Salah satu pembahasan rapat tersebut adalah kegiatan akhir tahun. Kegiatan ini menjadi kegiatan seremonial tahunan bagi hampir setiap sekolah dari jenjang TK/PAUD, SD, SMP, sampai SMA. Kegiatan yang dimaksud adalah acara perpisahan kelas 6 dan kenaikan kelas 1 s/d kelas 5.
Beberapa hari terakhir, polemik kegiatan akhir tahun tersebut menjadi salah satu isu yang mencuri perhatian netizen. Isu kegiatan yang dikemas dengan label wisuda atau pelepasan ini bermula dari komentar seorang netizen pada Instagram Nadiem Makarim yang menuntut agar kegiatan pelepasan atau wisuda dihapus karena dinilai memberatkan orangtua siswa dari sisi pembiayaan. Situs berita VIVA.co.id merupakan salah satu media yang menurunkan isu ini.
Nadiem menanggapi komentar tersebut dengan menegaskan bahwa kegiatan itu merupakan kegiatan opsional. Suatu kegiatan yang bersifat tidak wajib. Sekolah boleh melaksanakan, boleh juga meniadakannya.
Jika berbicara tentang signifikansi kegiatan tersebut di atas, kita dapat melihatnya dalam perspektif positif dan negatif. Kegiatan akhir tahun tersebut memang bukan sebuah tuntutan tetapi seakan telah menjadi tradisi yang mungkin agak sulit ditiadakan.
Jika dilihat dari sisi positif, kegiatan pelepasan atau wisuda (apapun istilahnya) pada akhir tahun pelajaran menjadi saat yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa. Kegiatan seremonial itu menjadi semacam kegiatan pelepas lelah bagi anak-anak setelah mengikuti rutinitas proses pembelajaran yang bisa jadi membosankan selama tahun pelajaran tertentu.
Kegiatan itu sebenarnya bukan semata-mata ajang untuk pelepasan, wisuda, atau kenaikan kelas belaka. Namun ada kegiatan pengiring yang membuat siswa menjadi bersemangat.
Dalam kegiatan tersebut biasanya ada pentas berupa pembacaan puisi, tari, drama, atau pemberian reward terhadap siswa berprestasi, dan selingan lainnya.
Kesempatan ini dimanfaatkan siswa untuk mengekspresikan diri melalui aksi panggung yang mereka tunjukkan. Inilah yang perlu diluruskan tentang kegiatan akhir tahun yang menunjukkan kesan kurang bermanfaat.
Sayangnya, di beberapa sekolah kegiatan tersebut kerap kali diselenggarakan dengan kesan yang mewah dan berlebihan. Hal ini membuat pembiayaan mengalami pembengkakan.
Pada akhirnya, pelaksanaan kegiatan dibebankan kepada wali murid atau orangtua siswa. Bagi wali murid yang berkemampuan mungkin tidak terlalu menjadi persoalan. Namun tidak semua siswa datang ke sekolah dari keluarga yang mampu.