Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan dan Petasan

23 Maret 2024   23:49 Diperbarui: 24 Maret 2024   00:11 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejumlah anak-anak berkerumun di bawah terpaan sinar lampu jalan di sekitar perigi tempat pemandian umum. Pemandangan itu mewarnai suasana di kampung saya saban malam antara waktu maghrib dan isya.

Anak-anak itu merupakan kumpulan bocah-bocah umur lima sampai belasan tahun yang yang menikmati keriangan bulan suci. Keriangan mereka adalah ledakan petasan.

Anak bungsu saya yang baru lima tahunan membuat saya harus berbaur dengan anak-anak itu. Saya harus mengawasinya untuk menjaga hal-hal yang bisa saja terjadi di luar dugaan, seperti, terkena api, 

Mereka memilih berkumpul meledakkan petasannya di tempat ini karena agak jauh dari pemukiman. Suara petasannya tidak mengganggu warga kampung.

"Dar! Dor! Dar! Dor!"

Suara petasan bersahut-sahutan di tangan-tangan mungil itu. Mereka begitu riang mendengar dan menyaksikan letupan-letupan yang mereka produksi. Sebagian berjingkrak, sebagian lagi tertawa bahagia.

Beberapa orang hanya menonton. Beberapa lainnya memainkan petasan sumbu berukuran kecil yang dilempar setelah disulut api. Satu dua orang menggunakan petasan dengan efek letupan yang lebih besar.

Sebagian lagi menggunakan meriam karbit dengan memanfaatkan kaleng. Untuk membuatnya mereka hanya membutuhkan kaleng sprayer cat bekas, sebongkah karbit seukuran ibu jari orang dewasa, dan korek api. Mereka membuatnya sendiri. Mulut kaleng dibuang dan dibiarkan terbuka. Bagian bawahnya diberikan lubang kecil dengan paku.

Cara kerja petasan kaleng itu sangat sederhana. Untuk memicu ledakan, karbit dimasukkan ke dalam kaleng. Mereka lalu mengocoknya berkali-kali. Makin lama dikocok rupanya makin tinggi letupan yang bisa dihasilkan. 

Setelah dikocok mereka lalu menyulut lubang kecil di bagian bawah kaleng dengan korek api yang sudah disiapkan. Untuk memberikan efek suara yang lebih tinggi mereka menambahkan ujung kaleng dengan botol atau tabung lain yang lebih besar.

Teknik dan media petasan telah mengalami pergeseran. Dulu masa kanak-kanak kita, letupan-letupan itu dihasilkan dengan permainan meriam menggunakan media bambu dengan minyak tanah sebagai pemicu ledakan. 

Untuk membuat meriam tersebut dibutuhkan bambu sepanjang 1.5 sampai 2 m. Penampang pada ruas-ruas bambu dilubangi dengan teknik rujak menggunakan linggis atau benda keras lainnya, kecuali salah satu penampang pada ruas paling ujung sengaja dibiarkan tertutup.

Beberapa cm dari ujung penampang dilubangi kira-kira sebesar ujung jari orang dewasa. Di lubang kecil itu kemudian diisi dengan minyak tanah. Meriam bambu siap digunakan dengan menyulutkan api menggunakan sebilah kayu kecil. 

Meriam bambu membutuhkan beberapa waktu untuk menghasilkan letupan besar. Lubang kecil itu harus disulut berulang kali sembari ditiup sampai rongga bambunya cukup panas. Makin panas suara letupannya makin besar.

Saat meniup harus hati-hati jika api masih menyala di dalam lubang. Apinya bisa membesar dan menyambar muka orang yang meniup.

Saya masih ingat saat masih kanak-kanak main meriam bambu pernah mengalami kebakaran alis dan bulu mata karena ceroboh saat meniup lubang kecil yang masih menyala. Alis jadi gundul dan menyebarkan bau khas bulu terbakar.

Permainan meriam bambu biasa dilakukan sambil menunggu waktu Maghrib, selepas tarawih. Persaingan meriam bambu antar kampung menjadi hal menarik pada masanya.

Kini penggunaan meriam bambu untuk memeriahkan Ramadhan telah beralih menggunakan media kaleng dan karbit. Tidak saja karena bahannya mudah didapat tetapi anak-anak itu dapat membuat sendiri tanpa melibatkan orang tua. Berbeda dengan meriam bambu yang hanya dapat dibuat orang dewasa.

Apapun jenis petasan dan meriam yang digunakan untuk menghasilkan ledakan, anak-anak harus tetap dikontrol saat melakukan permainan itu. Bagaimanapun mereka dapat bertindak ceroboh sehingga membahayakan diri dan orang lain. 

Menghentikan permainan mereka rasanya sulit. Satu-satunya yang dapat dilakukan adalah mendampingi anak-anak itu agar tidak bertindak ceroboh. Mereka bisa saja melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan resiko dan mengancam keselamatan diri dan teman-temannya. Jangan biarkan mereka melakukannya tanpa pendampingan dari kita orang dewasa.

Lombok Timur, 23 Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun