Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pesan Lingkungan melalui Pentas Pantomim

15 Desember 2023   09:04 Diperbarui: 21 Desember 2023   19:10 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang anak laki-laki memasuki panggung di bawah siraman cahaya lampu elektrik. Bocah itu mengenakan seragam Pramuka lengkap dengan topi, kacu, dan atribut lainnya. Wajahnya putih dilumuri make up. Dia melangkah dengan gestur tubuh jenaka dan terlihat riang tetapi terkesan jumawa.

Langkahnya angkuh mencerminkan bahwa dia sedang memerankan tokoh yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Koper bergelayut di tangannya mengiringi irama langkah kakinya, menunjukkan bahwa dia sedang memerankan seorang tokoh yang banyak uang dan berkuasa. Sebut saja si Bos, diperankan Yusril, salah seorang peserta jambore.

Si Bos memasuki panggung sembari mengumbar senyum keramahan kepada semua orang.  Langkahnya berhenti di tengah panggung. Dia memperbaiki kerah bajunya dan kacu pramuka yang dia kenakan. Tangannya melambai ke arah penonton sebagai bentuk jalinan interaksi. Senyumnya menyiratkan tipuan berkedok keramahan yang bertujuan menarik simpati banyak orang.

Aksi panggung anak itu merupakan bagian awal dari pertunjukan pantomim, salah satu Pensi (Pentas Seni) dalam Jambore Pramuka tingkat gugus yang dilaksanakan di halaman SD Negeri 2 Rarang Batas, Kecamatan Terara, Lombok Timur.

Tepuk tangan penonton mengiringi aksi panggung siswa kelas enam itu. Si Bos kembali melambaikan tangan sembari menurunkan kopernya. Kali ini lambaian tangan itu bertujuan memanggil seseorang yang berdiri di salah satu sisi panggung.

Sesaat kemudian lambaian tangan itu disusul dengan masuknya seorang anak ke panggung. Langkahnya pincang dan tertatih. Tentu saja ada kesan jenaka dalam aksinya. Sangat kontras dengan pemain pertama atau si Bos. Pundaknya seakan menahan sebuah beban yang membuat langkahnya semakin pincang. Dia tampak haus, lapar, dan kelelahan. Sebut saja si Buruh. Si Buruh diperankan oleh Renggi, siswa kelas empat. 

Apa yang dihadirkan dua pemain pantomim itu merupakan kondisi yang kerap kita temui di dunia nyata. Kehidupan orang kaya dan orang miskin. Pada banyak kasus, sumber daya alam di sekitar kita lebih banyak di kuasai orang-orang kaya. Buruh, pekerja, atau karyawan hanya mendapatkan remah. Hutan, misalnya, yang katanya dikuasai oleh negara hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki perusahaan-perusahaan besar dan berada dalam lingkaran penguasa.

Saya jadi ingat dengan curhat salah seorang capres dalam sebuah wawancara dengan seorang jurnalis yang mengaku tidak dapat menjalankan bisnisnya karena tidak menjadi bagian dari lingkaran kekuasaan. Rupanya curhat sang Capres menjadi salah satu materi serangan Capres lainnya dalam debat Capres/Cawapres perdana beberapa hari lalu.

Agak jauh dari si Bos, si buruh meletakkan barang bawaannya untuk melepaskan lelah setelah bekerja berjam-jam. Namun belum sempat istirahat si Bos memanggilnya untuk bekerja. Si Buruh diminta menebang pohon kembali.

Melihat alur cerita bisu tersebut, dapat dipastikan bahwa dua pemain itu tengah memerankan pelaku pembalakan hutan. Mereka tengah melakukan aktivitas ilegal, yaitu, penebangan hutan secara liar. Mereka mengambil kayu hutan untuk diperdagangkan. 

Si Buruh sebenarnya ingin istirahat tetapi si Bos terus memaksa. Si Buruh akhirnya mengambil kapaknya dan mulai menebang. Pada saat yang sama si Bos terus meminta si Buruh melakukan penebangan. Karena kesal si Buruh mencoba mencelakai si Bos. Pohon terakhir yang ditebangnya didorong ke arah si Bos. 

Sadar tindakannya keliru si Buruh dengan serta merta segera berlari menuju si Bos untuk memberikan pertolongan. Untung tidak terjadi apa-apa. Si Bos selamat.

Aksi anak-anak itu cukup menghibur. Pertunjukan pantomim tidak semata memiliki pesan menghibur tetapi juga pesan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan sesama dan alam sekitar.

Alur cerita pantomim itu ditandai dengan konflik manusia dengan alam. Tiba-tiba saja kebakaran melanda hutan di sekitarnya. Naluri kecintaan manusia terhadap lingkungan membuat si Bos dan si Buruh segera bertindak dan memadamkan api yang melahap pepohonan di sekitarnya. Tanpa komando dari siapapun keduanya berusaha mencegah kebakaran hutan terus meluas.

Plot cerita diakhiri dengan penyesalan dan kesadaran dua pembalak bahwa tindakan yang mereka lakukan selama ini salah. Penyesalan itu ditandai aksi berpelukan si Bos dan si Buruh. Pelukan itu sekaligus pelukan kasih sayang kepada alam yang telah mereka rusak. 

Mereka menyesali keterlibatan mereka dalam kerusakan itu. Seharusnya mereka menjaga dan melestarikan keberadaan hutan. Melihat sisa-sisa kebakaran itu mereka menunjukkan kesedihan yang mendalam. Mereka seolah merasa menjadi bagian dari penghuni hutan yang kehilangan tempat tinggal akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah manusia.

Seekor kupu-kupu terbang mendekat. Sayapnya mengepak lemah di antara puing-puing pepohonan yang terbakar. Sebagai bagian dari kehidupan hutan, kupu-kupu itu mewakili kesedihan yang mendalam dari semua penghuni hutan. Dia harus menunggu waktu yang lama agar hutan itu dapat berseri kembali. Mereka harus bersabar untuk mendapatkan kembali bunga-bunga mekar seperti sedia kala.

Secara kesluruhan pentas pantomim itu memberikan pesan tentang pelestarian alam kepada penonton. Nasib lingkungan sangat ditentukan oleh manusia. Pesan-pesan impresif melalui media seni tidak jarang lebih simpatik, lebih berkesan, lebih menarik, dan lebih persuasif. Kampanye lingkungan dengan cara yang edukatif perlu diperbanyak sejak dini melalui lembaga pendidikan.

Lombok Timur, 15 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun