Malam ke-14 puasa Ramadhan, masjid di kampung saya kedatangan tim safari Ramadhan dari sebuah yayasan dimana saya juga tergabung sebagai pengurus di dalamnya. Tim sapari tersebut terdiri dari pengurus harian (ketua dan jajarannya). Ketua atau pimpinannya saat ini dijabat oleh Tuan Guru H. Sukarnawadi, seorang alumni sebuah perguruan tinggi tertua di Mesir, Universitas al-Azhar.
Kegiatan safari Ramadhan yang diisi dengan pengajian mulai setelah shalat tarawih. Tuan Guru bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan sapari tersebut.
Di awal ceramahnya Tuan guru menyampaikan tentang konsep puasa. Menurutnya, kata puasa dalam al-Qur'an mengacu kepada dua term, shaum dan shiyam. Shaum disebutkan dalam al-Qur'an pada bagian yang menceritakan tentang kisah Siti Maryam yang tengah mengandung Nabi Agung Isa AS. Perempuan suci yang dalam kepercayaan Kristiani dikenal dengan Bunda Maria itu mengalami cobaan hebat karena mengandung tanpa sebuah pernikahan.
Maka makan, minum, dan bersenang hatilah engkau. Jika melihat seseorang, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar untuk Tuhan Yang Maha Pengasih untuk berpuasa, maka aku tidak akan berbicara dengan siapapun pada hari ini." (Maryam : 26)
Ayat tersebut, menurut Tuan Guru, bertujuan untuk merespon keraguan banyak orang tentang kesucian Siti Maryam kala itu. Tidak dapat dibayangkan betapa berat cobaan yang harus ditanggung Maryam. Namun untuk memberikan semangat kepada Siti Maryam, Allah SWT menganjurkan kepadanya untuk makan minum dan menenangkan pikirannya dengan berpuasa (tidak berbicara atau diam) saat bertemu dengan orang-orang.
Kata kedua yang berhubungan dengan puasa adalah shiyam. Dilansir dari REPUBLIKA, term puasa ini (shiyam) disebut dalam al-Qur'an sebanyak tujuh kali. Dalam surah al-Baqarah ayat 183 Allah SWt menyebut puasa dengan istilah shiyam. Ayat ini merupakan ayat paling populer yang memerintahkan umat Islam untuk melakukan puasa.
Puasa (shaum) yang diperintahkan kepada Maryam dan perintah puasa (shiyam) kepada umat Islam dalam dua ayat di atas memiliki pengertian yang berbeda. Puasa yang diperintahkan kepada Maryam adalah puasa dengan tidak berbicara atau tidak memberikan respon kepada orang-orang yang meragukan kesuciannya. Dalam ayat tersebut Maryam bahkan dianjurkan untuk makan dan minum. Perintah makan dan minum itu bisa jadi agar Siti Maryam tetap dalam keadaan sehat mengingat sedang mengandung anaknya, Nabi Isa AS. Sebagai manusia Maryam membutuhkan asupan gizi yang cukup agar kandungannya tetap dalam keadaan sehat.
Sedangkan term shiyam atau puasa dalam al-Baqarah 183 merupakan perintah yang berbeda dengan perintah kepada Siti Maryam. Para ulama menyebutkan bahwa puasa atau shiyam yang dimaksud adalah mencakup puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa Kafarat, puasa nazar, maupun puasa sunah. Pada hakikatnya, puasa yang diperintahkan dalam al-Baqarah 183 bertujuan untuk menaikkan derajat atau meningkatkan kemuliaan seorang muslim. Derajat tertinggi itu adalah ketaqwaan.