Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Santukaka Perlawanan terhadap Dominasi Jakartasentris dan Budaya Ibu Kota

9 September 2024   10:36 Diperbarui: 9 September 2024   16:39 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dialek lainnya adalah dialek sosial atau sosiolek. Dialek ini merupakan pengelompokan dialek yang berlaku dan digunakan dalam kelompok sosial atau yang menandai strata sosial tertentu. Kelompok sosial yang dimaksud mengacu pada golongan masyarakat dengan kesamaan profesi, status sosial, atau kesamaan dalam bidang kemasyarakatan. Misalnya, dialek remaja, dialek pedagang di pasar, dialek akademisi, atau dialek lain dalam komunitas tertentu. 

Di samping dua dialek di atasada dialek temporal atau dialek historis. Dialek ini merujuk secara khusus kepada bentuk bahasa yang diperbedakan menurut pemakaiannya pada kurun waktu tertentu.

Contoh yang kerap disebut dalam berbagai sumber untuk dialek temporal ini, yaitu, dialek Melayu kuno, dialek Melayu klasik, dan dialek Melayu modern.

Dalam konteks keragaman bahasa daerah, bahasa Indonesia menjadi sesuatu yang unik. Keragaman itu melahirkan keragaman dialek bahasa Indonesia itu sendiri.

Hal ini juga sekaligus menjadi sebuah keistimewaan karena bahasa Indonesia tetap dapat berfungsi dengan baik sebagai alat komunikasi antar daerah dalam pergaulan sehari-hari. 

Dengan dialek yang berbeda penutur bahasa Indonesia dapat saling berkomunikasi tanpa hambatan atau kendala semantik. Sebagai ilustrasi, saya tidak memiliki kesulitan untuk melakukan komunikasi dengan orang Papua walaupun menggunakan dialek yang berbeda selama menggunakan bahasa Indonesia. 

Perbedaan dialek bahasa Indonesia tidak lepas dari keragaman bahasa daerah di wilayah Nusantara. 

Keberagaman bahasa daerah di atas secara niscaya membentuk dialek bahasa Indonesia yang juga menunjukkan keberagaman. Jika ada 718 bahasa daerah, berarti ada kemungkinan jumlah dialek bahasa Indonesia yang ekuivalen dengan jumlah bahasa daerah tersebut. 

Namun di balik keberagaman itu, selama ini ada perilaku berbahasa yang berkembang dimana penggunaan dialek tertentu dinilai lebih "bergengsi" daripada dialek lainnya.

Perilaku berbahasa ini sering ditunjukkan oleh anak-anak daerah (luar Jakarta) yang memandang lebih keren menggunakan Bahasa Indonesia dialek ragam Jakarta dibandingkan dengan ragam bahasa daerah lain. 

Mantan Ketua Masyarakat Linguistik Indonesia Katharina Endriati Sukamto menghubungkan perilaku berbahasa ini dengan fenomena Jakartasentris. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun