Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Smartphone adalah Candu, Sebuah Kekhawatiran

17 Agustus 2024   20:08 Diperbarui: 17 Agustus 2024   20:42 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ponsel dengan jaringan seluler untuk mengakses internet (SHUTTERSTOCK/NUCHYLEE via Kompas)

"Smartphone adalah candu." Pernyataan ini bisa benar tetapi bisa juga mengandung kesalahan. Nilai kebenarannya bersifat situasional, sangat tergantung pada cara seseorang menggunakannya dan situasi atau keadaan yang dihadapinya.

Dewasa ini kehadiran gawai jenis smartphone atau ponsel pintar bagi banyak orang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dilansir dari laman Investor, di Indonesia saja pengguna ponsel pintar telah mencapai sekitar 190 juta orang sampai akhir 2023. 

Sementara secara global penggunanya mencapai 7,2 miliar pada kuartal pertama tahun 2024. InI berarti lebih dari 80% dari 8.9 miliar penduduk bumi memiliki smartphone. (Sindonews, 16/07/2024).

Banyak kelompok profesi yang tidak dapat melepaskan diri dari smartphone. Para pelaku bisnis, jurnalis, dokter, polisi, guru, sampai kang ojol hampir tidak dapat bekerja ketika tidak didampingi smartphone. Kelompok ini secara umum menempatkan smartphone sebagai alat bantu dalam menjalani profesinya. Namun harus diakui sebagian dari mereka juga banyak menggunakannya untuk mengakses media sosial yang kerap dipandang sebagai pengalih perhatian dari kehidupan nyata.

Cukup beralasan pula jika smartphone dipahami sebagai candu. Di luar penggunaannya sebagai alat bantu dalam bekerja, banyak pula orang yang mengalami kesulitan terlepas dari ponsel pintar. 

Gejala kecanduan ditandai dengan kegelisahan saat kehilangan jaringan internet atau kehabisan baterai. Gejala lainnya ditunjukkan oleh kecenderungan seseorang mengabaikan aktivitas lain dan memilih bermain ponsel. Mereka kesulitan fokus dalam percakapan dan menyelesaikan pekerjaan, terkekang media sosial, dan menjadi penyendiri dalam keramaian dunia nyata. 

𝙏𝙪𝙠𝙖𝙣𝙜 𝙆𝙪𝙣𝙘𝙞 𝙙𝙖𝙣 𝙉𝙚𝙩𝙧𝙖𝙡𝙞𝙩𝙖𝙨 𝙏𝙚𝙠𝙣𝙤𝙡𝙤𝙜𝙞

Dua minggu yang lalu saya kehilangan kunci motor. Sayapun mendatangi tukang kunci untuk membuat duplikatnya agar sepeda motor bisa dihidupkan. Hanya membutuhkan waktu kurang dari 5 lima menit tukang kunci itu sudah berhasil membuat duplikatnya.

Inti pembuatan kunci di atas bukan terletak pada kecepatan membuatnya. Hal yang penting dari keterampilan tukang kunci itu terletak pada pemanfaatan keterampilan sebagai sumber penghasilan.

Dengan mengandalkan keahlian dan perangkat sederhana yang dibutuhkan tukang kunci itu memilih membuka jasa pembuatan kunci untuk menafkahi keluarganya agar tetap dapat bertahan hidup.

Di sudut yang berbeda sejumlah orang harus berurusan dengan hukum karena menggunakan keahlian yang sama untuk tujuan yang salah. Dengan keahlian serupa mereka melakukan pembobolan toko, pencurian sepeda motor, atau aksi kejahatan lainnya. 

Fakta di atas menunjukkan bahwa sebuah pengetahuan (keterampilan) dapat dikuasai oleh beberapa orang. Namun pengetahuan itu dapat digunakan dengan motivasi dan tujuan yang berbeda dan bertentangan.

Satu hal yang patut diingat bahwa ilmu pengetahuan itu bersifat netral (Rahmat, dkk: 2015). Pengetahuan secara intrinsik tidak mengenal sifat-sifat baik atau buruk. Nilai pengetahuan ditentukan oleh manusia sebagai pemilik atau penggunanya.

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Teknologi diandaikan sebagai penerapan dari ilmu pengetahuan. Di satu sisi, teknologi tidak akan ditemukan tanpa kehadiran ilmu pengetahuan. Di sisi lain, ilmu pengetahuan tidak akan memberikan dampak signifikan tanpa penerapan (teknologi) 

Dengan memahami hubungan ini, kita dapat menyadari bahwa smartphone sebagai salah satu bentuk teknologi juga bersifat netral. Telepon pintar an sich tidak menawarkan manusia nilai apapun. Nilai kebermanfaatannya ditentukan oleh penggunanya. Smartphone akan bernilai manfaat jika digunakan sebagai media untuk belajar, berkomunikasi secara sehat dengan orang lain, atau sebagai media untuk menemukan kesehatan mental.

