Adapun alternatif solusi terhadap tantangan tersebut, yaitu sebelum melakukan coaching, coach tentu harus membuat suasana diskusi atau obrolan berlangsung hangat dan cair. Kemudian menjelaskan bahwa dalam proses coaching, coach dan coachee kedudukannya setara, tidak bermaksud menggurui ataupun menjadi seorang mentor. Kemudian coachee harus diberikan pemahaman dan menyusun terlebih dahulu tujuan coaching dilaksanakan serta coachee benar-benar ingin menemukan langkah-langkah perbaikan dari permasalahan yang dihadapi. Guru secara mandiri meningkatkan kemampuan komunikasi efektif bagaimana memberikan umpan balik dan pertanyaan terbuka yang berbobot sehingga mampu memfasilitasi coachee untuk menggali solusi.
Kemudian kegiatan supervisi akademik di masa lalu bagi saya pribadi merupakan kegiatan yang menegangkan dan kurang berdampak bagi peningkatan kompetensi yang saya miliki, karena setelah proses supervisi tidak terjadi dialog dua arah atau kesannya seperti dihakimi atau disidang ketika mendengarkan umpan balik dari kepala sekolah. Berbeda dengan kegiatan supervisi akademik atau observasi pembelajaran saat ini, khususnya setelah diterapkannya penilaian kinerja melalui aplikasi PMM, kepala sekolah mulai menerapkan prinsip coaching untuk supervisi akademik.Â
Meskipun masih belum menerapkan alur TIRTA dengan sepenuhnya saat proses pra observasi dan pasca observasi, dimana guru/coachee di tahap pra observasi digali lebih dalam terkait apa tujuan yang ingin dicapainya dalam belajar dan upaya/strategi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga coachee atau supervisee benar-benar dalam kondisi siap dalam melaksanakan supervisi akademik. Kemudian di tahap pasca observasi guru/coachee diminta merefleksikan atau memberi penilaian sendiri dari proses observasi dan kemudian diberikan penguatan-penguatan berdasarkan apa yang menjadi fokus pengamatan supervisor.Â
Saya juga pernah diberikan amanah untuk membantu kepala sekolah untuk melakukan observasi pembelajaran kepada beberapa rekan sejawat, namun karena keterbatasan pemahaman saya terkait coaching, yang saya lakukan adalah cenderung memberi solusi dari catatan proses pembelajaran kurang efektif, yang ternyata hal tersebut tidak tepat dilakukan oleh seorang supervisor/coach.
Setelah mempelajari modul 2.3 coaching untuk supervisi akademik, saya akan terus belajar dan meningkatkan kompetensi coaching agar mampu melaksanakan supervisi akademik di sekolah sesuai dengan paradigma berpikir coaching dan mampu memberdayakan potensi yang ada pada diri guru/coachee.
Pada modul 2.1 saya belajar tentang pembelajaran berdiferensiasi yaitu pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Kebutuhan belajar murid paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu minat belajar, kesiapan belajar, dan profil belajar murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru mendesain pembelajaran berdasarkan kebutuhan belajar murid agar potensi murid mampu dikembangkan secara optimal. Hal ini sesuai atau erat kaitannya dengan praktik coaching. Sebagai seorang coach harus mampu mengoptimalkan potensi coachee untuk menemukan rencana solusi dari permasalahan menggunakan alur TIRTA dan kompetensi coaching yang sudah dimiliki oleh coach.
Kemudian di modul 2.2 saya belajar tentang pembelajaran sosial dan emosional, yaitu pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah agar memiliki kompetensi sosial emosional yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Dalam pembelajaran sosial dan emosional terdapat teknik STOP dan mindfulness yang dilakukan untuk membuat suasana lebih tenang dan kondusif.Â
Sebagai seorang coach harus paham betul atau lebih peka terhadap kondisi dan situasi sebelum atau ketika proses coaching berlangsung agar berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan. Kemudian melalui kompetensi sosial emosional (KSE) yang baik, coach dapat terhindar dari memberi asumsi, memberi label/judge atau memotong pembicaraan coacheenya. Begitu juga bagi coachee yang memiliki KSE yang matang dapat mengambil keputusan yang berdampak dengan benar dan komitmen dalam menindaklanjutinya.
Adapun sumber belajar atau informasi lain di luar modul PGP untuk menguatkan praktik coaching maupun supervisi akademik, dapat dilakukan dengan berdiskusi dan sharing pengalaman dengan kepala sekolah saat pelaksanaan supervisi. Kemudian juga berdiskusi dengan rekan CGP, Fasilitator dan Pengajar Praktik serta menonton praktik baik dari rekan-rekan CGP angkatan sebelumnya terkait proses/pelaksanaan coaching untuk supervisi akademik. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut saya menjadi lebih siap dan percaya diri serta memaksimalkan kemampuan diri untuk mempraktikan coaching ke rekan guru dan murid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H