Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Perut Buncit, antara Busung Lapar versus Kelebihan Lemak

20 Februari 2024   08:26 Diperbarui: 20 Februari 2024   08:36 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perut buncit (sumber Unsplash/Ehimetalor Akhere via kompas.com)

Dulu sekali, tubuh gemuk dan perut buncit dalam kesadaran orang di kampung saya kerap dihubungkan dengan tingkat kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemakmuran seseorang. Jika seseorang memiliki penampilan tambun, kebanyakan orang akan menganggapnya sebagai orang yang hidup berkecukupan, makan terjamin, atau tidak terlalu susah untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Pandangan bahwa gemuk ditempatkan sebagai indikator kesejahteraan seseorang tentu tidaklah tanpa alasan. Pandangan ini muncul karena pengalaman hidup generasi baby boomer (dan generasi pre-baby boomer) yang pernah menjalani masa-masa sulit zaman penjajahan dan masa awal kemerdekaan. Salah satu pengalaman pahit pada periode itu adalah krisis pangan--sebuah krisis yang memicu munculnya wabah busung lapar di mana-mana.

Saya ingat pelajaran saat duduk di bangku SD, guru saya menyebut busung lapar itu dengan istilah Belanda "Honger Oedema" (HO). Busung lapar atau HO merupakan dampak krisis pangan karena malnutrisi yang disebabkan oleh kurangnya asupan makanan. Pada masa penjajahan, alih-alih mendapatkan makanan bergizi, untuk mendapatkan makanan yang layak dimakan saja sangat sulit. 

Generasi yang pernah menjalani kehidupan masa penjajahan hingga masa-masa sulit pasca kemerdekaan bercerita bahwa makanan seperti gadung dan badur menjadi makanan harian mereka. Dalam kondisi krisis pangan seperti itu, makanan yang lebih baik adalah ubi jalar, singkong, dan jagung. Bahkan banyak di antaranya yang memakan batang porang atau dalam bahasa Sasak dikenal nama 'Lombos'. Ini membuat orang pada masa itu mengalami busung lapar.

Gejala HO ditandai dengan badan yang kurus dan perut buncit. Tulang-tulang rusuk seakan menyembul keluar. Pipi cekung dan kepala membesar. Susunan persendian hanya dibungkus kulit. Otot betis dan paha penderita busung lapar mengecil sehingga dengkul tampak lebih besar.

Perut buncit dewasa ini identik dengan orang-orang gemuk. Penyebabnya kebalikan dari busung lapar. Tubuh gemuk dengan perut membuncit dipicu oleh tumpukan lemak di sekotar perut. (sumber alodokter.com)

Berbagai sumber teks kesehatan menyebutkan, kegemukan dan perut buncit terjadi karena asupan makanan yang melebihi energi yang diperlukan untuk aktivitas fisik. Ketika porsi makan seseorang berlebihan, terutama makanan yang tinggi gula dan kolesterol, akan terjadi penumpukan lemak pada tubuh, termasuk lemak di perut. Apalagi jika yang bersangkutan kurang melakukan aktivitas fisik yang dapat membakar lemak.

Seseorang dengan tubuh gemuk dan perut buncit memang terlihat tidak nyaman. Dengan tubuh seperti itu dia mengalami kesulitan untuk bergerak, susah payah bangun dari tempat duduk, berjalan terlihat berat dan lamban, atau kesulitan untuk melakukan gerakan-gerakan tertentu. Bahkan para penderita obesitas merasa susah bernapas.

Saya sendiri memiliki postur tubuh kurus dan sulit gemuk. Berat badan saya paling banter hanya mencapai 52-53 kg dengan tinggi sekitar 1,68 M. Dikutip dari laman kemkes.go.id, tubuh setinggi 1.68 m, idealnya memiliki berat badan 56-60 kg. Berdasarkan ketentuan tersebut perbandingan berat dan tinggi badan saya jelas tidak ideal. Tubuh saya terlalu kurus.

Karena saya tidak memiliki perut buncit, saya merasa tidak terlalu membutuhkan informasi tentang cara mengempeskan perut. Itu sebabnya saya tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk menjelaskannya. Ini mungkin cara berfikir yang keliru dan tidak patut dicontoh.

Namun ada pengalaman menarik saat masih berusia 25 tahunan. Saat itu merupakan tahun kelulusan saya sebagai CPNS. Kebijakan pemerintah saat itu adalah adanya kewajiban bagi CPNS untuk mengikuti latihan dasar (Latsar) militer yang dirangkaikan dengan Diklat prajabatan.

Dalam Latsar itu, peserta benar-benar mengikuti peraturan mirip latihan militer. Bedanya terletak pada jenis hukuman fisik. Jika dalam latihan militer, ada sanksi berupa pukulan dan tendangan, dalam latsar tersebut hanya disuruh push up, berguling, merangkak, jalan jongkok, atau menyanyi.

Ada beberapa rutinitas dari kegiatan itu yang masih saya ingat. Mungkin ini dapat dijadikan acuan untuk mengatasi perut buncit. Pagi-pagi peserta Latsar dibangunkan untuk lari pagi dan senam bersama. Menjelang makan pagi, peserta diminta untuk melakukan push up dan sit up. Hal yang sama dilakukan sebelum makan siang dan makan malam. Pada minggu pertama push up dan sit up dilakukan 10 kali. Minggu ke 2 ditambah menjadi 15 Kali dan seterusnya. Itu rutin dilakukan sampai hari terakhir latsar.

Sore hari, jika tidak ada mempelajari materi di ruang kelas, peserta diberikan kesempatan untuk berolahraga. Jenis olahraga disesuaikan dengan minat peserta. Semua harus mengikuti aktivitas ini. Saya sendiri memilih berlari keliling lapangan. Pada hari-hari tertentu peserta di bawa pelatih menjelajah lingkungan sekitar, menyusuri jalanan kota, melintasi sungai, mengitari persawahan, atau masuk got.

Selama latsar peserta mendapatkan jatah makan 3 kali sehari. Menu makanan seingat saya tidak ada yang terlalu istimewa. Menu yang terdiri dari sayur, ikan, daging, dan telur diberikan secara bervariasi setiap hari. Tidak ketinggalan makanan pelengkap setelah makan berupa buah-buahan. Beberapa kali seminggu peserta juga diberikan minum susu.

Jadwal makan dalam latsar dijadwalkan sedemikian rupa, tepat waktu, sehingga sangat teratur. Pagi sekitar pukul 07.00 peserta sudah berada di meja makan untuk sarapan dan sekitar pukul 12.00 makan siang. Sedangkan makan malam sehabis Maghrib. Mungkin pola ini dapat digunakan untuk mengatasi buncit perut.

Seingat saya, kegiatan malam pada umumnya dilaksanakan sampai pukul 09.00. Setelah itu peserta harus istirahat untuk melanjutkan aktivitas keesokan harinya.

Latsar tersebut ternyata membuat badan saya terasa lebih bugar. Dapat dipastikan merupakan dampak penerapan pola hidup yang dikelola dengan baik dalam kegiatan tersebut. Namun berdasarkan pengalaman tersebut, tiga hal utama yang dapat dicatat untuk mengatasi kegemukan dan perut buncit yaitu, makan yang teratur, olahraga yang cukup, dan istirahat yang seimbang.

Sekali lagi saya tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk menuliskan informasi tentang pola hidup sehat. Tulisan ini hanya sebuah pengalaman pola hidup yang dikelola dengan baik dalam fase tertentu yang pernah saya jalani.

Lombok Timur, 20 Februari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun