Namun, tidak semua berjalan mulus. Di hari ketiga pembangunan, cuaca tiba-tiba berubah mendung. Hujan deras mengguyur, membuat pasir dan batu bata basah. Beberapa warga yang membantu mulai khawatir kalau fondasi yang telah dikerjakan akan rusak.
“Kita harus menutupi bahan bangunan secepatnya!” ujar Pak Rendra dengan nada tegas. Arka dan Raditya segera mengambil terpal dan bekerja di tengah hujan. Kiran juga ikut membantu memindahkan barang-barang kecil ke tempat yang aman.
Sementara itu, Bu Amara menenangkan Tasya yang tampak sedih melihat hujan. “Ibu, apakah rumah kita tidak bisa selesai?” tanya Tasya dengan mata berkaca-kaca.
Bu Amara tersenyum, mengusap kepala anak bungsunya. “Tasya, rumah ini akan selesai karena kita semua bekerja sama. Hujan ini hanya ujian kecil. Setelah hujan, biasanya pelangi akan muncul, kan?”
Kata-kata itu membuat Tasya kembali ceria. Ia bahkan ikut menyemangati kakak-kakaknya yang bekerja keras di luar.
Pelajaran dari Kebersamaan
Ketika hujan reda, semua kembali bekerja. Meskipun lelah, tidak ada yang mengeluh. Bahkan, warga desa semakin kagum dengan kekompakan keluarga Pak Rendra.
Pak Sarman berkata pada Pak Rendra, “Keluarga Anda itu seperti inspirasi, Pak. Semangatnya luar biasa. Kami senang bisa ikut membantu.”
Pak Rendra tersenyum, lalu menjawab, “Saya hanya percaya bahwa kebahagiaan itu bukan soal seberapa besar yang kita punya, tapi seberapa besar yang kita bagikan. Kalau kita saling mendukung, semua tantangan bisa kita lewati.”
Di tengah pekerjaan, tawa anak-anak kembali terdengar. Tasya mencoba memanjat tumpukan kayu, sementara Raditya bercanda dengan Kiran tentang siapa yang lebih kuat. Anindya sibuk menyeka debu di wajahnya sambil berkata, “Setelah ini, aku harus mandi sepuluh kali!”
Hari itu, meskipun lelah, kebahagiaan memenuhi hati semua orang. Tawa anak-anak di pagi hari menjadi pengingat bahwa kerja keras akan selalu terasa ringan jika dilakukan bersama orang tercinta.