Orang lebih memilih zona nyaman karena adanya kekuatan yang menariknya dari belakang untuk menghindari tekanan kerja karena membutuhkan energi lebih banyak untuk berpikir, belajar, dan menyita waktu. Pada titik ini, mereka akan menggunakan serangkaian perilaku yang terbatas untuk mendapatkan hasil kerja yang tidak berubah dari waktu ke waktu.
Sepintas orang terlihat tenang dan damai dalam zona nyaman. Dia tampak tidak memiliki masalah dalam menjalankan profesinya. Meski demikian mereka pada dasarnya mengalami kesulitan untuk mengembangkan diri. Selebihnya, mereka akan mengalami kepanikan saat menghadapi sebuah tuntutan perubahan dan tugas-tugas tertentu yang tidak dapat dihindari, sebagaimana yang dihadapi guru di atas.
Keluar dari zona nyaman berarti seseorang harus menanggalkan prinsip "saya tidak mau ambil pusing". Mereka akan keluar dari cangkangnya dan menantang risiko kecemasan atau stres yang mungkin ditimbulkan.
Mereka yang mampu keluar dari zona nyaman berarti siap menghadapi dunia dengan berbagai tekanan dan tuntutan. Berada di luar zona nyaman tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan tetapi merupakan sebuah tantangan yang dapat menumbuhkan keberanian untuk menerima risiko dan konsekuensi.
Mereka yang tegak melangkah keluar dari zona nyaman menyadari bahwa tantangan itu dapat diatasi dengan berupaya mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan, dan memperluas cakrawala berpikir.
Adanya keberanian itu didasari oleh sebuah keyakinan bahwa tantangan itu dapat dilewati dengan membangun pola pikir berkembang atau growth mindset---pola pikir yang menganggap keberhasilan dan kemampuan seseorang dapat berkembang melalui waktu, usaha, proses, dan ketekunan.
Dalam konteks pendidikan, adanya guru yang masih berada pada comfort zone kerap menjadi salah satu tersangka penyebab masalah di satuan pendidikan.
Dalam sebuah pelatihan kepala sekolah yang pernah saya ikuti, peserta ditugaskan untuk mengisi lembar kerja dengan menceritakan situasi di satuan pendidikan masing-masing. Saat mempresentasikan hasil kerja, salah satu permasalahan paling umum peserta adalah kecenderungan guru untuk bertahan pada zona nyaman.
Indikator yang menunjukkan comfort zone, salah satunya, guru cenderung melaksanakan pembelajaran yang monoton. Hal ini ditandai dengan pemilihan metode dan strategi pembelajaran yang tidak berubah serta penggunaan sumber-sumber belajar yang hanya bersifat tekstual dan terbatas. Mereka enggan untuk menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan konten pembelajaran yang bersifat kontekstual.
Indikator lainnya mereka tidak tertarik pada inovasi pembelajaran dan merasa tidak nyaman dengan perubahan kurikulum dan teknologi pembelajaran sehingga merasa tidak perlu mempelajari hal-hal baru yang berkembang.
Para penganut zona nyaman juga dapat diduga kurang berinteraksi dengan teman sejawat dalam rangka berbagi pengalaman dan ide pembelajaran maupun penggunaan teknologi dalam pembelajaran.