Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Comfort Zone, Area Nyaman yang Harus Ditinggalkan Guru

26 Agustus 2024   11:14 Diperbarui: 27 Agustus 2024   16:36 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru mengajar (Sumber SHUTTERSTOCK/MASROB via Kompas) 

Orang lebih memilih zona nyaman karena adanya kekuatan yang menariknya dari belakang untuk menghindari tekanan kerja karena membutuhkan energi lebih banyak untuk berpikir, belajar, dan menyita waktu. Pada titik ini, mereka akan menggunakan serangkaian perilaku yang terbatas untuk mendapatkan hasil kerja yang tidak berubah dari waktu ke waktu.

Sepintas orang terlihat tenang dan damai dalam zona nyaman. Dia tampak tidak memiliki masalah dalam menjalankan profesinya. Meski demikian mereka pada dasarnya mengalami kesulitan untuk mengembangkan diri. Selebihnya, mereka akan mengalami kepanikan saat menghadapi sebuah tuntutan perubahan dan tugas-tugas tertentu yang tidak dapat dihindari, sebagaimana yang dihadapi guru di atas. 

Keluar dari zona nyaman berarti seseorang harus menanggalkan prinsip "saya tidak mau ambil pusing". Mereka akan keluar dari cangkangnya dan menantang risiko kecemasan atau stres yang mungkin ditimbulkan. 

Mereka yang mampu keluar dari zona nyaman berarti siap menghadapi dunia dengan berbagai tekanan dan tuntutan. Berada di luar zona nyaman tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan tetapi merupakan sebuah tantangan yang dapat menumbuhkan keberanian untuk menerima risiko dan konsekuensi. 

Mereka yang tegak melangkah keluar dari zona nyaman menyadari bahwa tantangan itu dapat diatasi dengan berupaya mengembangkan diri, meningkatkan kemampuan, dan memperluas cakrawala berpikir. 

Adanya keberanian itu didasari oleh sebuah keyakinan bahwa tantangan itu dapat dilewati dengan membangun pola pikir berkembang atau growth mindset---pola pikir yang menganggap keberhasilan dan kemampuan seseorang dapat berkembang melalui waktu, usaha, proses, dan ketekunan.

Dalam konteks pendidikan, adanya guru yang masih berada pada comfort zone kerap menjadi salah satu tersangka penyebab masalah di satuan pendidikan. 

Dalam sebuah pelatihan kepala sekolah yang pernah saya ikuti, peserta ditugaskan untuk mengisi lembar kerja dengan menceritakan situasi di satuan pendidikan masing-masing. Saat mempresentasikan hasil kerja, salah satu permasalahan paling umum peserta adalah kecenderungan guru untuk bertahan pada zona nyaman. 

Indikator yang menunjukkan comfort zone, salah satunya, guru cenderung melaksanakan pembelajaran yang monoton. Hal ini ditandai dengan pemilihan metode dan strategi pembelajaran yang tidak berubah serta penggunaan sumber-sumber belajar yang hanya bersifat tekstual dan terbatas. Mereka enggan untuk menyesuaikan tujuan pembelajaran dengan konten pembelajaran yang bersifat kontekstual. 

Indikator lainnya mereka tidak tertarik pada inovasi pembelajaran dan merasa tidak nyaman dengan perubahan kurikulum dan teknologi pembelajaran sehingga merasa tidak perlu mempelajari hal-hal baru yang berkembang.

Para penganut zona nyaman juga dapat diduga kurang berinteraksi dengan teman sejawat dalam rangka berbagi pengalaman dan ide pembelajaran maupun penggunaan teknologi dalam pembelajaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun