Selama tiga hari saya didapuk menjadi pembicara hampir tunggal dalam Workshop Implementasi Kurikulum Merdeka yang diikuti oleh peserta yang berasal 5 sekolah. Peserta yang terlibat pada kegiatan tanggal 25-27 Juli 2023 itu, terdiri dari guru dan kepala sekolah yang mulai tahun ini menerapkan kurikulum merdeka. Saya menggunakan istilah "pembicara hampir tunggal" karena saya hanya dibantu oleh seorang rekan guru pada hari ke-3 di sekolah untuk berbagi praktek baik tentang pembelajaran berdiferensiasi.
Inisiator kegiatan ini adalah ketua gugus SD dimana sekolah saya menjadi salah satu anggota di dalamnya. Pada awalnya, saya meragukan kemampuan saya untuk berbagi pemahaman implementasi kurikulum merdeka. Namun saya melihat ini sebagai sebuah tantangan yang harus saya jawab dengan segala keterbatasan pemahaman dan pengetahuan saya.
Hari pertama kegiatan agak tertunda dari waktu yang telah dijadwalkan. Kegiatan baru dibuka oleh kepala UPT Dikbud Kecamatan setempat yang datang terlambat satu jam lebih dari jadwal kegiatan. Sebuah perilaku yang lazim ditemukan dalam kebiasaan di negeri +62. Namun ini dapat disebut sebagai pengecualian karena ada urusan lain yang harus diselesaikan oleh Kepala UPT sebelum menghadiri kegiatan.
Hari pertama, di awal sesi, saya memberikan kesempatan peserta untuk melakukan refleksi atas pemahaman mereka tentang kurikulum merdeka. Beberapa orang peserta secara bergantian menyampaikan hasil refleksi.
Apa yang disampaikan peserta menunjukkan bahwa pemahaman mereka tentang kurikulum merdeka bervariasi. Semua peserta pernah mendengar dan sebagian pernah membaca. Sebagian lagi pernah mengikuti kegiatan intervensi implementasi kurikulum merdeka.
Berdasarkan hasil refleksi, peserta juga menyampaikan bahwa mereka belum sepenuhnya memahami secara optimal kurikulum tersebut.
Saya berasumsi bahwa bagi peserta yang sudah mendapatkan intervensi, ada kemungkinan tidak melakukan tindak lanjut secara mandiri. Mereka tidak melakukan eksplorasi untuk meningkatkan pemahamannya dalam rangka implementasi kurikulum.
Asumsi itu pula yang menimbulkan anggapan pribadi saya bahwa rerata peserta belum menumbuhkan sikap dan semangat belajar mandiri. Secara umum mereka belum memiliki dorongan internal yang kuat untuk memanfaatkan sumber belajar digital yang difasilitasi oleh pemerintah. Padahal pemerintah telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk belajar melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang juga menyediakan ruang berbagi untuk para guru di seantero Nusantara. Belum lagi sumber belajar lain yang melimpah di dunia virtual.
Proses refleksi itu "an sich" saya gunakan sebagai ilustrasi untuk memberikan pemahaman kepada peserta bahwa refleksi merupakan salah satu prinsip pembelajaran Kurikulum Merdeka. Refleksi menjadi salah satu aktivitas yang sangat direkomendasikan dalam proses pembelajaran. Melalui refleksi, siswa dapat mengenali kekuatan, kelemahan, minat, dan preferensi mereka dalam proses belajar. Ini membantu mereka memahami diri mereka sendiri dengan lebih baik dan memungkinkan pengembangan diri yang lebih baik.
Hasil refleksi siswa tersebut juga memungkinkan guru untuk mengukur pemahaman awal atau kemampuan prasyarat dan kebutuhan belajar peserta didik. Inilah salah satu esensi kurikulum merdeka. Pemahaman awal merupakan capaian yang telah dimiliki sebagai bekal untuk meningkatkan capaian pembelajaran selanjutnya.