Mohon tunggu...
mohamad bajuri
mohamad bajuri Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru bloger

Tenaga pendidik di MTsN 3 Kebumen Jateng

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Boleh Bersamanya, Asal...

11 November 2022   22:06 Diperbarui: 11 November 2022   22:07 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika anak-anak memasuki masa remaja, perkembangan psikologinya juga mulai menglami kemajuan. Yang tadinya memiliki cinta hanya dengan keluarga dan teman, kini mulai timbul hasrat untuk dekat dengan lawan jenis. Perhatian dan kesenangan mulai terpecah dengan adanya makhluk baru itu.

Makhluk baru begitulah istilahnya. Dia yang hadir menyelinap dalam bilik pikiran dan perasaaan anak remaja. Sosoknya bisa menyita begitu banyak waktu dan perhatian. Bahkan bisa mengalami sakit dan stress gegara ada masalah dengan dia.

Yah, dialah teman baru anak kita. Pacar. Dialah yang sudah mencuri perhatian dan waktu anak kita. Akhirnya perhatian kepada orang tua berkurang. Komunikasi dengan orang tua juga mengalami penurunan intensitas.

Nah bagaimana kita sebagai orang tua bersikap terhadap anak sendiri yang mulai tertarik dengan lawan jenis? 

Pertama kita sebagai orang tua merasa bersyukur bahwa anak kita tumbuh menjadi anak yang normal. Anak yang kita sayangi selama ini tidak mengalami disorientasi seksualitas. Normal, laki-laki tertarik dengan perempuan dan sebaliknya. Normal secara seksual. 

Kedua, sebagai orang tua harus meiliki rambu-rambu yang jelas dan mudah diterima bagi anak ketika anak memutuskan untuk dekat dengan lawan jenis.

Nah rambu-rambu yang bagaimana yang bisa membuat orang tua nyaman dan anak juga merasa tidak terkekang. Ini sangat penting bagi perkembangan psikologis anak. Mengingat ketika kita melarang anak untuk dengan lawan jenis, malah yang terjadi adalah hal buruk yang sangat merugikan.

Bisa jadi ketika anak dilarang untuk dekat dengan lawan jenis mereka main jalan belakang. Di hadapan orang tua mereka seolah taat, namun mereka mencari waktu untuk pacaran. 

Bahanya adalah mereka bisa kebablasan dalam pacaran. Artinya bahwa ketika mereka dilarang justru mereka akan melampiskannya secara sembunyi dengan melebihi batas-batas aturan orang berpacaran.

Rambu-rambunya adalah orang tua harus tahu dengan persis teman barunya. Saya pernah memberlakukan hal ini dengan anak sulung.

Orang tua harus kenal dengan teman wanitanya. Latar belakang orang tua juga harus jelas. Hal ini untuk memastikan bahwa teman anak kita adalah dari keturunan orang baik. Dan tak jarang pula saya mengajak ketemuan hanya untuk sekedar mengobrol dengan teman dekat anak.

Saya juga katakan kepada anak sulung bahwa saya sebagai orang tua akan merasa bahagia jika kabar itu datang dari diri anak. Dibandingkan jika kabar itu saya dengar dari mulut orang lain. 

Jadi  jika ada masalah yang berkaitan dengan hubungan dengan pacar harus cerita kepada kedua orang tua. 

Harus ditandaskan ke anak bahwa pacaran itu hanya sebatas teman dekat. Teman dekat itu bukan seorang istri yang halal. Jadi tidak boleh duduk berdekat dekatan, karena belum masanya. Belum halal pegang tangannya. Apalagi pegang yang lain.

Anak juga diberi penawaran pilihan. Jika berpacaran bisa membuat semangat belajar itu boleh-boleh saja. Namun jika menjalin hubungan itu hanya membuat terlibat perbuatan maksiat dan menurunkan semangat belajar lebih baik tidak perlu dilakukan. Anak nantinya akan berpikir dan membuat pilihan. Apapun pilihan anak orang tua harus dukung.

Tanyakan ke anak bahwa apakah dirinya sudah siap menerima resiko dan konsekuensi punya pacar. Karena banyak resiko dan konsekuensi dari orang yang punya pacar. Sebagai orang tua bolehlah berbagi pengalaman tentang untung dan ruginya orang memiliki pacar. Boleh bercerita tentang pengalaman pribadi atau pengalaman dari orang lain.

Perlu disampaikan juga bahwa kemungkinan orang yang berpacaran sejak remaja sembilan lima persen yang gagal. Lima persen sisanya sampai ke jenjang pernikahan. Artinya kemungkinan besar suatu saat hubungan itu akan putus. Siapkah anak kita?

Kesimpulan dari uraian singkat saya kali ini adalah, merasa bersyukur jika anak sudah mulai tertarik dengan lawan jenis. Sebagai orang tua merasa senang jika anak-anak tumbuh normal secara fisik dan psikologis. Artinya anak tidak mengalami disorientasi seksual.

Rambu-rambu aturan pertemanan dengan lawan jenis harus jelas dan mudah dimengerti oleh anak. Jangan sampai anak merasa dikekang, karena bisa menimbulkan efek yang negatif.

Nah demikian tadi tulisan saya semoga bermanfaat. Salam sehat sejahtera selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun