11-13 Juli 2024, tiga hari, SD Negeri 1 Embung Kandong, Kecamatan Terara, Lombok Timur, melaksanakan In House Training (IHT) pengimbasan Program Sekolah Penggerak (PSP) . IHT merupakan pelatihan internal yang dilakukan sekolah untuk memberikan pemahaman dan keterampilan dalam melaksanakan pengimbasan.
Pengimbasan Program Sekolah Penggerak (PSP) bertujuan memperluas dampak program kepada satuan pendidikan lain dalam rangka Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). Setelah diberikan intervensi selama tiga tahun, Kemendikbud Ristek berasumsi bahwa satuan pendidikan pelaksana PSP dianggap memiliki pengalaman yang perlu disebarluaskan kepada sekolah lain. Pengimbasan PSP dipandang tepat karena lebih ditekankan kepada berbagi pengalaman atau praktik baik yang telah dilakukan sekolah pengimbas. Harapannya, cara ini akan memungkinkan terbangunnya inspirasi pada sekolah imbas atau sekolah sasaran.
Sebagai informasi bahwa satuan pendidikan pelaksana PSP angkatan I merupakan sekolah pertama yang diberikan kepercayaan untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka. Selama pelaksanaan PSP, sekolah secara berkala mendapatkan intervensi dari Kemendikbud Ristek melalui Balai Guru Penggerak di daerah masing-masing. Proses intervensi itu didampingi oleh fasilitator yang telah melewati seleksi oleh Kemendikbud Ristek.
Intervensi dilakukan melalui berbagai kegiatan yang meliputi, diklat, lokakarya, dan workshop. Intervensi lainnya melalui pertemuan Pokja Manajemen Operasional (PMO) secara berkala. dan komunitas belajar yang berorientasi kepada membangun semangat belajar dan berbagi praktek baik.
Dikutip dari laman Direktorat Guru Dikdas, secara umum lingkup intervensi terhadap PSP mencakup penguatan sumber daya manusia. Sasarannya terdiri dari kepala sekolah, guru, dan pengawas.
Intervensi lainnya difokuskan pada kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan paradigma baru. Ini terkait dengan prinsip pembelajaran berdiferensiasi sehingga setiap siswa belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya.
Melalui intervensi sekolah juga mendapatkan pelatihan tentang perencanaan berbasis data, dan penggunaan teknologi digital dalam manajemen sekolah dan pembelajaram atau dikenal dengan digitalisasi sekolah.
Mendapatkan tanggung jawab untuk melaksanakan pengimbasan bagi saya dan teman-teman guru merupakan sebuah kepercayaan yang luar biasa sekaligus sesuatu yang cukup berat dan menantang. Mengapa?
Pertama, saya berusaha menghindari semacam basa-basi hanya sekadar mengklaim kesuksesan pelaksanaan IKM di sekolah saya. Dalam penerapan kurikulum merdeka di sekolah saya masih jauh dari kesempurnaan walaupun sudah mendapatkan intervensi selama tiga tahun.
Tantangan terbesar dalam penerapan kurikulum merdeka adalah semangat berubah. Kecenderungan guru tetap bertahan pada zona nyaman dengan paradigma lama sedikit banyak masih mewarnai proses pembelajaran. Tantangan lainnya input siswa, lingkungan sosial budaya, ketersediaan sarana dan prasarana pendukung.
Namun demikian, secara teori, saya sedikit yakin bahwa saya dan teman-teman di sekolah memiliki pemahaman (walaupun belum memadai) tentang konsep kurikulum merdeka.
Kedua, saya tidak begitu yakin dengan kemampuan saya untuk memberikan pendampingan terhadap sekolah imbas, terutama karena saya merasa lemah dalam keterampilan komunikasi.
Melalui IHT saya mencoba mengatasi kedua hambatan itu. Pelaksanaan IHT setidaknya dapat menjadi ruang untuk belajar dan berlatih menjadi pendamping dalam Pembelajaran Orang Dewasa (POD) sebagai bekal untuk menghadapi kegiatan pengimbasan.
Berhadapan dengan audiens (pembelajar) orang dewasa dalam kegiatan pengimbasan tentu berbeda dengan pembelajaran formal yang berhadapan dengan anak-anak yang masih pada fase usia sekolah. Diperlukan pemahaman pendekatan POD--dalam istilah umum disebut dengan andragogi--untuk melakukan pengimbasan.
Dikutip dari materi IHT, panduan coaching, mentoring, dan fasilitasi secara teori memiliki karakteristik yang berbeda dengan gaya belajar anak-anak.
1. Orang dewasa belajar 65 % dengan melihat dan mendengar, 80% dengan melihat, mendengar, dan melakukan.
Karakteristik POD lebih efektif jika melibatkan berbagai aktivitas (melihat, mendengar, dan melakukan). Teori ini mengandaikan bahwa pendekatan pembelajaran yang diperlukan orang dewasa lebih tepat menggunakan multi metode. Gaya belajar orang dewasa akan lebih berkualitas ketika mereka diberikan kesempatan untuk mendengar, melihat, dan melakukan.
Dalam pelaksanaan IHT, peserta menunjukkan sikap belajar yang lebih bersemangat ketika mereka diberikan kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan ide dan pengalaman melalui proses diskusi dan tanya jawab.
Lebih dari sekadar melihat dan mendengar, saat peserta IHT harus melibatkan kerja kinestetik (melakukan sesuatu) antusiasme itu makin maksimal. Beberapa materi yang membutuhkan latihan dan simulasi membuat peserta lebih aktif. Saat peserta menyelesaikan tugas, melakukan simulasi, atau mempresentasikan hasil kerjanya mereka menunjukkan keterlibatan yang lebih utuh.
Suasana IHT menunjukkan bahwa POD dengan metode yang melibatkan lebih banyak indera dan aktivitas fisik dapat berpengaruh kepada keterlibatan, pemahaman, dan retensi informasi yang lebih baik bagi peserta.
2. Orang dewasa membawa banyak pengalaman hidup dan pengetahuan dalam pelatihan
"Pengalaman adalah guru terbaik." kalimat ini merupakan ungkapan klasik yang sangat populer. Hari pertama IHT, materi diawali dengan refleksi dan berbagi praktek baik. Materi dimulai dengan refleksi terhadap satu atau lebih pengalaman pembelajaran di kelas masing-masing. Peserta diminta menjawab pertanyaan reflektif yang berhubungan dengan kegiatan paling menarik yang pernah dilakukan dalam pembelajaran, kelebihan dan kekurangan kegiatan yang dilakukan, tantangan dan hambatan yang dihadapi, dan cara mengatasi kesulitan tersebut.
Setiap peserta menuliskan jawabannya pada kertas sticky note dan menempelnya pada kertas plano yang telah disiapkan. Beberapa peserta diminta menjelaskan kembali jawaban itu dan didiskusikan bersama peserta lain.
Sebagai contoh, guru kelas 1 mengaku kesulitan mengarahkan perhatian peserta didik saat proses belajar. Guru lainnya memberikan solusi dengan memperbanyak aktivitas berupa permainan yang menarik yang disertai dengan contoh-contohnya.
Situasi itu menunjukkan bahwa peserta IHT lebih cenderung membawa pengalamannya dalam pelatihan. Dalam IHT berbagai kesulitan (tantangan dan hambatan) itu didsikusikan dalam rangka mencari solusi. Peserta lebih cenderung membawa pengalaman di kelas ke ruang IHT dan menghubungkannya dengan informasi baru.
3. Orang dewasa bersifat otonom dan dapat mengatur dirinya sendiri
Sifat otonom dalam pembelajaran orang dewasa merujuk pada kemampuan dan kemauan individu dewasa untuk mengarahkan dan mengatur proses belajar mereka sendiri. Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi yang memiliki kematangan konsep diri yang bergerak dari ketergantungan menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. (Sumber laman Perpustakaan UT)
Dengan pertimbangan sifat otonom peserta, IHT memberikan kesempatan kepada peserta mengambil inisiatif untuk belajar tanpa perlu dorongan eksternal. Salah satu ciri otonom itu ditandai dengan kemampuan untuk menentukan sendiri tujuan dan metode pembelajaran.
Sifat otonom tersebut tampak dalam kegiatan IHT. Paling tidak, beberapa materi yang bersifat teoritis dalam IHT cenderung diabaikan. Peserta lebih fokus pada materi yang bersifat praktis terutama tentang praktek pembelajaran di kelas masing-masing. Ini juga terkait dengan kebutuhan belajar orang dewasa. Mereka lebih cenderung mempelajari masalah-masalah yang berkaitan secara langsung dengan pekerjaan dan kehidupan mereka.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa orang dewasa cenderung memilih tujuan dan materi pembelajaran, bahkan metode yang akan digunakan.
4. Orang dewasa belajar paling baik ketika aktif dalam proses pembelajaran
Orang dewasa cenderung aktif dalam proses pembelajaran. Pada umumnya, mereka lebih merasa nyaman menjadi subyek daripada sekadar hadir sebagai pendengar.
Kecenderungan ini mendorong kegiatan IHT melibatkan peserta secara maksimal dalam proses pembelajaran. Mereka diberikan keleluasaan dan mengambil kendali atas proses belajarnya.
Aktif dalam konteks ini sangat tergantung pada type peserta. Seorang peserta IHT hampir tidak pernah berbicara untuk menyampaikan permasalahannya atau menanggapi permasalahan peserta lain. Namun, saat mendapatkan tugas untuk menulis atau bekerja dalam kelompok dia akan melakukannya dengan baik.
Semua peserta diberikan kesempatan yang sama untuk berbicara, menyampaikan pengalaman di kelas masing-masing, melakukan peran-peran simulasi, mengambil peran dalam kelompok kecil, atau sekadar menuliskan harapan pada secarik kertas sticky note dan menempelkannya pada tempat yang disediakan. Semua itu merupakan bentuk keterlibatan peserta IHT dalan mengikuti kegiatan.
5. Orang dewasa belajar lebih efektif bila mendapat umpan balik dan penguatan pembelajaran yang tepat di waktu yang tepat
Efektivitas pembelajaran kerap tidak tercapai ketika proses komunikasi hanya berjalan monolog (satu arah). Pembelajaran akan menjadi sesuatu yang membosankan ketika peserta ditempatkan pada titik 3D (datang, duduk, dan dengar).
IHT menghadirkan kesempatan kepada peserta untuk melakukan refleksi agar pelatihan berjalan efektif. Tidak semua peserta dapat menunjukkan hasil refleksi atas pengalamannya dengan baik. Untuk itu, peserta perlu mendapatkan umpan balik berupa pertanyaan-pertanyaan yang dapat menuntun proses refleksi mereka.
Umpan balik itu tidak saja antara peserta dengan pendamping atau fasilitator tetapi juga dengan sesama peserta. Berbagi pengalaman antar peserta akan memperkaya pemahaman tentang materi yang dipelajari karena bersumber dari pengalaman langsung peserta. Ini jauh lebih efektif dari pada sekadar materi pelatihan yang bersifat teoritis dan tekstual.
6. Tidak semua orang dewasa belajar dengan cara yang sama
Kita harus sepakat bahwa gaya belajar setiap orang berbeda-beda. Saya sendiri memiliki kecenderungan untuk menjadi pendengar dan mencatat materi yang disampaikan. Saya juga lebih suka membuat tugas secara mandiri ketimbang tugas secara bersama. Dengan cara ini saya lebih bebas berkreasi dan lebih leluasa berfikir untuk menyelesaikan tugas.
Tidak semua orang memiliki gaya belajar seperti saya. Dalam pelaksanaannya, IHT mengakomodasi berbagai gaya belajar dan kecepatan belajar peserta. IHT, dengan demikian, memilih model pembelajaran multi metode. Pada materi tertentu peserta diminta melakukan presentasi. Pada materi lainya ada diskusi dan menyelesaikan tugas dalam kelompok kecil.
Pada sesi yang lain penggunaan teknik visual dengan menonton video, mengamati gambar/infografis, mendengarkan cerita atau pengalaman peserta, dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengajukan pendapat, bertanya, dan berargumen.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan bahasa yang mudah dipahami. Materi IHT banyak memuat istilah-istilah asing dan sama sekali baru bagi peserta. Hal ini membutuhkan penjelasan dengan bahasa dan contoh-contoh sederhana agar peserta dapat memahami sebuah konsep.
Lombok Timur, 23 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H