Panic Buying atau yang disebut juga dengan penimbunan berdasarkan rasa takut, adalah tindakan membeli barang dalam jumlah besar untuk mengantisipasi suatu bencana, setelah bencana terjadi, atau untuk mengantisipasi kenaikan maupun penurunan harga. Fenomena sosial ini sudah sering terjadi di beberapa kalangan masyarakat khususnya di titik perpusatan terjadinya interaksi sosial.Â
Barang yang paling dicari masyarakat adalah barang-barang yang sekiranya berhubungan dengan fenomena atau sebuah kejadian krisis yang dimana barang tersebut memiliki dampak yang sangat signifikan pada pemakainya. Fenomena ini dapat mengubah beberapa masyarakat dalam psikologi sosial yang ia jalankan seperti sudut pandang sosial, tingkah laku, dan interaksi dalam masyarakat yang biasanya ia lakukan.
Kecemasan akan habisnya kebutuhan masyarakat menyebabkan mereka menjadi serakah akan halnya barang yang tersedia karena takut kalau mereka tidak kebagian barang yang mereka inginkan. Alhasil menciptakan sebuah kondisi yang disebut "kehilangan sense of control"Â atau kehilangan untuk mengendalikan perasaan diri.Â
Hal ini membuat mereka akhirnya mencoba untuk menimbun suatu/beberapa barang untuk mempersiapkan diri di masa yang akan mendatang karena kecemasan yang mereka rasakan. Tingkah laku ini sebenarnya bersifat alami. Bahkan psikologi manusia menunjukkan bahwa manusia memiliki naluri (insting)Â untuk menghindari kecemasan di masa depan dan memenuhi kepuasan mereka sendiri. Rasa takut inilah yang akhirnya menular ke banyak orang sehingga meningkatkan rasa panik lainnya dan membuat kenegatifan dalam lingkungan masyarakat tersebut.
Panic Buying ini sendiri sebenarnya sudah sering terjadi di saat suatu masyarakat merasa dirinya sudah tidak merasa aman di dalam pemerintahannya sendiri. Seorang profesor psikologi di Universitas Hong Kong, Christian Chan, mengatakan, tingkat kecemasan yang terlihat dalam gelombang Panic Buying baru-baru ini mencerminkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. lantaran jika masyarakat mempercayai gerakan pemerintah dalam menyelesaikan suatu krisis, maka Panic Buying-pun mungkin dapat dikurangi.Â
Tetapi munculah suatu pertanyaan "bagaimanakah caranya?". Karena sebuah himbauan serdahana saja tidaklah cukup untuk menghilangkan rasa takut masyarakat. Pemerintah harus menyiapkan segala bantuan dan akomoditas lainnya agar masyarakat dapat merasa aman, atau mungkin masalah sebenarnya ada di masyarakat itu sendiri. Karena kecemasan yang dihasilkan bersumber pada masyarakat yang kurang percaya dan kurang berpengalaman dalam memecahkan suatu masalah dalam kondisi yang kritis.
Rasa cemas dan takut pun mulai timbul karena mereka tidak tahu untuk berbuat apa kedepan. Kepanikan inilah yang akan menular dan memburuk jika dibiarkan. Semakin banyak orang pun yang nantinya akan berpikir hal yang sama dan seterusnya akan menular ke semakin banyak orang.
Akibat dari Panic Buying ini menimbulkan beberapa dampak buruk bagi beberapa pihak. Dari pusat perbelanjaan ke supermarket, sampai warung kecil pun mereka akan mengeluarkan persediaan cadangan mereka lebih awal. Stok kebutuhan yang tersedia pun menurun dan akan habis dengan waktu cepat.Â
Pemerintah pun akan merasa dirugikan. Mereka-mereka yang menimbun barang dapat menggoyahkan ekonomi negaranya. Begitu pula para konsumen yang membutuhkan, menjadi tidak meratanya kebutuhan yang ia miliki. Belum juga kepanikan dan kecemasan mereka-mereka yang masih menularkan pemikiran buruk ke lingkungan masyarakat. Intinya dalam berbagai aspek sudut pandang, Panic Buying merupakan Fenomena sosial yang sangat merugikan suatu lingkungan sosialnya.
Mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan perubahan pada masyarakat dan pemerintah. Dimulai dengan membuat pikiran tetap berada di atas tingkat kecemasan.Â
Dalam halnya ialah berusaha untuk tidak cemas dan mengatasi rasa panik yang dialami. Dengan bertindak bedasarkan informasi resmi dan benar, dapat membantu mereka-mereka yang takut untuk melangkah. Pada sisi lainnya pemerintah juga harus menunjukan bukti sosial konkret berupa bantuan dan persediaan kebutuhan yang tersedia. Hal ini agar masyarakat tidak merasa cemas dan yakin untuk tidak membeli secara berlebihan.
 Jangan sampai kecemasan diri menciptakan hal-hal negatif yang nantinya bisa berujung fatal. Sebagai orang yang berpikir logis, kita harus berpikir panjang dalam melangkah kedepan agar kita sendiri dapat terhindar dari hal yang tidak diinginkan. Dengan berhati-hati dalam setiap aspek yang dilakukan, pasti membuahkan hasil yang matang dan aman untuk dijalankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H