Pendidikan di Indonesia mengalami berbagai transformasi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan akses. Salah satu kebijakan yang diperkenalkan untuk mencapainya adalah sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019, yang bertujuan u.ntuk mengurangi ketimpangan akses pendidikan antara sekolah di daerah perkotaan dan pedesaan, serta memberikan prioritas kepada calon siswa yang berdomisili dekat dengan sekolah. Meskipun sistem zonasi ini memiliki niat baik, dalam prakteknya, banyak isu yang muncul terkait efektivitas dan dampaknya terhadap kualitas pendidikan dan kesempatan yang adil bagi semua anak di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini agar dapat memberikan hasil yang lebih optimal, sesuai dengan teori pemerataan akses pendidikan yang telah berkembang dalam lima tahun terakhir.
1. Keterbatasan Akses bagi Siswa di Daerah Terpencil
Salah satu tujuan utama dari penerapan sistem zonasi adalah untuk mempermudah akses siswa ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggal mereka, terutama di daerah perkotaan. Namun, di daerah pedesaan atau daerah terpencil, sistem zonasi justru menambah tantangan. Banyak daerah yang masih memiliki jumlah sekolah yang terbatas dan kualitas pendidikan yang kurang merata. Siswa yang tinggal di daerah terpencil sering kali tidak memiliki pilihan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan mereka, bahkan dengan adanya kebijakan zonasi.
Bahkan, dalam beberapa kasus, siswa di daerah pedesaan atau pelosok sering kali terpaksa harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan pendidikan di sekolah dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini tentu menghambat upaya pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia. Untuk itu, evaluasi terhadap kebijakan zonasi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah sistem ini benar-benar memberikan manfaat yang adil bagi siswa di daerah terpencil atau justru semakin memperburuk ketimpangan (Fauzi, 2020).
2. Pengaruh terhadap Kualitas Pendidikan
Salah satu tujuan dari sistem zonasi adalah untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan pedesaan. Namun, kenyataannya, tidak semua sekolah di setiap zona memiliki kualitas pendidikan yang setara. Sekolah-sekolah di kota besar umumnya memiliki fasilitas dan sumber daya yang lebih lengkap, sedangkan sekolah di daerah pedesaan sering kali menghadapi kekurangan dalam hal fasilitas, tenaga pengajar, dan sarana prasarana lainnya. Akibatnya, meskipun siswa yang berdomisili di zona tertentu memiliki akses lebih mudah ke sekolah, mereka belum tentu mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Sistem zonasi yang tidak mempertimbangkan kualitas sekolah dapat menyebabkan kesenjangan dalam pencapaian akademik siswa. Sebagai contoh, siswa yang tinggal di zona dengan sekolah berkualitas rendah tetap terpaksa bersekolah di sana meskipun mereka memiliki potensi untuk berkembang lebih baik jika diberi kesempatan untuk bersekolah di sekolah dengan kualitas lebih tinggi. Oleh karena itu, evaluasi terhadap keberhasilan kebijakan ini perlu mempertimbangkan aspek kualitas pendidikan yang ditawarkan oleh masing-masing sekolah dalam zona yang bersangkutan (Nugroho & Anwar, 2021).
3. Ketidakmerataan Pembagian Sekolah di Beberapa Daerah
Di beberapa daerah, sistem zonasi menyebabkan ketidakmerataan jumlah siswa yang diterima di sekolah tertentu, sehingga mengarah pada overcapacity atau kekurangan siswa di sekolah lainnya. Misalnya, sekolah-sekolah yang berada di pusat kota atau daerah yang lebih maju sering kali menerima lebih banyak siswa karena lebih banyak yang memenuhi kriteria zonasi. Sebaliknya, sekolah-sekolah yang berada di daerah pinggiran atau terpencil justru mengalami kekurangan jumlah siswa.
Situasi ini dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah dengan jumlah siswa yang sangat banyak. Sementara itu, sekolah yang kekurangan siswa mungkin kesulitan untuk beroperasi secara optimal karena minimnya anggaran atau sumber daya yang tersedia. Ketidakmerataan ini menunjukkan bahwa sistem zonasi belum sepenuhnya berhasil dalam meratakan distribusi siswa ke sekolah-sekolah yang ada di seluruh Indonesia (Setiawan & Prasetyo, 2020).
4. Dampak pada Pilihan Orang Tua dan Siswa