Pagi itu, 2 Syawal 1443 H atau 2 Mei 2022, matahari masih bersembunyi di kaki langit. Bintang penghasil energi terbesar bagi kehidupan di bumi itu hanya mengirim semburat merah yang terpahat pada lengkung langit pagi di ufuk timur.
Suara microphone toa melengking dari tempat pemakaman umum. Dari balik pengeras suara itu, seseorang menyampaikan bahwa hari itu tanggal 2 Syawal. Hari dimana masyarakat dari 2-3 desa melakukan ziarah massal sembari bersilaturrahim dan bermaaf maafkan.
Saya bergegas menggontai langkah menuju pemakaman yang berada sekitar 200 m dari rumah saya. Sebelum sampai di pemakaman terdengar suara pembacaan surah Yasin dimulai.
Sepagi itu, mestinya area pemakaman masih sepi. Tetapi hari itu sudah ramai dengan kedatangan para peziarah.
Mereka menggelar tikar di sekitar kubur keluarga masing-masing. Semua bersimpuh dengan takzim ikut membaca surah Yasin berulangkali yang dipandu oleh beberapa orang secara bergiliran.
Setelah rangkaian doa dibacakan, acara selanjutnya disertai dengan ceramah. Pada akhir kegiatan acara biasanya dilakukan salam-salaman.
Saya dan keluarga duduk di sekitar pusara Ibu yang telah mendahului kami bulan Agustus tahun lalu.
Di sekitar itu pula kakek, nenek, buyut, dua orang adik kami menikmati peristirahatan terakhirnya. "Semoga semua penghuni makam mendapatkan tempat di sisi Allah SWT". Demikanlah doa kami para peziarah.
Sejumlah pedagang mainan balon mencoba mencari peruntungan pada bocah-bocah dalam gendongan ibu atau Ayahnya. Mau tidak mau, sejumlah besar balon kemudian berada di bawah kekuasaan anak-anak.
Balon-balon dengan berbagai karakter itu menjulur di antara hamparan peziarah. Mainan itu seakan berjingkat untuk mencapai ketinggian, persis seseorang yang pandangannya terhalang oleh sesuatu ketika tertarik dengan sebuah objek.