Pada ujung yang berlawanan, ponsel pintar akan mempengaruhi perilaku individu dan kebiasaan sosial kita ketika tenggelam dalam dunia online. Banyak orang tua mengeluh akibat pemakaian smartphone berlebihan oleh anak-anaknya---pola istirahat yang buruk, menyempitnya lingkungan sosial, kurangnya aktivitas fisik, sampai tidak fokus saat orang tua mengajak bicara, merupakan hal-hal yang kerap dikeluhkan. 

𝙎𝙚𝙡𝙖𝙡𝙪 𝘼𝙙𝙖 𝙆𝙚𝙠𝙝𝙖𝙬𝙖𝙩𝙞𝙧𝙖𝙣

Setiap teknologi baru muncul selalu diikuti dengan kekhawatiran. Pada masanya televisi pernah merasuki pikiran banyak pihak dengan berbagai kekhawatiran terhadap dampak yang dapat ditimbulkan. Orang-orang mengalami kepanikan dan khawatir dengan sejumlah tayangan tidak mendidik yang dihadirkan stasiun televisi. 

Smartphone menjadi teknologi paling intim hari ini, lebih intim dari pasangan intim. Ponsel pintar ada di saku. Kita menentengnya sambi melangkah, menggantungnya bersama tas kecil di pinggang, menempelkannya di wajah, dan menempatkannya di tempat yang mudah dijangkau saat tidur.

Dalam ponsel pintar ada dompet digital, daftar kontak keluarga dan sahabat. Smartphone adalah navigasi perjalanan, pasar online, menyimpan data pribadi, menghiburmu dengan lagu-lagu yang paling disukai. Smartphone memberikan kesempatan bersenang-senang melalui game, menjadi ruang untuk menunjukkan kegembiraan, kesedihan, dan kemarahan.

Smartphone lebih dari sekadar televisi yang memberimu informasi yang masih mengalami filter. Smartphone tidak. Kita dapat menjelajah kehidupan manusia dengan jangkauan hampir tanpa batas. Maka pantas saja ada kekhawatiran.

Orang-orang berhak khawatir atas penggunaan smartphone tetapi kita juga harus optimis karena manfaatnya yang begitu besar baik secara pribadi maupun sosial. Sekali lagi, ini sangat tergantung bagaimana kita memperlakukannya. 

𝙎𝙢𝙖𝙧𝙩𝙥𝙝𝙤𝙣𝙚 𝙙𝙖𝙣 𝙋𝙚𝙣𝙜𝙖𝙡𝙖𝙢𝙖𝙣 𝙋𝙧𝙞𝙗𝙖𝙙𝙞 

Sebenarnya saya tidak memiliki pengalaman pribadi yang istimewa dalam penggunaan smartphone. Sama dengan orang kebanyakan, smartphone menjadi bagian dari keseharian saya. 

Saya tidak ingat sudah berapa lama saya menggunakan smartphone. Saya hanya ingat bahwa sejauh ini saya tidak pernah membeli smartphone baru.

Terhitung tiga kali saya menggunakan smartphone yang berbeda. Artinya, saya sudah tiga kali mengganti smartphone. Namun sejak smartphone pertama sampai terakhir semua smartphone itu second. Penggantiannya bukan karena latah mengikuti gengsi. Kinerja smartphone yang lamban dan kondisi rusak menjadi salah satu alasannya.

Alasan memilih barang second soal lain. Ini terutama karena membeli yang baru akan lebih mahal ketimbang smartphone bekas. Saya memilih mengganti smartphone dengan tukar tambah--transaksi di mana seseorang menjual barang miliknya untuk diberikan barang lain dan membayar kekurangan harganya.

Smartphone, seperti kebanyakan orang, memberikan saya kemudahan untuk berbagai keperluan mendesak dalam urusan keluarga dan pekerjaan. 

Sesekali saya mendengar musik, lihat youtube, menonton film pendek tiktok, atau menengok beranda facebook dan twitter. Namun ini bagian yang tidak rutin. 

Saya akui bahwa saya juga pernah keranjingan medsos. Tidak update status sehari saja rasanya seperti terlambat naik pesawat. Namun saya tahu bahwa media sosial merupakan ruang publik. Saya menghindari kesan pamer (karena saya tidak memiliki sesuatu yang dapat dipamerkan). Saya juga menjauhi sikap narsis apalagi mengumbar permasalahan pribadi atau keluarga. 

Pada titik tertentu akhirnya saya sadar bahwa larut dalam dunia media sosial bukan sesuatu yang membuat saya berkembang. Namun itu tidak berarti saya meninggalkan medsos. Saya tetap menggunakan media sosial tetapi tidak rutin seperti orang minum obat tiga kali sehari.

Sampai pada akhirnya melalui smartphone saya menemukan media untuk mengekspresikan ide atau pengalaman dengan cara menulis. Salah satunya kompasiana.

Saya harus mengakui bahwa saya dan banyak orang tidak dapat terpisah dari smartphone. Namun kita juga dituntut bijaksana dalam penggunaannya.

Lombok Timur, 17 Agustus 2024

Sumber:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun