM (DAM), dan perumusan konsep serta pemetaan gerakan IMM (DAP). Yang harusnya kedua-duanya terus ditopang oleh adanya Pelatihan Instruktur Madya (PIM) dan Instruktur Paripurna (PIM). Pada akhirnya, kaderisasi tidak lebih dari sekedar rutinitas semu, berulang, tak berkelanjutan, dan tidak kompatibel dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi, melalui organisasi IMM.

Kedua Minus Keberpihakan

Sebagai syarat keberadaan, harusnya di zaman yang serba dikondisikan oleh fundamentalisme pasar, kata Vedi Hadiz. Sederhananya, setelah segala sesuatu yang berurusan dengan ekonomi-politik; digeser dari sektor rill ke sektor informal. Dan didukung oleh agenda-agenda pembangunan para elite dan aliansi bisnis-politik (Oligark). Harusnya kita mulai sadar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun