Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Keluarga Bebas Anak, Ada Alasan Tidak Normatif

12 Februari 2023   22:36 Diperbarui: 13 Februari 2023   05:22 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang teman saya mengeluh karena anaknya sudah menikah beberapa tahun belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Entah sudah berapa dokter yang dikunjungi, berapa tabib yang didatangi, dan sudah banyak ritual yang dilakukan.

Apa yang dialami teman saya menjadi sebuah fakta bahwa anak menjadi salah satu tujuan sebuah pernikahan. Juga masih menjadi kesadaran yang kental bahwa anak merupakan satu dari banyak alasan orang tua untuk bekerja keras. Menjadi kebahagiaan pula ketika anak-anak itu tumbuh besar dan dewasa, apalagi ketika mereka mencapai puncak kesuksesan.

Saat bertemu dengan teman lama, pertanyaan paling umum sebagai basa basi adalah tentang anak-anak; berapa anak, anak-anak bekerja atau kuliah di mana, sudah punya cucu atau belum, dan berbagai pertanyaan serupa. Mereka, teman lama, akan jarang atau bahkan tidak pernah bertanya berapa koleksi mobil, berapa unit rumah, atau berapa penghasilan dan pengeluaran setiap bulan.

Bagaimanapun juga kebanyakan orang memiliki kecenderungan alami, keinginan untuk beranak pinak. Betapa banyak pasangan keluarga merasa kesepian karena tidak ada kehadiran anak dalam keseharian mereka. Banyak kasus dimana sejumlah keluarga yang telah menikah bertahun-tahun merasa tersiksa karena belum juga memiliki anak. Secara umum mereka mengalami beban psikologis karena dirundung kesepian tanpa anak-anak sebagaimana keluarga lain pada umumnya.

Beberapa kasus di daerah saya, bahkan ada perempuan yang dinyatakan mandul dan tidak memiliki kemampuan melahirkan anak meminta suami mereka menikah lagi dan bersedia hidup dalam situasi poligami agar dapat memperoleh anak. Dalam banyak kasus pula hubungan suami istri berakhir karena salah satu di antaranya tidak memiliki kemampuan reproduksi.

Harus diakui bahwa membesarkan anak merupakan sebuah tugas besar. Orang tua harus bisa membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Hal ini mungkin akan membuat orang tua kekurangan waktu untuk membahagiakan diri sendiri dari waktu ke waktu. Namun demikian di balik semua itu, memiliki dan membesarkan anak memberikan makna, kepuasan, dan koneksi dalam kehidupan orang tua. Inilah alasan mendasar mengapa orang memiliki anak jauh melampaui kebahagiaan mereka sendiri. 

Capaian terbesar dan puncak kepuasan orang tua adalah ketika berhasil menciptakan kehidupan baru. Semua itu dicapai dengan curahan cinta dan pengabdian serta perlindungan dan kasih sayang kepada anak-anak. Hal paling manusiawi sepanjang jaman adalah kebanggaan orang tua ketika berhasil mengantarkan anak-anaknya mencapai cita-cita hidupnya. Mereka yang memilih menjadi orang tua akan berjuang sekuat tenaga untuk membesarkan dan mendidik anak-anak.

Akhirnya saya ingin menutup artikel sederhana ini dengan mengutip tulisan Cory Stieg, seorang jurnalis kesehatan dan kebugaran New York, Amerika Serikat. Cory menulis dalam artikelnya sepenggal pernyataan Jennifer Glass, profesor sosiologi di University of Texas di Austin dan seorang ahli demografi yang mempelajari hubungan antara menjadi orang tua dan kesejahteraan,

"Kebanyakan orang tua merasa bahwa anak-anak mereka adalah sumber kepuasan hidup yang sangat penting. (sumber cnbc.com)

Lombok timur, 12 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun