Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar

8 Juni 2023   21:58 Diperbarui: 9 Juni 2023   10:31 14334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam bidang fisika, refleksi biasanya dihubungkan perubahan arah rambat cahaya ke arah sisi (medium) asalnya, setelah menumbuk antarmuka dua medium. Refleksi bersinonim dengan kata pantulan. (Wikipedia)

Jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, refleksi dapat diandaikan sebagai proses perenungan seseorang terhadap pengalaman masa lalu. Refleksi berarti proses berpikir untuk mengenali diri sendiri, mengeksplorasi hal-hal positif yang pernah dilakukan, atau mengenali kesalahan yang menyebabkan terjadinya kegagalan. Refleksi berarti mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri tentang hidup yang telah dijalani.

Dalam proses pembelajaran refleksi menempati posisi penting. Tidak saja bagi guru tetapi juga bagi siswa. Dalam merdeka belajar, kegiatan refleksi erat kaitannya dengan dimensi mandiri pada Profil Pelajar Pancasila. Untuk itu kebiasaan refleksi harus dibangun dan menjadi bagian rangkaian pembelajaran di kelas. 

Secara sederhana, refleksi pembelajaran dapat dijelaskan sebagai upaya melihat dan menganalisis kembali proses pembelajaran yang telah dilakukan secara lebih detail. 

Kegiatan refleksi dalam pembelajaran tidak dilakukan karena sebuah kebetulan atau karena ada sisa waktu dalam kegiatan pembelajaran. Dalam setiap pembelajaran guru dituntut menyediakan waktu untuk melakukan refleksi. Melalui refleksi peserta didik dapat belajar dari proses belajarnya. Peserta didik dapat belajar dari pengalaman belajar  untuk pembelajaran selanjutnya.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan saat memasukkan refleksi dalam kegiatan pembelajaran. Pertama, Bagaimana membuat pertanyaan refleksi yang sesuai untuk murid. Kedua, Kapan refleksi dilakukan. Ketiga, Bagaimana guru memfasilitasi murid dalam melakukan refleksi?

Bagaimana membuat pertanyaan refleksi yang sesuai untuk murid?

Untuk membantu peserta didik melakukan refleksi, guru perlu membantu mereka dengan mengajukan pertanyaan reflektif. Pertanyaan yang diakukan disesuaikan dengan tahapan perkembangan peserta didik.

Refleksi dalam pembelajaran dilakukan secara berjenjang dan disesuaikan dengan fase perkembangan murid. Pada jenjang sekolah dasar, bentuk refleksi disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa yang terbagi dalam 3 fase, yaitu, Fase A, Fase B, dan Fase C.

Pada fase A (Kelas 1 dan 2), murid diharapkan dapat melakukan refleksi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan keberhasilan dirinya sehingga bentuk pertanyaan bisa disesuaikan dengan kriteria ini.

Pada fase ini refleksi masih berfokus pada ekspresi diri. Ekspresi diri ini meliputi kenyamanan berbicara, menjawab, dan mengekspresikan dirinya. Hal ini menjadi fokus refleksi pada fase A sebelum kepada kualitas jawaban dari murid. 

Pada fase B (Kelas 3 dan 4), murid diharapkan dapat mengidentifikasi situasi yang dapat mendukung dan menghambat pembelajaran dan pengembangan dirinya. Pertanyaan tidak lagi seputar rasa nyaman saja. 

Bentuk pertanyaan refleksi akan berbeda dengan fase sebelumnya. Pada fase ini bentuk pertanyaan lebih mendalam dengan tujuan membantu murid menganalisis situasi tersebut. Pertanyaan itu meliputi, tahapan apa yang dirasa mudah atau sulit. Saat mengerjakan sebuah proyek, pertanyaannya bisa mengarah kepada hal-hal yang mereka sukai saat bekerja, hal paling sulit, dan hal yang memberikan kepuasan dari keseluruhan kegiatan.

Pertanyaan lain yang perlu diajukan adalah tentang kontribusi yang dilakukannya. Misalnya, bagian mana dari sebuah kegiatan dimana murid memberikan kontribusi terbesarnya dalam sebuah tugas kelompok.

Pertanyaan tidak kalah pentingnya adalah faktor atau kondisi seperti apa yang paling menghambatnya saat belajar sekaligus kondisi sebaliknya, yang paling membantunya dalam bekerja atau belajar.

