Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Toleransi Beragama di Daerah Seribu Masjid

23 Maret 2023   23:28 Diperbarui: 24 Maret 2023   22:04 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini perhatian saya kerap terpaku pada TikTok. Aplikasi yang pernah dianggap milik kaum alay itu kini banyak memberikan informasi baru yang sedang berkembang dan berbagai hal positif.

Perilaku pamer para pejabat yang ramai dipergunjingkan khalayak pasca tindak penganiayaan oleh seorang anak pejabat tajir, hujatan warganet terhadap seorang perempuan tambun mengaku seorang muslim yang pamer makan daging babi, sampai berita tentang turis asing yang membuat ulah di Bali, merupakan bagian dari peristiwa yang banyak beredar melalui TikTok.

Hari ini melalui TikTok terlihat sebuah video pendek yang menunjukkan seorang remaja putri kegirangan mendengar klakson telolet versi baru.

Semalam masih melalui TikTok, saya melihat sebuah video menayangkan arak-arakan ogoh-ogoh umat Hindu di Mataram Lombok. Ritual keagamaan umat Hindu menjelang Hari Raya Nyepi itu bertepatan dengan momentum menjelang Ramadhan.

Setelah tiga tahun vakum akibat badai pandemi, parade ogoh-ogoh tahun 2023 menjadi peristiwa yang dinanti-nantikan tidak saja oleh umat Hindu tetapi juga umat lintas agama.

Video terakhir ini bisa jadi menimbulkan rasa heran karena selama ini Lombok sendiri dikenal sebagai pulau seribu masjid. Di seantero pulau Lombok berdiri 3.767 masjid besar dan 5.184 masjid kecil yang tersebar di 518 desa. (dikutip dari kemenparekraf.go.id)

Jika melintasi jalan Jurusan Mataram-Selong, di sepanjang perjalanan akan terlihat kubah-kubah yang menandai keberadaan rumah ibadah umat Islam. Hampir di setiap perkampungan atau pemukiman selalu selalu ada bangunan masjid yang sudah jadi, baru mulai direhab,  masjid setengah jadi, sampai masjid yang baru dibongkar dalam rangka pembenahan.

Kalau boleh diibaratkan bahwa kemanapun Tuan dan Nyonya melakukan perjalanan di Lombok, menemukan masjid semudah menjangkau jempol kaki.

Di balik julukan pulau seribu masjid mungkin muncul anggapan bahwa semua masyarakat Lombok merupakan penganut agama Islam. Padahal tidaklah demikian. Pulau seribu masjid itu dihuni umat beragama lain. Adanya ritual parade ogoh-ogoh menunjukkan bahwa di Lombok ada pula umat Hindu sebagai umat terbesar kedua setelah umat Islam. 

Berdasarkan data tahun 2018 yang dilansir dari ntb.bps.go.id, sebanyak 130,72 ribu (2,42%) penduduk NTB memeluk agama Hindu. Terdapat pula 16,91 ribu (0,31%) penduduk yang beragama Buddha. 

Dilansir dari katadata.co.id penduduk NTB yang mencapai 5,41 juta jiwa pada Juni 2021, terdiri dari 5,23 juta jiwa (96,83%) beragama Islam. Sebanyak 130,72 ribu (2,42%) penduduk NTB memeluk agama Hindu, 16,91 ribu (0,31%) beragama Buddha, 13,55 ribu jiwa (0,25%) beragama Kristen, dan 9,93 ribu (0,18%) beragama Katolik, dan sisanya Konghuchu.

Khusus umat Hindu, pemukiman mereka dapat ditemukan di wilayah kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat. Jika Anda kebetulan berkunjung dan berkeliling kota Mataram atau Lombok Barat, Anda akan menemukan rumah-rumah khas umat Hindu yang dilengkapi dengan fakta keagamaan mereka berupa sanggah (tempat sesajen), aroma asap dupa yang khas, atau semerbak harum bunga dalam sesajen.

Di samping fakta penduduk di atas, fakta keagamaan yang menunjukkan keberagaman itu adalah rumah ibadah. Pulau seribu masjid itu juga terdapat sejumlah pura, tempat ibadah umat Hindu. 

Sejumlah pura, tempat peribadatan, tetap terjaga dengan baik. Di antara pura itu adalah Pura Meru di Cakranegara, Pura Batu Bolong di Senggigi, Pura Kelasa di Taman Narmada, Pura Lingsar di Lingsar Lombok Barat, dan Pura Gunung Pengsong, desa Kuripan, Labuapi Lombok Barat.

Tempat suci umat Hindu tersebut sampai saat ini masih terjaga dan berfungsi dengan baik sebagai bukti bahwa umat muslim Lombok sangat menghargai perbedaan keyakinan.

Bahkan pura Lingsar diketahui sebagai salah satu pura yang disakralkan oleh dua umat yang berbeda keyakinan, umat Hindu dan umat Islam Wetu Telu. (Tentang Islam Wetu Telu silakan kunjungi INDONESIA.GO.ID)

Di pura ini terdapat sebuah tempat yang dikenal dengan kemaliq Lingsar, sebuah mata air disakralkan oleh dua kelompok etnis, budaya, dan keyakinan yang berbeda.

Dua kelompok itu bersama-sama memiliki rasa tanggung jawab dalam menggunakan sebagai pusat ritual sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tempat sakral itu dijaga dan dipelihara melalui ritus keagamaan yang berbeda sesuai dengan keyakinan masing-masing. Ini sebuah fenomena kehidupan kolektif dalam perbedaan keyakinan yang jarang ditemukan di belahan lain. Mereka saling menjaga dan saling menghormati.

Tempat yang disakralkan ini sekaligus juga dijadikan pusat interaksi keagamaan dan tradisi dua kelompok yang berbeda keyakinan itu melalui sebuah ritual yang dikenal dengan Perang Topat.

Tradisi Perang Topat telah menjadi ritual secara turun temurun yang mulai sejak abad ke 18. Tradisi ini dilaksanakan sebagai rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Kegiatan perang topat ini diawali oleh ritual di kemaliq di pura lingsar. Kemudian masyarakat Hindu dan Islam melakukan tradisi saling lempar ketupat. Hal ini sebagai bentuk komunikasi dan kebersamaan antara warga Hindu dan Islam di Lingsar. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud toleransi dan moderasi di pulau Lombok.

Lombok Timur, 23 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun