Ada juga yang melakukannya saat lebaran Idul Fitri atau Idul Adha. Saat ziarah mereka membawa dulang tebolak beak yang berisi berbagai jenis makanan.
Saya ingat lamat-lamat saat masih kecil dulu, almarhum kakek sering mengajak saya menghadiri undangan warga untuk mengikuti ziarah kubur.
Dalam ziarah itu kakek diminta memimpin doa untuk keluarga yang telah meninggal dunia dan keselamatan bagi yang masih hidup. Setelah berdoa kemudian diikuti dengan membuka dulang tebolak beak dan makan bersama di kuburan.
Sekarang tradisi berdoa dengan membawa makanan ke kuburan sudah jarang. Tradisi ini masih berlangsung hanya di beberapa tempat. Salah satunya di Dusun Gelanggang Bowoh, Desa Gelanggang, Sakra Timur melalui roah tebolak beak.
Tradisi roah tebolak beak ini dihidupkan kembali oleh masyarakat dan pemerintah Kabupaten Lombok timur dalam rangka menjaga warisan budaya para leluhur. Ritual penyambutan Ramadlan melibatkan para ulama, tokoh masyarakat, santri, para pemuda, dan masyarakat luas.
Roah tebolak beak sudah menjadi kalender daerah Lombok Timur dan bagian dari acara adat yang berlangsung setiap tahun. Dalam 3-4 tahun terakihr, roah tebolak beak dirancang dengan ritual yang lebih formal. Kegiatan itu melibatkan pemerintah, masyarakat, ulama, kiyai, tokoh masyarakat, dan elemen lainnya.
Roah tebolak beak yang melibatkan ribuan dulang itu juga dipopulerkan dengan "roah 1001 tebolak beak". Dulang tebolak beak itu dibawa oleh masyarakat sendiri secara sukarela.
Angka 1001 itu bukan semata-mata mengacu kepada kuantitas dulang tebolak beak yang dapat dihadirkan warga tetapi dimaknai sebagai sebuah kondisi yang menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan. 1001 dulang merupakan simbol dari kehidupan bersama yang diwarnai dengan saling berbagi. Tidak saja makanan tetapi juga pemberian santunan kepada masyarakat yang berhak menerimanya.
Proses roah tebolak beak bukan saja makan bersama tetapi dikemas dengan sejumlah rangkaian acara, yang meliputi doa bersama dan ceramah oleh para pemuka agama. Roah tebolak beak juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat.
Roah tebolak beak sebagai bentuk ziarah kubur juga ditandai dengan menyiram air ke atas pusara keluarga dan sebagian lainnya melakukan tabur bunga.
Tahapan akhir dari acara itu adalah makan bersama atau begibung. Semua yang hadir melepaskan semua bentuk stratifikasi sosialnya. Mereka berbaur dan melebur dalam makan bersama, bersyukur atas segala rahmat Allah SWT yang telah dinikmati.