Usai nyoblos saya jalan-jalan melihat-lihat suasana pencoblosan di tempat lain. Kapasitas saya tentu saja bukan sebagai pemantau resmi seperti Panwaslu atau Bawaslu. Tidak lebih dari sekadar ingin mengetahui situasi.
Perjalanan saya terhenti di sebuah kedai kecil pinggir jalan desa milik teman saya. Secangkir kopi disuguhkannya sebagai pengiring obrolan.
"Saya jadi pusing dengan peredaran uang semalam," katanya.
"Uang apa?"
"Uang caleg."
"Serangan pajar?"
"Ya. Begitulah."
"Dapat berapa?"
Ditanya seperti itu, dia hanya tertawa lepas.
"Saya tidak berani ambil," katanya.