Mohon tunggu...
Mohamad Asrori Mulky
Mohamad Asrori Mulky Mohon Tunggu... Dosen - Penyintas di Jalan Ilmu

Penyintas di Jalan Ilmu, Pernah Nyantri di PonPes Subulussalam, Kresek, Banten dan Pondok Tahfidz Daarul Qur'an, Cikalahang Dukupuntang, Cirebon.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendialogkan Isra dan Mikraj

23 Maret 2021   10:47 Diperbarui: 27 Maret 2021   07:38 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nabi Muhammad tak pernah bermaksud membuat Kota Madinah (tadinya Yasrib) tanpa tujuan. Madnah yang berarti "kota" berasal dari akar kata yang sama dengan "madaniyah" dan "tamaddun" yang artinya peradaban. Civilization dalam bahasa Inggris. Dan karena itu secara harfiah "madnah" adalah tempat peradaban atau suatu lingkup hidup yang ber-adab (kesopanan, "civility"), tidak "liar".

Nurcholish Madjid (Cak Nur) tidak cukup sekali mengagumi nilai-nilai keadaban dalam Piagam Madinah yang dibuat Nabi. Sebagai sebuah konstitusi yang disepakati kala itu, juga telah dipandang oleh Robert N Bella, terlampau mendahului zamannya dan teramat modern di masanya. Madinah adalah kota yang diimajinasikan Nabi untuk menjadi antitesa dari pola kehidupan masyarakat baduy yang hidup "liar" dan jauh dari peradaban.

isra-dan-mikraj1-605a2967d541df0d8902ba82.jpeg
isra-dan-mikraj1-605a2967d541df0d8902ba82.jpeg
Di tengah kemelut hidup berbangsa, bernegara dan beragama dengan sejumlah persoalannya---korupsi yang belum teratasi, kemiskinan yang makin bertambah, hukum yang masih bermasalah, ekonomi nasional yang terus melemah, politik identitas yang mencederai takdir keragaman, perilaku elite yang kian jauh dari harapan, kemunculan populisme Islam yang bernada sumbang demi tujuan politik kekuasan, dan dampak wabah COVID 19 yang melumpuhkan hampir semua sektor kegiatan, maka semangat Isra dan Mikraj tahun ini memperoleh momentumnya.

Semua elemen masyarakat, mulai elite pemerintah, politisi, konglomerat, agamawan, hingga warga negara biasa, mesti melakukan Isra. Yaitu kontemplasi dan perenungan pada malam hari atas kondisi riil masyarakat yang tengah dihadapi. Dan dalam pada waktu itu juga, upaya Mikraj perlu dilakukan. Yaitu meningkatkan ibadah formal agar lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memohon pertolongan kepada-Nya.

Sekali lagi, spirit Isra dan Mikraj harus kita terjemahkan kedalam kehidupan nyata. Sebab ikhtirah nyata mendialogkan keduanya akan melahirkan manusia yang unggul dan berkemajuan. Perenungan yang mendalam (Isra) terhadap realitas emperik sangat mungkin melahirkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang baru, yang bermanfaat bagi bangsa ini. Dan penyucian batin melalui ibadah-ibadah formal (Mikraj) bisa jadi akan menyelamatkan kita dan bangsa ini dari segala macam bencana dan musibah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun