Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Panen Perdana Gamagora 7 dan Napak Tilas Kejayaan Gogo Rancah di NTB pada Era Orde Baru

13 Agustus 2024   21:11 Diperbarui: 13 Agustus 2024   22:19 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana panen perdana padi Gamagora 7 di Desa pengembur Lombok Tengah (Dokumen Mahasiswa KKN Unram)

Artikel ini sebenarnya hasil liputan seorang mahasiswa KKN Universitas Mataram yang dipusatkan di Desa Pengembur, Kecamatan Pujut Lombok Tengah. Aurel, nama mahasiswa itu, meminta saya menulis kegiatan panen perdana ujicoba penanaman padi Gamagora 7 di Desa Pengembur, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Aurel yang tengah mengikuti kegiatan KKN menghubungi saya via whatsapp dan menawarkan materi artikel dengan melampirkan garis besar. Saya pikir tidak ada salahnya menerima tawaran itu. 

Gamagora 7 (Gajah Mada Gogo Rancah 7) adalah sebuah varietas padi hasil penelitian Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada yang diluncurkan melalui SK Pelepasan Kementerian Pertanian pada 28 Maret 2023 . Padi ini merupakan varietas ke tiga yang diluncurkan UGM. 

Penanaman padi Gamagora yang dilakukan di Desa Pengembur merupakan penanaman ujicoba yang melibatkan Bank Indonesia, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah, dan Remaja Tani Desa Pengembur. Uji coba ini ditandai dengan penanaman perdana (kickoff) di Nusa Tenggara Barat tanggal 16 Mei 2024 silam. Pelibatan remaja tani Desa Pengembur merupakan langkah penting bagi pemerintah untuk mendorong keterlibatan anak-anak muda  di dunia pertanian.

Kepala BI NTB, Berry Arifsyah Harahap, meyakini bahwa tanaman padi varietas Gamagora 7 memiliki keistimewaan yang spesifik. Varietas ini disebut-sebut sebagai tanaman amphibi karena cukup tahan terhadap perubahan iklim. Padi ini dipercaya dapat tumbuh tidak saja pada daerah dengan air yang melimpah tetapi juga pada lahan tadah hujan atau daerah kritis. Desa Pengembur dipandang tepat sebagai lokasi ujicoba karena petani setempat hanya mengandalkan curahan hujan untuk menanam padi.

Keunggulan lainnya, hasil panen Gamagora 7 dapat mencapai margin yang lebih besar dari jenis padi lainya. Gamagora 7 mampu menghasilkan produksi padi lebih maksimal. Dibandingkan dengan rumpun padi yang dihasilkan varietas Inpari, misalnya, Gamagora 7 dapat memiliki rumpun dua kali lebih banyak. Perkiraan hasil gamagora 7 dapat bisa mencapai 8-10 ton padi untuk setiap hektar. Hal ini tentu dapat meningkatkan produktivitas dan berdampak pada kesejahteraan petani. .

Padi varietas Gamagora 7 juga memiliki masa tanam yang lebih singkat. Tanaman ini hanya membutuhkan waktu sekitar 73 hari untuk dipanen. Usia tanam ini lebih singkat dibandingkan padi jenis lain yang bisa mencapai lebih dari 100 hari.

Asisten II Setda Kabupaten Lombok Tengah H. Lendek Jayadi, dengan penuh keyakinan menyebutkan bahwa tanaman padi varietas Gamagora tidak saja unggul secara kuantitas tetapi juga kualitas. Dengan biaya produksi yang rendah akan memungkinkan harga berasnya juga dapat terjangkau dengan kualitas sangat premium. 

Sebagai sebuah hasil inovasi, perawatan padi varietas Gamagora 7 menggunakan teknik perawatan semi organik. Ini bagian dari upaya secara perlahan menuju pendekatan pertanian yang lebih ramah lingkungan. Teknik tersebut membuat biaya produksi dapat ditekan karena petani dapat memanfaatkan pupuk organik yang dihasilkan sendiri oleh petani.

Untuk memenuhi keperluan pupuk organik, kelompok tani setempat memproduksi sendiri dengan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar. (Informasi selengkapnya dapat dibaca di sini). 

Mengenang kembali kejayaan NTB dengan padi Gogo Rancah

Gamagora 7 mengingatkan saya dengan capaian produksi padi di Nusa Tenggara Barat saat era Orde baru. Empat dekade yang lalu pada masa Gubernur NTB ke 3, Gatot Suherman, daerah ini pernah mengalami surplus beras melalui program Gogo Rancah (Gora). Keberhasilan itu membuat NTB mendapatkan julukan Bumi Gora.

Gogo Rancah menjadi pilihan yang paling relevan untuk wilayah dengan lahan kritis. Saya ingat para petani diberikan cangkul dan linggis berujung lebar oleh pemerintah secara cuma-cuma. Dua teknologi sederhana itu digunakan para petani untuk mengolah tanahnya. 

Dapat dibayangkan waktu yang dibutuhkan para petani untuk mengolah tanah sebelum menanam padi jika bekerja sendiri. Namun, nuansa gotong-royong yang masih kental pada masanya membuat pekerjaan petani lebih ringan. 

Dengan mengandalkan tradisi besiru para petani saling membantu dalam mengerjakan sawah. Besiru merupakan tradisi saling membantu secara bergiliran dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Misalnya, pada hari tertentu mereka membantu salah seorang warga. Pada hari lainnya mereka akan bekerja bersama untuk membantu warga yang lain. Demikian seterusnya sampai semuanya selesai. 

Penanaman padi gogo rancah kala itu tidak melalui persemaian atau pembenihan. Biji padi itu langsung ditanam di areal persawahan. Untuk menanamnya para petani menggunakan teknik tajuk (istilah Sasak). Teknik ini dilakukan dengan membuat lubang kecil sebagai lubang tanam. Pembuatan lubang tanam itu menggunakan sebilah tongkat dengan ujung setinggi dada orang dewasa. Ke dalam lubang itulah butir padi langsung ditanam.

Pada masanya, program gogo rancah dipercaya sebagai operasi pertanian terbesar dan paling sukses di era Orde Baru. Aksi ini melibatkan berbagai elemen, mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, dan keterlibatan utama TNI dengan pendekatan Operasi Tekad Makmur. Dengan pendekatan Operasi Tekad Makmur (OTM) penanaman padi gogo rancah mulai dilakukan pada musim tanam 1980-1981 di areal seluas 26 ribu hektar di NTB. 

Pendekatan OTM kala itu bertujuan untuk menumbuhkan keyakinan petani bahwa keadaan hidup mereka akan berubah lebih baik. Secara teknis OTM dipersiapkan dengan matang. Waktu tanam diatur dan direncanakan dengan tepat,  petani dan kelompok tani dilibatkan dengan manajemen yang optimal, dan para penyuluh pertanian ditambah. Semua pihak bekerja dua kali lipat lebih keras.

Pada musim tanam 1980-1981 gogo rancah diterapkan pada lahan seluas 26 ribu hektar. Hasil panen raya membuktikan kesuksesan gogo rancah. Sampai saat panen raya tiba, 17 Maret 1981, Presiden Soeharto dan Ibu Tien datang ke NTB di Desa Teruwai, Lombok Selatan, untuk menyaksikan momen penting itu. Gogo rancah menjadi salah satu kebanggaan Gatot Suherman. 

Keberhasilan swasembada pangan di NTB itu memberikan kesempatan Gatot Suherman ikut mendampingi Soeharto untuk menghadiri undangan Food Agriculture Organization (FAO) di Roma.

Lombok Timur, 13 Agustus 2024

Catatan : Dikutip dari berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun