Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pentingnya Kemampuan Komunikasi Seorang Pemimpin

12 Desember 2022   21:01 Diperbarui: 12 Desember 2022   21:12 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah kisah seorang pejabat, sebut saja Kepala Urusan (Kaur) Perjandaan di Desa Antah Berantah. Urusan perjandaan dibentuk dalam beberapa sub-urusan yang ditangani seorang Koordinator. Koordinator itu terdiri dari Koordinator Janda Muda, Koordinator Janda Tua, Koordinator Janda karena ditinggal Mati, Koordinator Janda karena Disia-Siakan Suaminya. Ada pula Koordinator Janda Betulan dan Koordinator Janda Malaysia (Jamal). Jamal merupakan istilah untuk menyebut seseorang yang ditinggal suaminya menjadi TKI ke Malaysia tetapi tidak pernah pulang dan tidak mendapatkan kiriman nafkah.

Kembali kepada pejabat di atas. Banyak koordinator yang tidak habis pikir dengan gaya kepemimpinannya. Setiap rapat sang pejabat hanya menyampaikan keluhan dan kemarahan. Amat jarang terdengar dia memberikan motivasi dan penghargaan kepada bawahannya. Tidak saja saat rapat internal tetapi juga saat rapat yang melibatkan undangan pejabat lain.

"Saya sudah sering menyampaikan himbauan kepada semua koordinator, mulai dari koordinator janda muda, koordinator janda tua, koordinator janda karena ditinggal mati, sampai koordinator janda karena disia-siakan suaminya. Saya selalu menekankan agar para koordinator tidak main-main dengan tugasnya. Salah satunya, tidak memacari para janda" 

Begitu penggalan pengantar Kepala Urusan Perjandaan dalam suatu rapat bersama staf yang dihadiri Kepala Badan Perjandaan Daerah suatu hari.

"Saya sudah berkomitmen bahwa setiap koordinator yang melanggar regulasi itu saya pastikan akan dinonaktifkan," kata sang Kaur melanjutkan dengan gayanya yang tidak berubah.

Para koordinator saling memandang.

"Siapa yang pacaran?" 

Demikian pertanyaan yang muncul di antara peserta rapat. Tentu saja dengan suara berbisik. Suara yang didominasi suara napas.

Saat sesi diskusi salah seorang koordinator mengangkat tangan pertanda minta ijin untuk berbicara.

"Terima kasih untuk kesempatan yang diberikan kepada saya. Perkenankan saya menggarisbawahi pernyataan Pak Kaur mengenai memacari janda tadi. Sebagai koordinator yang secara langsung berinteraksi dengan para janda dan saya sendiri membidangi janda-janda muda, harus memberikan pelayanan yang baik. Ketika mereka mengeluh tentang sulitnya menentukan pasangan atau banyaknya cobaan karena disebut pelakor saya harus melakukan komunikasi dengan baik. Sebagai pelayan janda muda saya harus bersikap ramah dan melayani mereka dengan penuh perasaan. Tentunya perasaan sebagai sesama manusia. Kasihan mereka Pak. Hidup sendiri saja sudah berat lalu ditambah lagi opini dan citra mereka di tengah masyarakat. Mereka tertekan. Jadi hanya kepada saya dan anggota saya mereka bisa mengadu.

Kalau kami melayani mereka dengan ramah bukan berarti kami memacari mereka. Tidak mungkin kita melayani mereka dengan sikap yang kurang ramah. Itu dapat menambah tekanan hidup mereka."

Dialog fiktif di atas pada dasarnya seringkali terjadi di dunia realitas. Kerapkali ditemukan pemimpin atau pejabat tidak memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni. Mereka sering mengabaikan konteks dalam berbicara. Asal bunyi. Ini sebuah indikasi rendahnya kemampuan komunikasi seorang pemimpin.

George Terry pakar "Ilmu Manajemen Modern", memandang kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi orang lain agar bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tercapainya tujuan bersama. Salah satu cara mempengaruhi orang lain itu melalui komunikasi. Dengan demikian, seorang pemimpin perlu membekali diri dengan kemampuan komunikasi yang baik agar dapat mempengaruhi orang lain. Kemampuan komunikasi itu menyangkut komunikasi secara antar personal maupun komunikasi publik (public speaking).

Komunikasi dimaknai sebagai proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari seseorang kepada orang lain atau dari satu pihak ke pihak lain. Dalam dunia psikologi, komunikasi sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan pengembangan diri. Melalui komunikasi seseorang akan menemukan dirinya, mengembangkan konsep pribadinya, dan menetapkan hubungan dirinya dengan dunia sekitar dan lingkungan sosialnya. Hubungan seseorang dengan orang lain akan menentukan kualitas hidupnya.

Kegagalan komunikasi ditandai dengan ketidakberhasilan pemimpin meyakinkan banyak orang, pesannya membangkitkan kejengkelan, atau pemimpin itu gagal membuat orang bertindak. Kegagalan itu berarti bersumber dari komunikasi pemimpin yang tidak efektif. (Lucy, dkk: 2016)

Pada titik ini, seorang pemimpin seharusnya segera menyadari kegagalan itu dan memperbaiki pola komunikasi yang diterapkan. Pemimpin harus mulai belajar ilmu komunikasi. Jika tidak, dia akan ditinggalkan banyak orang dan tujuan organisasi tidak akan tercapai.

Hal mendasar yang diperlukan seorang pemimpin dalam proses komunikasi pada sebuah organisasi adalah mendengarkan dan menerima masukan orang lain. Kepemimpinan bukan sebuah kesendirian. Pemimpin tidak hidup dalam kelengangan sosial. Kepemimpinan menyangkut hubungan dengan orang banyak dalam sebuah institusi. Untuk itu seorang pemimpin harus memiliki kemampuan menjadi pendengar yang baik.

Jika pemimpin mampu menjadi pendengar yang baik, kemampuan selanjutnya adalah kemampuan mengakomodasi setiap masukan. Sebuah lembaga yang dipimpin merupakan kehidupan kolektif. Oleh karena itu, pemimpin yang baik tidak belaka mengambil keputusan berdasarkan ide dan pikirannya sendiri. Seorang pemimpin harus mengintegrasikan sebuah keputusan dengan mempertimbangkan gagasan dan masukan banyak orang.

Kemampuan lain dan utama yang diperlukan pemimpin adalah kemampuan berbicara di depan umum (publik speaking). Kemampuan ini tidak sekadar memiliki rasa percaya diri tetapi juga penguasaan terhadap topik yang akan disampaikan. Ketika berbicara di hadapan bawahannya, pemimpin, materi yang disampaikan tidak boleh out of topic. Dalam pengertian penyampaian materi harus kontekstual atau sesuai dengan topik kegiatan yang sedang berlangsung. Andai pesan dalam proses komunikasi dikembangkan seharusnya tidak keluar dari topik yang ada. Topik boleh saja berkembang tetapi harus tetap berada pada pokok permasalahan.

Pada akhirnya kualitas pribadi seseorang dapat diukur dari kemampuan komunikasinya, keterampilan menyampaikan pesan atau informasi kepada audiens. Saya sendiri tidak memiliki kemampuan berbicara yang dapat diandalkan. Namun saya meyakini bahwa pemimpin yang mampu berkomunikasi dengan baik akan lebih mampu mempengaruhi orang lain tinimbang pemimpin yang memiliki kemampuan komunikasi yang buruk.

Lombok Timur, 12-12-2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun