Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Masker Pasca Covid 19: Polusi Udara, Bau Mulut, dan Penularan Penyakit dari Pernapasan

14 Juni 2023   10:30 Diperbarui: 14 Juni 2023   10:33 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penggunaan masker (Sumber gambar www.freepik.com)

Keputusan pemerintah mencabut peraturan penggunaan masker pasca COVID 19 sejak 09 Juni 2023 bisa disambut positif atau mungkin juga ditanggapi berseberangan. Menggunakan masker bagi sebagian orang bisa jadi merepotkan. Sebagian lagi menjadi kebutuhan dengan alasan-alasan tertentu.

Walapun wajib masker telah dicabut, ada baiknya penggunaan penutup mulut dan hidung itu tetap dilakukan. Alasan salah satunya tentu karena adanya kemungkinan polusi udara di sekitar kita.

Berdasarkan Greenpeace Indonesia, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan polusi paling tinggi se-Asia Tenggara. Hal ini merujuk pada World Air Quality (IQAir) tahun 2022. Pada saat yang sama, secara global polusi Indonesia berada pada posisi ke 26.

Tahun 2023 kondisi itu makin buruk. CNBC, 11/06/2023, menurunkan berita bahwa DKI Jakarta saat ini dinobatkan menjadi salah satu kota yang memiliki kualitas udara terburuk di dunia. Berdasarkan laporan dari laman IQAir, hingga pukul 08.10 WIB, Minggu (11/06/2023), pencemaran udara di Ibu Kota berada di angka 167 dan masuk dalam kategori tidak sehat.

Polusi udara dewasa ini memang sudah sangat memprihatinkan. WHO, melalui BBC NEWS INDONESIA, belasan tahun yang lalu menetapkan polusi udara sebagai ancaman terbesar di dunia. Masih dari sumber yang sama, sebuah penelitian menemukan bukti kuat bahwa pencemaran udara telah mengakibatkan kematian sekitar 7 juta jiwa pada 2012. Sebagian kematian itu terjadi di negara-negara miskin dan berkembang di Asia Selatan dan Timur.

Natural Resources Defense Council (NRDC), organisasi aktivis lingkungan yang berkedudukan di Amerika Serikat, sebuah organisasi pengamat lingkungan yang terbesar dan terkemuka di dunia. NRDC melaporkan bahwa polusi udara menjadi faktor risiko kematian dini terbesar keempat di dunia. 

Dengan mengutip laporan State of Global Air, tercatat bahwa 4,5 juta kematian terkait dengan paparan polusi udara luar ruangan pada tahun 2019, dan 2,2 juta kematian lainnya disebabkan oleh polusi udara dalam ruangan.

Polusi sebuah kota bisa saja memberikan dampak kepada kota atau daerah lain. Bayangkan jika sebuah kota menghasilkan banyak polusi udara, seperti partikel debu, asap kendaraan, emisi industri, dan polutan lain. Polutan tersebut dapat terbawa oleh angin dan mencapai daerah di sekitarnya. 

Polusi udara dapat menyebar dalam skala regional dan bahkan global. Hal ini tergantung pada kondisi cuaca dan arah angin. Dampaknya bisa termasuk penurunan kualitas udara, masalah kesehatan, dan kerusakan lingkungan.

Kehadiran polutan tidak saja dari emisi mesin kendaraan dan industri di perkotaan. Wilayah pertanian di alam pedesaan juga dapat memberikan sumbangan pencemaran walalupun tidak setinggi aktivitas di manusia di perkotaan. Penggunaan pestisida dan obat-obatan untuk perawatan tanaman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan.

Sebuah studi baru menjelaskan bahwa aerosol terbentuk dari gas amonia dari pupuk dan kotoran hewan bercampur dengan gas nitrogen oksida dan sulfat dari polusi pipa knalpot mobil. Aerosol bisa masuk ke melaljui pernapasan yang dapat menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru. Diperkirakan polusi partikel halus udara itu menyebabkan lebih dari 3 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. (Sumber VOA Indonesia)

Fakta polusi udara di atas membuat penggunaan masker setidaknya mengurangi dampak pencemaran udara pada kesehatan manusia. Penggunaan masker pasca COVID-19 ada baiknya menjadi sebuah kebiasaan dengan kondisi udara global yang makin awut-awutan. Covid 19 boleh jadi bukan lagi ancaman tetapi polusi udara akibat aktivitas manusia menjadi ancaman lain yang patut diperhitungkan.

Penggunaan masker dalam konteks interaksi sehari-hari juga penting dijadikan pertimbangan. Salah satunya untuk meredam bau mulut yang kerap tidak kita sadari.

Penyebab bau mulut itu sendiri, dikutip dari halodoc, dipicu penyakit radang gusi, diabetes, hingga asam lambung kronis. Gigi berlubang juga dapat menimbulkan bau mulut yang tidak sedap. Lubang gigi yang sulit dibersihkan diduga menjadi ladang subur perkembangan bakteri sehingga dapat mempengaruhi bau pernapasan.

Kita tentu pernah berdekatan dengan seseorang yang memiliki bau pernapasan yang membuat kita tidak nyaman. Bau mulut mungkin terkesan sepele tetapi hal ini dapat membuat orang lain merasa terganggu saat kita berdekatan. 

Tidak semua orang menyadari adanya masalah pada bau mulutnya sendiri. Setidaknya penggunaan masker dapat membantu meredam menyebarnya bau pernapasan saat kita berdekatan dengan orang lain. 

Terakhir, setiap orang juga memiliki kemungkinan penyakit pernapasan yang dapat menular kepada sesama saat kita berinteraksi. Dengan menggunakan masker kita dapat meminimlisir resiko yang menularkan penyakit pernapasan atau menghindari penularan dari orang lain.

Tradisi penggunaan masker pasca Covid-19 tetap diperlukan untuk mengurangi dampak polusi udara, mencegah penyebaran bau mulut kepada orang lain, dan menghindari penularan penyakit melalui pernapasan.

Penggunaan masker tentu bukan satu-satunya cara untuk mengurangi dampak kesehatan akibat polusi yang terus menerus meningkat. Dalam hal ini, diperlukan upaya besar yang memerlukan keterlibatan pemerintah sebagai pemegang kebijakan, praktisi lingkungan, lembaga terkait, dan tentu kesadaran setiap orang untuk menjaga lingkungan yang sehat dan nyaman.

Lombok Timur, 14 Juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun