Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Pardi, Marbut yang Melabuhkan Hidupnya di Masjid

7 April 2024   23:41 Diperbarui: 8 April 2024   13:38 2764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thohir, marbot Masjid Jami'atul Khair, Kedung Waringin, Kabupaten Bogor, Senin (18/3/2024).(KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADANT)

Binatang yang paling diburu Pardi adalah cicak. Hewan yang biasa berkeliaran di dinding dan plafon itu berak sembarangan. Kotoran berukuran kecil tetapi tetap najis dan membuat shalat tidak sah kalau terinjak kaki atau melekat di pakaian.

Jika berada di ketinggian, Pardi tak kurang akal. Cicak itu diburu dengan sapu bertangkai panjang. Sebelum sempat memutuskan ekornya, tangan Pardi dengan cekatan akan menangkap dan membuang hewan itu keluar masjid.

Itulah rutinitas Pardi dalam menjalani hari-harinya sebagai marbut. Jika sakit atau meninggalkan rumah untuk beberapa hari. Pardi biasanya menitipkan pesan melalui HP kepada saya bahwa dia tidak bisa ke masjid. 

Imbalannya yang diterima sebagai marbut tidak banyak. Mungkin tidak cukup untuk seminggu atau bisa jadi hanya untuk satu dua hari saja. Imbalan itu berasal dari warga sekitar.

Saya kerap mengajukan permohonan kepada pemerintah desa agar marbut masjid mendapatkan perhatian. Sayang permohonan itu belum mendapatkan perhatian dari pihak terkait.

Marbut masjid memang kerap dianggap sebelah mata. Tugas marbut sering disepelekan. Kita kerap melupakan peran mereka dalam menjaga fasilitas ibadah dan mengingatkan Islam lima kali sehari untuk menunaikan shalat. Banyak masjid tidak terurus karena tidak memiliki marbut. Masjid menjadi kotor dan membuat orang malas untuk singgah.

Kehidupan marbut masjid merupakan cermin kebersahajaan yang patut dijadikan teladan. Tidak banyak orang yang sanggup menjalani peran ini. Mereka yang bersedia menjadi marbut merupakan orang-orang yang mampu mereduksi keinginan duniawi yang berlebihan.

Siapa yang sanggup menjadi marbut di tengah gempuran materialisme yang makin memasung kemanusiaan kita hari ini? Marbot masjid dengan tanggung jawab yang begitu besar rela kehilangan kesempatan untuk mencari nafkah lain untuk keluarganya demi menjaga kebersihan dan kenyamanan masjid. 

Kisah Pardi sang marbut hanya satu dari banyak kisah kesederhanaan marbut yang mendedikasikan dirinya untuk menjaga masjid agar tetap nyaman. Hal ini patut menjadi cerita akhir Ramadan. Marbot masjid yang identik dengan kesederhanaan merupakan salah satu kelompok fakir miskin yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak. Kesejateraan marbut masjid saatnya menjadi tanggung jawab negara dan masyarakat.

Lombok Timur, 07 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun