Tak seorangpun pernah terpikir untuk bercerai saat menerima ijab qabul pernikahan. Setiap orang pasti berpikir dan berharap hubungan rumah tangga akan senantiasa baik-baik saja.
Namun demikian, dalam perjalanan waktu siapa yang tahu hubungan sepasang suami istri langgeng atau berakhir pada perpisahan.
Dikutip dari merdeka.com, penyebab perceraian itu dipicu oleh perselingkuhan, faktor ekonomi, adanya kecanduan (alkohol dan narkoba), ketidakcocokan, dan beberapa faktor lain yang bersifat prinsipil.
Dilansir dari kumparanNEWS, kekerasan dalam rumah tangga menempati urutan ke 4 penyebab perceraian rumah tangga.
Terlepas dari penyebab di atas, perceraian memang kerap tidak dapat dihindari. Seorang teman dekat saya harus menerima takdir menjalani hidup sendiri setelah sekian lama hidup berumah tangga. Sebut saja namanya Tono.
Saya tidak ingin mengurai penyebab spesifiknya. Satu hal yang jelas bahwa Tono berpisah dengan istrinya Titin (bukan nama sebenarnya) karena tidak mengalami kecocokan lagi. Mereka sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Bagi mereka itu pilihan terakhir. Mungkin juga pilihan terbaik mereka.
Mereka berpisah setelah dikaruniai dua orang anak. Titin kembali ke rumah orang tuanya bersama anak-anaknya.
Setelah beberapa tahun berpisah Titin menikah dengan pria lain dan tinggal bersama suami barunya di luar daerah. Sedangkan anak-anak mereka tetap tinggal di rumah orang tua Titin.
Sebagai ayah yang bertanggungjawab Tono berusaha mengajak anaknya pulang dan tinggal bersama tetapi anak-anak itu lebih memilih tinggal di rumah ibunya (tepatnya, rumah orang tua ibunya).
Setelah perpisahan itu saya melihat hubungan Tono dan Titin tetap positif. Tono sendiri, tidak pernah sekalipun menceritakan secara rinci penyebab perceraiannya kepada saya. Tono memiliki alasan sendiri untuk tidak mengumbarnya.
Kedekatan saya dengan Tono membuat saya tahu bagaimana hubungannya dengan mantan istrinya. Secara umum mereka tetap memiliki hubungan positif.
Komunikasi tetap baik
Satu hal yang saya dapati bahwa Tono dan Titin memiliki hubungan yang tetap harmonis. Secara suami istri hubungan mereka memang tidak ada lagi. Namun, masing-masing pasangan menunjukkan bahwa mereka dapat menerima kenyataan.
Titin yang berada di luar daerah sering menghubungi Tono melalui telepon. Demikian pula sebaliknya. Kedua saling menanyakan kabar. Saya kerap mendengar percakapan mereka. Lebih banyak tentang anak-anak mereka.
Sesekali saya juga mendengar Tono menyelipkan percakapan candaan dalam obrolan mereka. Hal ini menunjukkan hubungan mereka setelah perceraian tidak ada masalah.
Saat pulang kampung Titin juga sering mengunjungi Tono. Hubungan mereka tetap baik sebagaimana saat masih menjadi suami istri.

Membesarkan anak-anak
Satu hal yang selalu dipikirkan Tono adalah anaknya. Tono yang belum menikah sering mengajak kedua anaknya agar mau tinggal bersamanya. Tetapi anak-anak itu lebih memilih tinggal di rumah kakeknya.
Sebagai seorang ayah Tono tetap berusaha menjalankan tanggung jawabnya. Tono selalu bercerita tentang anak-anaknya saat kami ngobrol. Ini membuktikan bahwa dia memiliki perhatian kepada anak-anaknya.
Tono berusaha memberikan nafkah untuk mereka. Lebih dari itu, Tono juga selalu berusaha dekat dengan anak-anak, memberikan semangat, dan membiayai pendidikan mereka.
Sebagai seorang ibu, Titin menunjukkan sikap yang sama. Titin selalu memberikan perhatian kepada anak-anaknya. Kemajuan teknologi saat ini membuat Titin dapat berkomunikasi secara intens dengan anak-anaknya walaupun terpisah jarak.
Tono dan Titin sepakat untuk membesarkan anak bersama, memberikan semangat kepada mereka, dan memberikan pemahaman kondisi yang mereka alami.
Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik
Rupanya anak-anak itu juga dapat memahami keadaan orang tua mereka. Saya melihat anak-anak mereka tumbuh dengan baik.
Secara umum mereka terlihat baik-baik saja. Anak-anak itu sekarang telah remaja. Mereka bergaul secara normal dengan teman-teman sebayanya.
Perceraian kedua orang tuanya tidak membuat anak-anak itu kehilangan rasa percaya diri dan kasih sayang dari orang tuanya. Hidup tanpa orang tua yang utuh tidak membuat mereka salah asuhan dan salah pergaulan.
Apa yang saya tulis ini merupakan hal-hal yang saya lihat. Selebihnya saya tidak tahu kondisi mental keluarga itu setelah perceraian. Bagaimanapun selalu ada hal-hal yang hilang pada anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga broken home.
Lombok Timur, 14 Mei 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI