Jangankan hidup, setelah kematian pun manusia makin kesulitan mencari tempat beristirahat.
Tidak seorang pun di antara manusia menginginkan kematian lebih cepat. Kita semua nyaris berharap hidup abadi walaupun hal ini merupakan sebuah harapan yang absurd.
Pada saat yang sama tidak seorang pun dapat menunda kematiannya, kecuali mempercepatnya sendiri karena bunuh diri. Pun tidak ada dan tidak akan pernah ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mengukur batas usia seseorang. Kematian adalah sebuah misteri.
Islam, agama yang saya anut, juga dengan tegas menyebutkan bahwa,
"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (al-A'raf:34)
Setelah kematian, permasalahan manusia bukan seperti makhluk hidup yang lain. Jika sapi, kerbau, atau binatang tertentu mati, bangkainya dapat ditanam atau dikubur di mana saja. Berbeda dengan kita manusia, diperlukan tempat tertentu atau lahan khusus untuk menguburkan jasad ketika tidak lagi bernyawa.
Di kawasan kota-kota besar, orang yang meninggal dunia seringkali mengalami permasalahan saat akan dimakamkan. Ini terkait masalah tempat atau lahan makam.
Pada 2013 saja, diperkirakan pemakaman di Jakarta sudah penuh. Ketersediaan lahan tempat pemakaman umum (TPU) pun diprediksi hanya mampu ditempati hingga tahun 2013. Dari 590 ha areal pemakaman di Jakarta hanya tersisa 31,8 ha. Padahal, menurut data, 40 ribu jiwa meninggal dan memerlukan tempat peristirahatan terakhir (Sumber: okezone).
Masih dari sumber yang sama, tercatat 6 kota besar lainnya di Indonesia mengalami permasalahan serupa. Hal ini dapat dipahami mengingat pertumbuhan penduduk terus menerus meningkat dari waktu ke waktu.
Bagaimana dengan lahan makam di Jakarta hari ini setelah 10 tahun berlalu? Tentu akan semakin rumit akibat pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan penduduk kota tidak saja disebabkan oleh faktor kelahiran tetapi juga peristiwa urbanisasi yang dipicu oleh kecenderungan sebagian besar penduduk berbondong-bondong ke kota untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Permasalahan lahan makam, sebagaimana dilaporkan CNN, khusus di Jakarta dipicu oleh pembangunan pemukiman yang massif, cara pemakaman yang konvensional (satu lubang satu jenazah), dan pengadaan lahan yang lamban oleh pemerintah.