Kerap kali kita cenderung tertarik dan terkagum-kagum kepada kekayaan seseorang dan mengabaikan bagaimana proses yang dilaluinya sehingga bisa memiliki kekayaan tersebut. Kita sering terhipnotis membaca berita seputar keretakan rumah tangga artis tanpa menjadikannya pelajaran dalam kehidupan kita sendiri.
Pada titik inilah penulis dan atau pembuat konten harus memiliki tanggung jawab. "Menulis sesuatu hanya karena menurut Anda dapat menarik lebih banyak lalu lintas di blog Anda merupakan hal berbahaya". Penggalan kalimat yang saya kutip dari sebauh artikel dalam unisquareconcepts.com dapat menjadi renungan.
EB White, penulis The Elements of Style menegaskan dalam fs.blog:
Seorang penulis harus merefleksikan dan menafsirkan masyarakatnya, dunianya; ia juga harus memberikan inspirasi dan bimbingan serta tantangan. Banyak tulisan hari ini menurut saya mencela, merusak, dan marah. Ada alasan bagus untuk marah, dan saya tidak menentang kemarahan. Tapi saya pikir beberapa penulis telah kehilangan rasa proporsional, rasa humor, dan rasa penghargaan mereka.
Sekelompok orang lainnya memiliki ketertarikan kepada tulisan yang lebih dari sekadar informasi tetapi menyelipkan pengetahuan dan wawasan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Topik kesehatan, isu lingkungan, parenting, budaya, hukum, politik, dan informasi lainnya yang bermanfaat.
Tulisan bermanfaat merupakan tulisan yang dapat memberikan informasi yang berdampak positif bagi pembaca. Ada nilai, makna, atau sesuatu yang memberikan inspirasi. Setidaknya pembaca mendapatkan tambahan pengetahuan atau informasi yang positif.
Sekali lagi membuat tulisan yang menarik itu penting tetapi tulisan tersebut haruslah memuat nilai-nilai yang berharga bagi pembaca.
Daya rusak berita?
Berita sensasional dapat memiliki berbagai gangguan kesehatan mental kehidupan masyarakat. Salah satu kemungkinan dampak yang ditimbulkan adalah meningkatkan tingkat kecemasan dan ketakutan.
Berita negatif, terutama yang berfokus pada kejahatan atau ancaman keamanan, dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan ketakutan dalam masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan stres dan berkurangnya kualitas hidup bagi individu yang terus-menerus terpapar berita negatif.
Dikutip dari ANTARA, hasil studi Pam Ramsden, seorang peneliti dari Universitas Bradford menyimpulkan bahwa berita-berita kekerasan dapat menyebabkan Post Stress Traumatic Disorder (PTSD).
Dilansir dari National Institute of Mental Health, PTSD adalah gangguan yang berkembang pada beberapa orang yang mengalami peristiwa yang mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya. Pengalaman itu bisa berasal dari berita yang tersebar di berbagai media.
Tidak hanya PTSD, dampak lainnya yang kemungkinan muncul adalah persepsi yang salah atau distorsi realitas. Jika berita negatif disajikan tanpa konteks yang memadai atau terdapat kesalahan fakta, masyarakat dapat mendapatkan pemahaman yang tidak akurat mengenai suatu peristiwa atau isu tertentu. Hal ini dapat mengganggu pengambilan keputusan yang rasional dan berdampak pada persepsi yang tidak seimbang terhadap situasi yang sebenarnya.