Suatu pagi, saat sedang makan bersama, seorang siswa terlihat berbagi sepotong telur goreng kepada teman di depannya. Pada hari yang lain, siswa lainnya terlihat berbagi air minum dengan sesama siswa yang sedang tersedak.
Secara sepintas, perilaku berbagi makanan dan minuman yang dilakukan siswa saat makan pagi bersama itu mungkin bukanlah hal yang luar biasa dan istimewa. Berbagi potongan telur atau seteguk air minum bisa terlihat sebagai sesuatu yang sederhana saja.
Namun momen sederhana itu bisa menjadi sesuatu yang luar biasa karena dapat memperkuat ikatan emosional siswa. Drama itu bisa jadi akan terpahat dalam pikiran mereka hingga dewasa. Kejadian kecil ini menunjukkan bahwa makan bersama memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berbagi.
Dalam kehidupan sehari-hari makan bersama kerap dijadikan media untuk memperkuat persahabatan dan membangun hubungan positif antar individu.
Makan bersama tidak saja memberikan asupan energi bagi siswa untuk belajar, bermain, dan melakukan berbagai aktivitas di sekolah. Kegiatan ini juga akan mendorong tumbuhnya persamaan rasa. Sarapan bersama sedikit banyak memungkinkan jalinan ikatan emosi yang lebih kuat antara siswa yang satu dengan yang lain. Hal ini diharapkan dapat mendorong terbangunnya iklim kebersamaan di lingkungan sekolah.
Menghabiskan makanan dan dampak lingkungan
Menyisakan makanan bagi sebagian besar orang dianggap sesuatu yang biasa dan sepele. Hal ini telah menjadi bagian dalam keseharian kita.
Secara umum makan bersama lebih asyik dan menyenangkan dibandingkan makan sendiri. Dengan makan bersama, paling tidak, anak-anak akan menghabiskan makanan lebih banyak. Hal ini dapat mengurangi kebiasaan menyisakan makanan.
Membiasakan anak menghabiskan makanan berarti membiasakan anak mengurangi produksi sampah sisa makanan. Artinya, ini dapat mengajarkan mereka untuk menghemat sumber daya alam. Hal ini dapat dipahami jika mengingat bahwa setiap proses produksi makanan membutuhkan berbagai sumber energi.
Dikutip dari laman CNBC, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah makanan terbesar ke empat setelah China, India, dan Nigeria. Hasil kajian tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia telah membuang sampah makanan mencapai 23-48 juta per tahun selama dua dekade (2000 - 2019). Ini sama dengan 115 - 184 kilogram (kg) per kapita dalam satu tahun. Jika dirupiahkan, nilai kerugian ekonomi akibat sampah tersebut dapat mencapai 231-551 triliun. Nilai kerugian ini dapat memberi makan jutaan orang.
Lebih dari itu, banyak riset membuktikan bahwa sampah makanan dipercaya dapat memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan, seperti, pencemaran udara akibat gas metana yang dihasilkan, mempengaruhi perubahan iklim, hingga mengganggu ekosistem keragaman hayati.
Begitu besar dampak sampah maka penting untuk menumbuhkan budaya menghabiskan makanan atau mengambil makanan seperlunya untuk meminimalisir makanan terbuang sia-sia.