Pada fase C (Kelas 5 dan 6), bentuk refleksi murid lebih berkembang lagi. Murid diharapkan dapat mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mendukung, memberikan hambatan dalam belajar, cara-cara mengembangkan diri serta mengatasi kekurangannya. Artinya, bentuk pertanyaan dibuat agar dapat menggiring murid menemukan hambatan dan cara mengatasinya, memungkinkan siswa memahami dirinya saat belajar, dan menilai hasil kerjanya sendiri. Murid juga diharapkan dapat memikirkan bantuan apa yang dia butuhkan serta sumber daya yang paling membantunya.

Tahapan alur perkembangan pada setiap fase inilah yang menjadi acuan guru dalam membuat pertanyaan refleksi. Pertanyaan refleksi juga dapat dikaitkan dengan materi yang dipelajari di kelas. 

Guru juga dapat memanfaatkan respon murid terhadap pertanyaan refleksi untuk menjadi pertimbangan dalam merencanakan kegiatan belajar di kelas. Misalnya, respon mereka saat menjawab hal yang berkaitan dengan sumber daya yang dapat membantunya belajar lebih baik. 

Kapan refleksi dilakukan?

Pelaksanaan kegiatan refleksi pembelajaran tidak memiliki waktu yang baku dalam kegiatan pembelajaran. Proses ini tergantung kebutuhan. Refleksi pembelajaran dikembalikan lagi kepada tujuan dari refleksi itu sendiri. Sebagai contoh, jika refleksi sebagai bagian dari pembelajaran, murid dapat arahkan untuk melihat kembali proses pembelajaran yang dialuinya dan hasil yang telah mereka capai.

Ini berarti bahwa refleksi dapat dilakukan ketika proses pembelajaran sedang berlangsung atau akhir sebuah unit kegiatan pembelajaran. Pada titik ini murid sudah dapat menunjukkan hasil pembelajaran yang dibuat.

Satu hal yang penting bahwa, walaupun pertanyaan sudah diberikan guru bisa saja murid belum melakukan refleksi dengan mendalam. Apalagi jika sesorang murid belum terbiasa melakukan refleksi.

Bagaimana guru memfasilitasi murid dalam melakukan refleksi?

Tidak semua murid dapat melakukan refleksi dengan baik. Oleh karena itu, peran guru sebagai fasilitator untuk memberikan bantuan dalam melakukan refleksi. Salah satu cara yang bisa dilakukan guru adalah dengan memberikan daftar capaian-capaian yang dilalui pada proses pembelajaran yang telah diikuti.. 

Dengan adanya daftar capaian itu peserta didik dapat menentukan materi atau kompetensi apa saja yang perlu diperkuat dengan hasilnya dan sebagainya. Bisa juga dengan memberikan pertanyaan tambahan yang memandu. 

Misalnya guru dapat mengajak muridnya melakukan refleksi saat membagikan hasil tes Matematika. Kemudian salah satu murid kesulitan menjawab pertanyaan refleksi mengenai hal yang mendukung dirinya dalam mengerjakan tes tersebut. Guru dapat membantu dengan memberikan pertanyaan tambahan secara lisan. Dengan kata lain, guru dapat menyederhanakan pertanyaan refleksi yang diajukan kepada murid.

Contoh pertanyaan, "Apa yang memudahkanmu dalam menjawab soal-soal tes ini?" atau "Apa yang kamu lakukan sehingga kamu bisa menjawabnya?"

Patut dicatat bahwa guru perlu menciptakan suasana yang mendukung. Suasana yang dimaksud adalah adanya situasi dimana refleksi memerlukan keterbukaan murid, baik pada dirinya sendiri maupun pada guru. Dalam hal ini, guru perlu menyadari posisi kontrolnya dalam proses pembelajaran

Dikutip dari Ayo Guru Berbagi, Gossen menjelaskan bahwa terdapat 5 (lima) posisi kontrol yang dapat diterapkan seorang guru. Kelima posisi kontrol tersebut adalah guru sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. 

Jika guru memerankan posisi kontrol penghukum atau pembuatan rasa bersalah akan sulit membuat murid terbuka untuk refleksi. Murid akan merasa takut dimarah atau khawatir kekurangannya akan dibongkar. Pada titik ini, guru harus menempatkan diri di samping siswa sebagai teman. Dalam posisi ini murid tidak akan berpikir untuk disakiti. Pada saat yang sama, guru dapat melakukan kontrol terhadap murid melalui pendekatan persuasif. 

Penting untuk diingat bahwa guru sebaiknya tidak memaksa murid jika dia tidak mau menunjukkan hasil refleksi. Murid adalah pelaku dan konsumen utama dari proses refleksi. Maka murid-murid juga memiliki hak untuk menjaga privasi.

Lombok Timur, 08 Juni 2023

Catatan; Sumber utama artikel ini adalah topik refleksi pembelajaran di sekolah dasar yang ada dalam Platform Merdeka Mengajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun