Hari-hari terakhir proses pembangunan rumah impian keluarga Pak Rendra Cahya akhirnya tiba. Meski sederhana, rumah itu mulai menampakkan bentuknya. Fondasi telah kokoh, dinding kayu berdiri dengan rapi, dan atap yang terbuat dari genteng tanah liat dipasang dengan hati-hati oleh para pekerja yang dibantu oleh Arka dan Raditya.
Pagi itu, Pak Rendra berdiri di depan rumah yang hampir selesai, memandanginya dengan penuh rasa syukur. Bu Amara mendekatinya sambil membawa secangkir kopi. "Bagaimana, Pak? Sudah terlihat seperti rumah impian kita, kan?"
Pak Rendra tersenyum lembut. "Sudah lebih dari cukup. Rumah ini tidak hanya dibangun dengan tangan, tapi juga dengan doa, cinta, dan kebersamaan kita."
Hari-Hari Terakhir yang Sibuk
Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing untuk menyelesaikan tahap akhir pembangunan. Anindya Kirana, yang senang dengan hal-hal estetis, mulai membantu ibunya memilih warna cat.
"Bagaimana kalau kita pilih warna krem untuk dinding dalam, Bu? Lebih lembut dan nyaman," usul Anindya sambil memegang katalog warna. Amara setuju, dan bersama-sama mereka memilih warna yang menenangkan untuk setiap ruangan.
Di halaman, Tasya Aluna sibuk menanam benih bunga matahari yang sudah lama ia simpan. "Nanti bunganya akan tinggi dan cantik sekali," katanya dengan penuh antusias. Kiran, yang selalu mendukung ide-ide kreatif adiknya, membantu membuat pagar kecil di sekitar taman agar bunga Tasya tidak diinjak.
Sementara itu, Raditya Pratama dengan semangat mengangkat kursi dan meja kayu yang telah selesai dibuat oleh Pak Sarman, tukang kayu desa. "Ayo, Arka! Kita angkat ini ke ruang tamu," katanya. Meskipun lelah, Arka tidak pernah menolak permintaan adiknya.
Tantangan Terakhir
Namun, satu tantangan besar muncul di hari terakhir pembangunan. Angin kencang tiba-tiba bertiup, membuat atap yang baru saja dipasang bergeser. Beberapa genteng jatuh dan pecah.