Mohon tunggu...
Mohamad Ardin Suwandi
Mohamad Ardin Suwandi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - PETUALANGAN

Dalam Hidup Hanya ada Karya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gaya Hidup Minimalis, Menghidupi Jiwa Kemanusiaan

29 Oktober 2019   15:54 Diperbarui: 29 Oktober 2019   17:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan telah ada sebelum tulisan ini dibuat, begitu kata-kata yang akan keluar dari pemahaman yang mengatakan hidup telah ada sejak manusia ada di bumi ini.

Terlepas dari ada tidaknya manusia mencari akar keadaan hidup sebelumnya, pada kesempatan ini yang hendak penulis utarakan ialah mengenai hidup minimalis dengan melihat kehidupan sekarang serta dampak yang ditimbulkannya.

Minimalis sebagai batasan dalam tulisan ini, artinya berbicara tentang minimalis berarti yang hendak dikatakan adalah mengenai apa dan bagaimana mempraktikkan "minimal" dalam kehidupan ini.

Dikatakan hidup dewasa ini sampai pada era yang berkemajuan. Muski dengan dasar kemajuan, perkembangan, globalisasi adalah wajah dari yang dimaksud dengan kemajuan, begitu juga dampaknya berupa dari tradisional menuju pada modern. Artinya ada suatu perubahan yang menjadi acuan dalam kehidupan sehingga dapat dikatakan ada perbedaan dalam melihat. Selayaknya seorang yang mengatakan hidup dengan hemat sebagai respon terhadap orgumen yang menunjukkan keborosan dalam hidup.

"Setidaknya gaya adalah cara suatu dilakukan"

Anggapan bahwa hidup minimalis adalah menolak semua kemajuan dapat dikatakan bahwa suatu argumen yang di bangun sia-sia menurut hemat penulis. 

Sebab kehidupan pada dasarnya adalah hidup dalam gelombang perubahan yang ada, ibarat seorang yang hidup dalam erah liberalisasi tidak harus bunuh diri untuk menghindari perubahan dalam kehidupan, terpenting dari itu adalah bagaimana ia hidup dalam badai kehidupan dengan-sebagai manusia yang punya akal dan kemampuan, fitrah manusia yang luar biasa itu.

Bagaimana?

"menyesali nasib tidak akan membuat manusia bahagia, terus berkarya lah yang membuat manusia hidup"

Manusia itu unik, ada yang hidup sebagai manusia yang merasa cukup, ada yang sedang memikirkan bayar tagihan bulanan, ada pula orang tua yang susah bayar pendidikan, ada pula yang tidak memiliki prediksi nanti mau makan apa dan masih banyak yang tidak hanya dapat diceritakan. 

Kesadaran manusia ada pada saat-saat seperti itu, antara sebagai jiwa kemanusiaan yang hidup atau sebagai manusia yang mengabaikan realita itu, kata lain adalah matinya jiwa kemanusiaan. Bukankah jiwa yang punya rasa kemanusiaan tidak akan membiarkan kontradiksi sedalam itu?

Sebetulnya telah diingatkan oleh seorang yang datang sebagai anak yatim, dengan keberaniannya ia mengatakan bahwa setiap yang bernyawa adalah bersaudara. Respon pendengar waktu itu juga luar bisa, ingin mengusir, ingin membunuh, ada pula pengasingan adalah satu contoh dari yang lain sebagai penghukuman.

Respon itu tidak lain adalah bukan dari manusia yang hidup dalam serba kekurangan, respon itu hadir dari manusia yang punya kemampuan untuk menuruti setiap keinginannya. Ini adalah pembelajaran yang luar biasa, suatu perjuangan yang dilakukan akan selalu dipandang sebagai kecurangan kecuali jiwa yang telah terduka oleh kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun