Gasing (juga dikenal sebagai gangsing) adalah mainan yang berputar pada sumbu dan memiliki keseimbangan pada satu titik. Bentuknya bermacam-macam. Ada yang lonjong, oval, hingga pipih (ceper). Ada pula yang berbentuk silinder.
Gasing, secara umum, terdiri dari bagian atas (kepala), bagian tengah (badan) gasing, dan bagian bawah. Pada bagian bawah dilengkapi sepotong besi yang berfungsi sebagai poros saat berputar. Penempatan poros itu harus benar-benar akurat sehingga memberikan keseimbangan yang membuatnya berputar dengan baik dalam waktu yang lama.
Permainan tradisional itu dimainkan dengan cara melilitkan seutas tali pada bagian atas (kepala). Panjang tali tergantung pada besar kecilnya badan gasing. Makin besar gasing makin panjang tali yang dibutuhkan.
Gasing yang telah dililitkan tali kemudian dilempar ke tanah. Gerak lempar tersebut diikuti dengan gerak tarik saat gasing masih berada di udara atau sebelum menghempas ke tanah. Pemain melakukan gerak tarik sekuat tenaga yang bertujuan untuk menghasilkan putaran saat gasing jatuh ke tanah.
Pada beberapa daerah gasing bukan saja dimainkan oleh anak-anak tetapi juga orang dewasa. Pada beberapa tradisi, gasing digunakan sebagai media judi dan meramal nasib.
Gasing dipercaya sebagai permainan tradisional yang cukup tua. Sebuah sumber menyebutkan bahwa gasing telah ada sejak 3500 tahun SM.
Di Nusantara, gasing merupakan permainan yang dikenal di berbagai daerah. Dilansir dari bobo.id, di daerah Sumatera, tepatnya di Kepulauan Riau, gasing menjadi salah satu permainan tradisional yang dipercaya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Gasing juga dikenal di pulau Jawa, Bali, Lombok, dan belahan bumi Nusantara lainnya seperti, Sulawesi.
Di kampung saya Lombok, NTB, permainan gasing tidak saja dilakukan oleh anak-anak tetapi juga orang dewasa. Gasing bahkan menjadi salah satu permainan tradisional yang sangat digemari oleh sejumlah orang dewasa.
Saat saya masih kecil gasing merupakan permainan paling populer terutama pada musim kemarau. Pada musim hujan jarang dilakukan karena permainan gasing membutuhkan tempat yang kering. Jika dilakukan di tanah basah putaran gasing tidak maksimal karena membuat gasing akan terbenam ke tanah.
Permainan gasing dimainkan secara perorangan, bisa juga dalam grup. Salah satu dari pemain memutar gasing. Pemain lawan kemudian memukul gasing dengan melempar gasingnya sendiri ke arah gasing yang sedang berputar.
Pukulan atau lemparan itu harus mengenai gasing. Jika berhasil membuat gasing lawan mati (berhenti berputar) berarti pemain yang memukulkan gasing dianggap menang atau mendapatkan point. Pemain kalah harus melemparkan lagi gasingnya untuk dipukul pihak lawan.
Jika setelah dipukul gasing masih hidup, kedua gasing harus dibiarkan tetap berputar sampai salah satunya mati lebih dulu. Pemain yang gasingnya berputar lebih lama berhak menjadi pemain pemukul berikutnya.
Permainan gasing menjadi salah satu tradisi yang saat ini masih digemari sejumlah orang, terutama warga kampung. Biasanya dalam sebuah desa mereka memiliki tim laiknya tim sepak bola atau tim olahraga beregu pada umumnya.
Secara rutin tim itu melakukan laga gasing setiap minggu. Dalam momen tertentu pemerintah daerah setempat juga mengadakan turnamen gasing dalam rangka pelestarian permainan tradisional.
Gasing yang digunakan berukuran besar, diameternya berkisar 12-15 cm, terbuat dari kayu pilihan dan dilingkari baja pada sekeliling badan gasing. Diperlukan keahlian untuk memainkan gasing ukuran besar. Jika salah cara melempar gasing bisa terpental ke mana-mana sehingga dapat mengenai diri sendiri dan orang lain.
Sebagai akhir dari tulisan ini ada kisah lucu seorang Ketua RT di kampung saya yang sangat hobi main gasing. Hobi itu membuatnya rela membeli gasing dengan harga mahal. Dia juga hampir setiap hari melakukan permainan gasing bersama rekan-rekannya. Lokasi mainnya juga berpindah-pindah.
Rupanya hobi itu membuat istrinya kesal. Namun, Pak RT tidak menghiraukan kekesalan istrinya.
Pada dasarnya istri Pak RT tidak mempermasalahkan suaminya hobi gasing. Hanya saja saja hampir setiap hari suaminya keluar rumah membawa tas berisi gasing. Karena rutin digunakan, gasing itu juga membutuhkan perawatan setelah dipakai. Bahkan diganti jika sudah dianggap tidak layak lagi dibawa main. Akibatnya, Pak RT kerap menilep uang dapur.
Suatu hari, ketika pulang dari main gasing. Pak RT disambut baik oleh istrinya. Karena lapar Pak RT minta makan kepada sang istri yang sedang membersihkan halaman. Tanpa minta dilayani, Pak RT mengambil sendiri di dapur.
Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Saat mengambil lauk dalam panci, Pak RT agak heran dengan masakan istrinya. Bunyi sendok beradu dengan benda keras dan besar.
Ketika menengok ke dalam panci, Pak RT terbelalak melihat gasing sudah diberikan bumbu. Rasa lapar Pak RT sirna. Sempat terpikir untuk marah tetapi segera menyadari kekeliruannya.
Lombok Timur, 18-09-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H