Mohon tunggu...
mohamad bajuri
mohamad bajuri Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru bloger

Tenaga pendidik di MTsN 3 Kebumen Jateng

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Apa Sih Kriteria Film Religi?

5 April 2023   22:50 Diperbarui: 5 April 2023   23:02 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Pada awal tahun ini MD Picture merilis sebuah film religi dengan judul "Bismillah Kunikahi Suamimu". Film yang diluncurkan pada tanggal 23 Februari 2023. 

Film yang disutaradarai Benni Setiawan mengusung tema kehidupan poligami. Di mana masyarakat Indonesia terutama wanitanya memiliki budaya tidak suka dipoligami. Hanya sedikit wanita Indonesia yang mau hidup berbagi cinta dengan perempuan lain. Tema poligami ini termasuk tema yang sensitif, mengingat karakter budaya perempuan Indonesia yang tidak suka suaminya berbagi cinta dengan perempuan lain.

Meski film ini bukanlah film tema poligami yang pertama kali di Indonesia. Sebelumnya sudah dirilis film dengan judul "Surga yang Tak Dirindukan," dengan sutradara Kunz Agus. Film ini dirilis tahun 2015. Film ini adaptasi dari novel karya Asma Nadia. Dan masih banyak lagi judul film yang bertema poligami."Bismilah Kunikahi Suamimu," dibintangi oleh Rizky Nazar, Mikha Tambayong, dan Syifa Hadju. 

Banyak sudah judul film bergenre religi yang dirilis yang mendapatkan hati di masyarakat. Sebut saja film berjudul "Ayat-ayat Cinta" keluaran MD Picture. Film yang mengambil gambar sesuai dengan alur dari novel ini disutradai oleh Hanung Bramantyo. Banyak adegan yang diambil di Mesir agar film mirip degan alur yang ada di novel.

Bahkan untuk menjadi pemeran di film ini pihak produser sampai rela untuk membuka audisi di 9 tempat. Syarat untuk bisa lolos audisi bisa dikatakan tidak mudah. Peserta dituntut untuk bisa berbahasa Arab, good looking, dan sholeh/sholihah.

Film yang ditonton oleh 3.581.947 orang merupakan film yang diadaptasi dari novel karya Habiburrahman El Shirazy. Konon film ini meraup keuntungan hinggamencapai angka 107 Milyar rupiah. Luar biasa bukan?

Masih banyak lagi judul film bergenre religi yang meraup sukses di tanah air. Sebut saja film Ketika Cinta Bertasbih, Sang Pencerah, Hafalan Sholat Delisa, Negeri Lima Menara, 99 Cahaya di Langit Eropa, Hijrah Cinta, Ketika Mas Gagah Pergi The Movie dan masih banyak lagi.

Pernah tidak sih bertanya tentang kriteria film yang bagaimana hingga bisa dikategorikan sebagai film religi? Jujur saja kadang ketika melihat sebuah film religi masih menyajikan gambar yang tidak senonoh. Atau mengandung perkataan yang tidak sopan dalam dialog film. Sampai-sampai kita yang nonton bertanya,"Katanya film religi, kok begini ya. Banyak adegan yang tidak pantas ditonton oleh orang."

Menurut Dr Lukmanul Hakim, Direktur LPPOM MUI dalam sebuah acara workshop dan seminar film islami ASEAN mengatakan tentang kriteria sebuah film islami. Saat itu beliau menghadiri acara tersebut atas prakarsa dan kerjasama antara  MUI dan Kementerian Agama Republik Indonesia.

Lebih lanjut beliau memerinci kriteria film islami. Sebuah film bisa dikategorikan  film islami setidaknya harus memenuhi empat unsur. Unsur pertama yaitu fashion, bagaimana pakaian yang digunakan untuk take adegan. Kostum yang dipakai vulgar atau menutupi aurat. Bahkan lekuk-lekuk tubuh yang menonjol tidak boleh nampak, Pakaian yang dikenakan mestinya bisa menutupi lekuk-lekuk tubuh. Kalau putri pakai kerudung apa tidak.

Kriteria ke-dua yaitu lifestyle yang terlalu borjuis yang tidak peduli fakir miskin. Gaya hidup dalam alur cerita film menunjukkan kepedulian kepada fakir miskin.

Kriteria ke-tiga yaitu produk halal. Saat take adegan makan di sebuah restoran  mestinya tempat makan itu sudah mengantongi sertifikat halal. Jadi kalau adegan makan di sebuah restoran yang belum mengantongi sertifikat halal, maka film itu bisa dikategorikan bukan film islami.

Kriteria ke-empat yaitu wisata halalnya. Ketika adegan wisata di pantai tidak menampilkan gambar vulgar. Maka para sineas film mesti bisa memilih pantai mana yang aman untuk adegan wisatanya.

Ternyata tak mudah ya sebuah film masuk kategori film religi. Permasalahan ini menjadi bahan yang harus diselesaikan produser film.

Kadang sutradara ketika menggarap film ingin menyajikan kondisi real yang mirip dengan kehidupan nyata, kehidupan asli yang bukan rekaan. Inilah tantangan terbesar untuk membuat film religi. 

Jadi produser mesti berhati-hati dan sangat teliti ketika menggarap film religi. Jangan sampai film religi terkesan tidak religi. Ambyar kan.

Demikian ulasan singkat semoga bermanfaat.

Selamat malam dan salam Literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun