Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Pardi, Marbut yang Melabuhkan Hidupnya di Masjid

7 April 2024   23:41 Diperbarui: 8 April 2024   13:38 3090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thohir, marbot Masjid Jami'atul Khair, Kedung Waringin, Kabupaten Bogor, Senin (18/3/2024).(KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADANT)

Memasuki pelataran masjid di kampung saya, akan tampak beberapa pot bunga di depan teras. Halaman masjid tampak bersih dari sampah. Hampir tidak terlihat sehelai sampah.

Di sisi utara ada fasilitas toilet, tempat wudhu, dan tempat buang air kecil untuk laki-laki. Di sebelah selatan fasilitas yang sama untuk perempuan. Fasilitas ini juga selalu bersih. Bahkan tempat wudhu itu, khusus laki-laki, sering dijadikan tempat berkumpul dan rebahan anak-anak dan remaja setempat.

Kebersihan ruangan Masjid juga tetap terjaga. Ubinnya selalu mengkilap. Motif ubin dengan warna abu-abu itu nyaris tidak menunjukkan adanya debu sama sekali. Andai Anda rebahan di permukaan ubin itu dengan mengenakan baju warna putih, dapat dipastikan baju yang Anda kenakan tidak mengalami perubahan warna. 

Demikian pula dengan kaca pintu dan jendela. Kebersihannya selalu dipelihara. Kacanya selalu terlihat bening.

Kebersihan masjid itu memang selalu terjaga. Semua itu tidak lepas dari ketekunan marbut masjid.  Supardi namanya. Orang-orang menyapanya Padi atau Pardi. 

Pardi bertubuh mungil. Kulitnya cenderung kelam. Namun wajahnya tampak selalu berbinar. Dia senantiasa menunjukkan senyum khasnya.

Sudah bertahun-tahun Pardi menjalani hari-harinya sebagai marbut masjid. Tugas itu dijalankannya dengan sungguh-sungguh. Saya tidak pernah mendengarnya mengeluh, kecuali keluhan tentang kerusakan peralatan yang digunakan untuk membersihkan masjid.

Pardi hanya pernah duduk di bangku sekolah dasar. "Tidak sampai tamat", kenangnya.

Kemiskinan membuatnya putus sekolah. Pardi tumbuh dan besar dalam keluarga tidak mampu. Orang tuanya hanya memiliki sebuah pekarangan rumah yang tidak luas.

Masa kanak-kanak Pardi dilalui dalam kegetiran. Kondisi itu membuat Pardi mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun