Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jembatan Gantung Dodokan Lombok Barat, Jejak Kaki Kolonial Belanda

5 Desember 2023   20:26 Diperbarui: 5 Desember 2023   21:20 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perspektif tertentu, pergi jauh ke masa lalu bukanlah sebuah pilihan yang bijaksana. Secara personal, pilihan ini akan meninggalkan jejak negatif dalam kesadaran seseorang jika masa lalu itu menyisakan residu pengalaman yang menyakitkan atau meninggalkan serpihan traumatik yang mendalam. Melupakan masa lalu dalam konteks ini merupakan pengkondisian di mana seseorang dapat berdamai dengan masa lalu yang pahit dan tidak menyenangkan.

Tentu saja tidak semua masa lalu itu menyakitkan. Jika masa lalu adalah sejarah, dimensi waktu itu akan menjadi bagian penting bagi manusia baik secara personal maupun kolektif jika saja kita dapat mengambil pelajaran darinya.

Seseorang yang tidak memahami sejarah sesungguhnya dia tidak akan memahami dengan baik kehidupan hari ini.

Quote di atas dapat dimaknai sebagai sebuah kondisi di mana seseorang yang tidak memahami sejarah sesungguhnya dapat membuatnya kehilangan konteks dan pemahaman yang mendalam tentang peristiwa, nilai-nilai, dan perubahan yang membentuk kehidupan hari ini. 

Sejarah, dengan demikian, memainkan peran dalam membentuk identitas dan memberikan wawasan tentang akar budaya, konflik, dan perkembangan yang mempengaruhi masyarakat. Tanpa pemahaman sejarah, seseorang mungkin kesulitan menafsirkan dinamika sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang berkembang hari ini.

Jejak sejarah dapat ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu, sumber tertulis, lisan, dan fisik (benda). Jejak kolonial merupakan sisi sejarah yang banyak ditemukan di berbagai wilayah eks koloni. Mereka para penjajah tidak saja meninggalkan jejak derita tetapi juga bangunan dan nilai-nilai tertentu yang dapat diadopsi oleh masyarakat setempat.

Setiap daerah di Indonesia, dapat ditemukan jejak kolonial berupa bangunan fisik dengan berbagai bentuk dan masih dapat dimanfaatkan sampai saat ini.

Di Lombok NTB, salah satu jejak sejarah yang masih ada sampai hari ini dalam bentuk fisik adalah jembatan gantung yang terletak di Kabupaten Lombok Barat. Jika menempuh perjalanan dari Mataram ke Jembatan Gantung Gerung sekitar 14,6 km.

Jembatan tersebut menjadi penghubung dua kecamatan. Jembatan yang membentang di sungai Gerung itu menghubungkan Dusun Kelebut Desa Kebun Ayu Kecamatan Gerung dengan Dusun Nyurlembang Desa Jembatan Gantung Kecamatan Lembar. Jembatan ini juga dikenal dengan jembatan gantung Dodokan.

Dilansir dari media online lokal Radar Lombok, jembatan gantung ini dibangun pada tahun 1932 saat pemerintahan kolonial Belanda masih bercokol di Nusantara. Masih dari sumber yang sama, pembangunannya melibatkan tenaga ahli dari Jawa yang sengaja didatangkan oleh pemerintah Belanda.

Penduduk lokal sendiri tidak banyak yang terlibat sebagai tenaga ahli. Ada kemungkinan pada masa itu penduduk lokal belum memiliki keahlian yang dibutuhkan. Selebihnya penduduk setempat hanya bertugas sebagai buruh yang mengumpulkan material seperti batu, pasir, besi dan lain-lain. Kemungkinan besar dapat dipastikan pembangunannya menggunakan kerja paksa (kerja rodi).

Pada masa awal, jembatan gantung itu berfungsi sebagai jalur utama yang menghubungkan kampung-kampung terpencil di sekitarnya. Ini tentu karena saat itu jalan-jalan penghubung antar wilayah belum tersedia.  Sekarang jembatan itu bukan satu-satunya fasilitas jalan yang tersedia. Namun demikian jembatan itu perlu dipertahankan, tidak saja sebagai bukti sejarah tetapi juga berbagai fungsi lainnya.

Jembatan gantung Gerung dirancang secara terintegrasi dengan saluran air yang berfungsi sebagai irigasi pertanian. Sarana irigasi itu diklaim saluran air yang pertama kali dibangun di daerah setempat. 

Sebagaimana bangunan kolonial pada umumnya, jembatan gantung tersebut memiliki arsitektur yang khas. Tiang penopang dan komponen lainnya secara kesluruhan terbuat dari besi yang kokoh.  

Peningggalan ini menjadi bagian penting dari lanskap kota Gerung yang berdekatan dengan Ibu Kota Lombok Barat. Jembatan kuno itu memberikan identitas visual yang unik dan menjadi salah ciri khas dari suatu wilayah dan menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Jembatan gantung peninggalan Belanda itu juga merupakan warisan budaya dan sejarah. Sekolonialnya sebuah bangunan akan akan tetap menjadi saksi bisu peristiwa sejarah yang telah membentuk masyarakat gerung sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Keberadaan jembatan itu dapat membawa membawa pengunjungnya menembus sejarah masa lalu, mengenang kembali pengalaman sejarah sebagai bagian dari perjalanan bangsa.

Ketertarikan banyak orang terhadap situs-situs sejarah membuat sebuah tempat sering dijadikan destinasi wisata. Keberadaan jembatan gantung gerung juga menjadi salah satu obyek wisata yang cukup potensial. Ini didukung oleh keberadaan desa wisata Kebon Ayu di sekitar jembatan. Desa ini menjadi salah satu desa wisata di Lombok Barat dengan agrowisata budidaya hidroponik.

Kondisi jembatan itu sampai sekarang kurang terawat. Dikutip dari Inside Lombok, Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Barat berencana akan merenovasi jembatan tersebut tahun 2024 mendatang. Tujuannya untuk meningkatkan daya tarik wisata di daerah setempat.

Setidaknya ada 3 jembatan gantung yang ada di Lombok sebagai peninggalan kolonial. Selain jembatan gantung Gerung, terdapat jembatan gantung Kamasan yang berada di wilayah Kota Mataram. Jembatan ini konon dibangun pada jaman Jepang. (Sumber Radar Lombok).

Jembatan satunya lagi jembatan Gantung Mambalan. Terletak di desa Mambalan, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat. Biasanya jembatan dibangun di daerah dengan mobilitas masyarakat yang relatif ramai. Jembatan Mambalan justru dibangun di daerah yang tergolong sepi, di tengah persawahan yang menghubungkan antara pemukiman penduduk dengan lokasi kuburan warga Desa Mambalan yang dibatasi oleh sungai.

Lombok Timur, 05 Desember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun