Mohon tunggu...
Moh Fikli Olola
Moh Fikli Olola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berdikari Merah

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Menakar pembacaan Kekuasaan-Bisnis Lokal: Perampasan Lahan Petani Penggarap Kalasey Dua"

3 Juli 2022   19:37 Diperbarui: 3 Juli 2022   19:45 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


***
Ketika kawan-kawan datang ke Kalasey Dua, awal mula yang akan kawan-kawan temui selain YLBHI (LBH Manado). Di Masyarakat kawan-kawan akan bertemu Mami, Oma yo', Om Deni, Omandiyo', Aron serta warga yang lain. Oma Yo'--dengan kekayaannya pengalaman akan 'sejarah Tanah' sejak dari kakaek-nenek dan orang tua mereka. Bahkan Oma Yo' masih bisa menjelaskan dengan utuh jejak PT Asiatik 1912-1928. Bertemu Om Deni kita akan merasakan semangat mengorganisir dan penyadaran, bahwa tanah ini telah ada sejak dulu dari keberadaan Masyarakat Kalasey Dua, maka mempertahankannya ialah keharusan yang tak bisa diganggu-gugat, apa lagi hanya untuk memenuhi keinginan rente para pemerintah (Baca; kekuasaan-Bisnis). Dengan Mami', kita bisa menemukan kegigihan perjuangan yang utuh dalam mempertahankan Tanah. Deretan luka lama yang dirasakan: Hibah Tanah kepada; Bakamla, Asrama Brimob, serta Rumah Sakit Ratumbuisang, membuat Mami' tak mau lengah lagi untuk berjuang. Dan  pastinya dengan bertemu Aron, perjuangan kawan-kawan dan para petani yang antusias, akan lebih terasa. Aron, adalah seorang pemuda berusia 25 tahun, pemuda yang tak pernah putus asah--siang dan malam menemani perjuangan seluruh Solidaritas Petani Penggarap Kalasey Dua (Solipetra) di Asrama perjuangan dan posko petani.

Dari Aron lah kita menemukan semangat anak mudah yang tak pernah surut dari nafas perjuangan hingga saat ini. Aron lah yang selalu membuat saya selalu diliputi renungan panjang, saat pertama hari di Posko Perjuangan Solidaritas Petani Penggarap (Solipetra) Kalasey Dua. Di hari-hari pertama berada di Posko, Aron mengajak saya menjejaki sembari merenungi hidup para Petani di atas kebun produktif mereka, yang telah diturunkan sejak dari para nenek moyang mereka. Tanah yang utuh dan telah memenuhi hajat hidup anak & cucu mereka. Aron yang menandai penyalinan kenyataan atas kehidupan para petani di didepan hamparan dan bentangan tumbuhan pisang, yang selama ini menjadi komoditi utama para petani Kalasey Dua. Sebagai anak rantau yang hidup di Manado, bertemu pisang adalah kemewahan. Itu pun kalau pakai uang. Pisang hanya bisa ditemui saat ke pasar, Coffee-coffe, atau di Boulevard tempat para pedagang pesisir berjualan. Tanpa disadari semuanya merupakan hasil pertanian Petani Kalasey Dua, hyang menjadi "Suplayer" utama pisang di kota-kota dan kabupaten diluar. Utamanya Manado dan Minahasa. Melalui pisang kesinambungan hidup di Manado (kerja, budaya, agama dsj) bisa kita rasakan. Belum dengan komoditi yang lain, seperti kelapa, Pala, cengkih, buah-buahan, dan kebutuhan-kebutuhan pangan para warga petani penggarap Kalasey Dua. Sembari memberi informasi, sekejap Aron terlihat marah. Marah karena tanah ini jelas bukan hak dan lahan Konservatif seperti yang diandaikan oleh kekuasaan-Bisnis. "kenapa harus dirampas?," Aron menggantungkan pertanyaan: Kepada Kekuasaan-Bisnis, dan kepada kalian yang belum melawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun