Saat memasuki perguruan tinggi, gejala ketidaknyamanan itu masih bertahan. Ketika melakukan daftar ulang saya pernah kehilangan dokumen karena dirundung perasaan cemas dan panik tanpa sebab yang jelas saat nama saya disebut dalam daftar antrian.
Alih-alih bersemangat, dada saya berdebar hebat ketika memasuki halaman kampus. Tentu saja bukan debar dada Majnun saat menatap sinar rembulan menerpa rumah Layla. Pikiran saya membayangkan sederet situasi baru yang harus saya alami.
Rasa takut bayangan kegiatan ospek yang menyeramkan, wajah-wajah mahasiswa senior yang memandang dengan tatapan sinis, gambaran ruang kuliah yang serius dan menegangkan, sampai ekspresi dosen yang tidak ramah terhadap kelambanan akademik mahasiswanya.
Apa yang saya bayangkan di atas pada dasarnya dipengaruhi oleh perasaan tidak percaya diri. Saya merasa tidak memiliki penampilan yang cukup menarik, tidak memiliki kelebihan yang patut ditonjolkan atau kemampuan untuk menarik perhatian orang lain, dan berbagai faktor internal lainnya.
Semua bentuk ketidaknyamanan itu menjadi semacam gangguan psikologis yang selalu membayangi pikiran dan perasaan saya secara tiba-tiba. Gangguan itu itu muncul mendadak tanpa sebab yang jelas. Ia datang sekonyong-konyong menghempas pikiran dan perasaan saya.
Saya seolah terombang-ambing di atas hamparan samudera bagai sebuah biduk tengah dihantam gelombang besar dari semua penjuru. Saya menjadi oleng dan limbung. Nyali saya menciut. Serasa dunia sekitar tidak memberikan fitur kenyamanan untuk bersandar.
Tentu saja ini menjengkelkan. Saya selalu merasa iri dengan orang lain yang terlihat santai ketika berada di lingkungan baru. Mereka begitu mudah beradaptasi, tertawa lepas, dan ngobrol bebas dengan orang lain. Saya selalu membayangkan dapat merasa santai dan nyaman saat menghadapi situasi baru sebagaimana diperlihatkan banyak orang.
Kondisi itu terus berlanjut sampai saya memasuki profesi sebagai guru. Memulai debut sebagai guru, masa awal menjadi fase yang berat. Saya selalu merasakan kekecutan yang luar biasa ketika mendapatkan tugas untuk mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang, semisal, pelatihan, menjadi MC, mewakili rapat kepala sekolah, dan tugas lain di luar kegiatan belajar mengajar.
Saya berpijak dalam lingkaran rasa takut berlebihan tanpa alasan. Mungkinkah saya mengalami ketakutan wajar atau fobia?
Antara Takut dan fobia
Fakta psikologis yang saya rasakan di atas membawa saya pada sebuah pertanyaan. Apakah saya hanya sekadar dihadapkan pada rasa takut biasa atau saya seorang fobia?
Mari kita lihat!